Parlemen Eropa Minta FIFA Kompensasi Keluarga Pekerja yang Meninggal saat Persiapan Piala Dunia 2022

Parlemen Uni Eropa minta FIFA memberi kompensasi kepada keluarga pekerja yang meninggal dunia dan terlanggar haknya selama persiapan Piala Dunia 2022.

oleh Muhammad Farhan diperbarui 25 Nov 2022, 11:50 WIB
Diterbitkan 25 Nov 2022, 11:50 WIB
20150707-Krisis-Yunani-Yunani3
Suasana sidang Parlemen Eropa di Strasbourg, Perancis, (7/7/2015). Kepala Komisi Eropa Jean-Claude Juncker mengatakan, ia menentang Yunani keluar dari Uni Eropa, meskipun banyak yang menolak istilah bailout dalam referendum. (AFP PHOTO/PATRICK Hertzog)

Liputan6.com, Jakarta - Parlemen Uni Eropa mendukung resolusi yang meminta FIFA untuk membantu memberi kompensasi kepada keluarga pekerja migran yang meninggal dan yang mengalami pelanggaran hak selama persiapan Piala Dunia 2022

Mengutip laporan ESPNParlemen Uni Eropa mendesak otoritas Qatar untuk melakukan penyelidikan penuh atas pelanggaran hak asasi manusia menjelang pesta bola dunia tersebut.

Sebelumnya ramai dikabarkan, ribuan pekerja migran kehilangan hak hingga kehilangan nyawa saat turut membangun fasilitas untuk Piala Dunia 2022. Laporan Building and Wood Workers International (BWI) menyebut, 6.500 pekerja kehilangan hak mereka. 

Selain itu, otoritas Qatar disebutkan telah membuat sistem kerja yang disebutnya Kafala di mana pekerja tidak dapat berganti pekerjaan tanpa izin majikan mereka.

BWI pun mengimbau otoritas Qatar untuk bergabung dengan mereka untuk mendirikan Pusat Pekerja Migran yang memungkinkan para pekerja menentukan nasib mereka. 

"Itu adalah warisan bagi Qatar dan dunia yang akan terus hidup setelah berakhirnya turnamen Piala Dunia. Namun, sampai saat ini, tidak ada tanda-tanda bahwa perubahan berkelanjutan akan terjadi," kata BWI, dikutip dari laman bwint.org, Jumat (25/11/2022).

Resolusi dari parlemen Uni Eropa juga menyesalkan laporan pelanggaran hak komunitas LGBTQ+ di Qatar serta meminta negara tersebut untuk mendekriminalisasi hubungan sesama jenis.

Sejumlah anggota Parlemen Eropa mengenakan ban pelangi One Love yang ditarik dari tujuh kapten Piala Dunia Eropa karena tekanan FIFA. Sayangnya, pemerintah Qatar tidak menanggapi permintaan komentar dari kabar tersebut.

Meski demikian, sejak FIFA menentukan Qatar sebagai Piala Dunia 2020 pada 2010 silam, negara tersebut telah mengubah beberapa undang-undang perburuhannya.

Pihak penyelenggara berulang kali mengatakan bahwa semua orang bisa diterima. Namun, menurut Human Rights Watch, orang-orang dengan LGBTQ+ justru ditangkap menjelang pertandingan perdana Piala Dunia 2022 Qatar.

**Liputan6.com bersama BAZNAS bekerja sama membangun solidaritas dengan mengajak masyarakat Indonesia bersedekah untuk korban gempa Cianjur melalui transfer ke rekening:

1. BSI 900.0055.740 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)2. BCA 686.073.7777 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)

Dua Wanita Pakai Ban Pelangi, Presiden FIFA Malah Diam Saja

Presiden FIFA Tak Berkutik di Hadapan 2 Wanita yang Terang-Terangan Pakai Ban Kapten One Love
Presiden FIFA Tak Berkutik di Hadapan 2 Wanita yang Terang-Terangan Pakai Ban Kapten One Love (Twitter)

Kampanye One Love yang dilakukan komunitas LGBTQ+ belum kunjung selesai dan juga masih diperjuangkan selama gelaran Piala Dunia 2022.

Sebagaimana diketahui, Qatar merupakan salah satu negara dengan populasi umat Islam terbesar di dunia. Mereka menganut sistem Syariat di mana aktivitas apa pun yang menyimpang agama akan dilarang keras, termasuk LGBTQ+.

Selanjutnya pihak FIFA mendukung kebijakan tersebut dengan cara memberikan sanksi disiplin berupa pemberian kartu kuning kepada kapten tim yang memakai ban kapten One Love.

Meski Qatar dan FIFA melarang keras ban kapten One Love, masih ada yang lolos memakainya di dalam stadion. Bahkan terang-terangan di hadapan Presiden FIFA Gianni Infantino.

Pemerintah Qatar dan FIFA mati kutu untuk melarangnya. Pasalnya yang pakai ban kapten One Love itu adalah dua wanita petinggi negara.

Wanita pertama, Menteri Dalam Negeri Jerman, Nancy Faeser. Sementara, yang kedua adalah Menteri Luar Negeri Belgia Hadja Lahbib saat dirinya hadir hingga menemui Presiden FIFA Gianni setelah kemenangan Belgia 1-0 atas Kanada.

Alhasil, kedua wanita itu seolah-olah sengaja bahkan menantang peraturan Qatar dan FIFA dengan cara menggunakan ban kapten One Love. Keduanya seolah ingin melihat reaksi otoritas penyelenggara Piala Dunia 2022 tersebut di hadapan matanya.

Presiden FIFA Gianni Infantino: Harusnya Eropa yang Minta Maaf

Gianni Infantino - FIFA - Piala Dunia Qatar 2022 - 19 November-1
Presiden FIFA Gianni Infantino berbicara dalam konferensi pers jelang Piala Dunia Qatar 2022 di Qatar National Convention Center (QNCC), Doha, Sabtu, 19 November 2022. (GABRIEL BOUYS / AFP)

Presiden FIFA Gianni Infantino mengatakan negara-negara dari Barat dan Eropa seharusnya meminta maaf selama 3.000 tahun ke depan atas apa yang dilakukan selama 3.000 tahun terakhir.

Infantino menyampaikannya saat konferensi pers pembukaan Piala Dunia 2022 di Qatar, pada 19 November 2022 lalu.

Ucapan itu tertuju atas kritik keras yang diterima oleh Qatar selaku tuan rumah penyelenggaran Piala Dunia.

Qatar juga dikecam atas perlakukannya terhadap pekerja migran dan menyikapi tentang hak-hak kaum LGBTQ.

"Untuk apa yang telah dilakukan orang Eropa di seluruh dunia dalam 3.000 tahun terakhir. Kita harus meminta maaf selama 3.000 tahun ke depan sebelum mulai memberikan pelajaran moral kepada orang-orang," kata Gianni Infantino, dikutip dari Sky News.

Statement Resmi dari Tujuh Negara

Timnas Jerman
Para pemain tim sepak bola Jerman menutupi mulut mereka saat berpose untuk foto grup sebelum pertandingan sepak bola grup E Piala Dunia 2022 antara Jerman dan Jepang, di Stadion Internasional Khalifa di Doha, Qatar, Rabu, 23 November 2022. (AP Photo/Ricardo Mazalan)

Sebelumnya, tujuh negara yang bersikeras dengan pendirian untuk terus mengkampanyekan LGBTQ+ selama gelaran Piala Dunia 2022. Ketujuh negara tersebut adalah Inggris, Jerman, Belgia, Denmark, Belanda, Swiss, dan Wales.

Ketujuh negara Eropa ini sepakat lebih baik dikenai sanksi ketimbang kampanye One Love tak tersampaikan ke masyarakat dunia.

"Kami siap membayar denda yang biasanya berlaku untuk pelanggaran peraturan pakaian dan memiliki komitmen kuat untuk mengenakan ban kapten itu. Namun, kami tidak dapat menempatkan pemain kami dalam situasi ketika mereka mungkin akan disanksi atau bahkan dipaksa meninggalkan lapangan," tulis pernyataan dari tujuh negara tersebut, dikutip dari The Guardian.

Infografis Ragam Tanggapan FIFA Kawal Transformasi Sepak Bola Nasional Pasca-Tragedi Kanjuruhan. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Ragam Tanggapan FIFA Kawal Transformasi Sepak Bola Nasional Pasca-Tragedi Kanjuruhan. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya