Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) menyatakan bahwa tidak benar atau bertentangan dengan fakta yang terjadi di lapangan mengenai galon sekali pakai yang menimbulkan tumpukkan sampah plastik.
Baca Juga
Advertisement
APSI menegaskan galon plastik sekali pakai tergolong dalam jenis plastik PET (Polyethylene Terephthalate) dengan kode plastik daur ulang No.1.
"Itu artinya sampah plastik tersebut tergolong mudah didaur ulang dan dapat digunakan kembali," keterangan yang ditulis dalam akun Twitter @asosiasiapsi.
Hal tersebut disebabkan cuitan akun warganet dan beberapa akun yang seolah – olah mewakili atau mengatasnamakan LSM lingkungan dan himbauan dari influencer. Menurut APSI, cuitan dan berita - berita tersebut sangat menyesatkan.
Tidak berdasar. Sebab kalau menyangkut sampah, utamanya sampah plastik, maka pihak APSI dan para pengelola daur ulang yang lebih tahu kondisi real di lapangan. Pihak APSI menangkap ada upaya ingin mendiskreditkan salah satu merk produk AMDK tertentu dengan mengatasnamakan LSM lingkungan dan influencer.
“Menyikapi cuitan dan pemberitaan yang telah mencampur adukan antara fakta yang benar dan yang dibelokkan. Sebaiknya sebagai LSM/perorangan yang mengakui penggiat lingkungan hidup sebagai garda terdepan masyarakat, dapat memberikan informasi yang kredibel bukan menggiring opini yang menyesatkan masyarakat," kata Saut Marpaung dari APSI.
Plastik Sekali Pakai Membantu Ekonomi Rakyat Kecil
Demi meluruskan cuitan dan pemberitaan sebelumnya yang cenderung menyesatkan, APSI melalui akun Twitter-nya memberikan kultwit. Intinya, pihak APSI ingin menjelaskan fakta yang terjadi, jangan sampai masyarakat tidak mengetahui kondisi yang benar di lapangan.
Saut Marpaung mengatakan melihat adanya kecenderungan pemutarbalikkan fakta di lapangan, dengan tegas mengatakan galon plastik sekali pakai sangat membantu ekonomi rakyat kecil.
“Lebih bagus (galon) sekali pakai untuk mendukung pendapatan pemulung dan pengepul sampah,” tutur Saut.
Dia menambahkan memandang persoalan sampah, itu harus secara holistik. Secara luas. Tidak bisa hanya sebagian-sebagian atau secara parsial. Jadi, di dalam stakeholder persampahan, terdiri dari beberapa pihak. Ada pemerintah pusat, propinsi. Ada juga penghasil sampah. Yaitu masyarakat keseluruhan. Kemudian ada lagi stakeholder seperti pengusaha sampah.
“Saya tidak mewakili stakeholder lain. Saya Ketua Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia, dalam hal ini, saya melihatnya lebih global, Indonesia ini negara berkembang, masih tingginya tingkat pengangguran. Kemudian kalau kita lihat sudah banyak wira usaha mikro usaha yang sudah lama untuk mengumpulkan sampah,” tutup Saut.
Advertisement