Ketahui Manfaat Retail Therapy, Cara Perbaiki Mood dengan Berbelanja

Kegiatan retail therapy ini akan memicu pelepasan endorfin.

oleh Afifah Nur Andini diperbarui 03 Des 2022, 16:30 WIB
Diterbitkan 03 Des 2022, 16:30 WIB
Retail Therapy
Retail Therapy (Unsplash.com)

Liputan6.com, Jakarta - Retail therapy merupakan istilah populer yang digunakan untuk menyebut aktivitas berbelanja yang ditujukan untuk membuat suasana hati menjadi lebih baik. Hal ini dimotivasi oleh keinginan seseorang agar merasa lebih baik dengan cara belanja, bukan untuk memenuhi kebutuhan.

Dalam kata lain, aktivitas ini juga dikenal dengan sebutan comfort buying, stress shopping, atau compensative buying. Retail therapy tidak seharusnya menyebabkan perasaan 'guilty pleasure' atau perasaan bersalah saat melakukan sesuatu yang menyenangkan. Sebaliknya, hal ini bisa menjadi kegiatan yang menenangkan.

Melansir dari situs WebMD, Sabtu (03/12/2022), sebuah studi menemukan bahwa sekitar 62 persen konsumen akan membeli sesuatu untuk menghibur diri mereka sendiri, sedangkan 28 persen lainnya melakukan pembelian untuk merayakan sesuatu.

Kegiatan retail therapy ini akan memicu pelepasan endorfin. Hormon endorfin berfungsi sebagai pereda nyeri alami tubuh yang diproduksi sebagai respons terhadap stres atau perasaan tidak nyaman. Peningkatan kadar hormon ini biasanya dipengaruhi oleh aktivitas yang menimbulkan perasaan puas.

Tidak hanya endorfin, aktivitas retail therapy juga akan menghasilkan dopamin atau yang dikenal sebagai hormon bahagia. Jadi, setiap kegiatan berbelanja akan melepaskan lebih banyak bahan kimia peningkat suasana hati di otak dan tubuh.

Di samping itu, dopamin ternyata dilepaskan bahkan sebelum proses pembayaran barang saat berbelanja. Seorang psikolog klinis bernama Scott Bea, PsyD mengungkapkan, hanya dengan menjelajah, menggulir, melakukan window shopping tanpa membeli dapat berdampak positif terhadap suasana hati seseorang.

Beberapa orang mungkin akan menganggap kegiatan ini sia-sia dan hanya buang-buang uang saja. Akan tetapi, terdapat berbagai manfaat yang dapat didapatkan seseorang saat melakukan retail therapy dengan kadar yang tepat. Salah satunya adalah meningkatkan rasa percaya diri, memicu imajinasi dan mendukung pemikiran kreatif dan membantu mengembalikan rasa kendali.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Retail Shopping Membantu Seseorang Merasa Terkendali

Window Shopping
Window Shopping (Unsplash.com)

Melakukan retail therapy meski hanya sebentar mampu memulihkan perasaan self-control dan mencegah kesedihan yang berkepanjangan. Membeli barang dengan uang sendiri juga dapat membantu mengurangi perasaan tidak berdaya yang menyebabkan seseorang merasa putus asa.

Kesedihan biasanya berkaitan dengan perasaan bahwa kita tidak dapat mengendalikan apa yang terjadi dalam hidup. Beberapa ahli mengatakan bahwa tindakan membuat keputusan saat beberlanja dapat membuat kita kembali merasa memegang kendali atas hidup yang dijalani.

Penelitian ini dilakukan pada tahun 2014 dari Journal of Consumer Psychology. Studi ini menemukan bahwa retail therapy tidak hanya membuat seseorang merasa lebih bahagia dalam seketika, tetapi juga membantu mereka menghadapi kesedihan.


Keuntungan Belanja Online untuk Suasana Hati

Online shopping
Online shopping (Unsplash.com)

Belanja online juga dapat memicu pelepasan dopamin dengan cara yang berbeda-beda. Ini dinyatakan oleh Scott Bea dan menjadi salah satu alternatif melakukan retail therapy. Cara pertama adalah ketika kita mengisi keranjang belanja online dengan barang-barang yang diinginkan lalu meninggalkannya tanpa di-checkout.

Nyatanya, kegiatan ini tidak selalu mengharuskan kita untuk membeli sesuatu untuk merasakan kegembiraan. Ini karena kita sudah melalui perjalanan yang mengasyikkan secara mental. Cara ini juga memiliki bahaya yang relatif rendah karena kita menghabiskan lebih sedikit uang.

Cara lainnya adalah ketika kita memutuskan untuk membeli barang tersebut dan menunggu paket yang akan tiba. Saat membeli barang online, kita kemungkinan tidak mengetahui bentuk sebenarnya dari barang yang kita beli sampai paket tersebut datang. Ketidakpastian ini meningkatkan antisipasi kita sehingga memicu dopamin saat kita membongkar paket.


Beda Retail Therapy dengan Shopping Addiction

Retail Therapy vs Shopping Addiction
Retail Therapy vs Shopping Addiction (Unsplash.com)

Terdapat garis tipis yang membedakan antara retail therapy dan kecanduan belanja. Selama melakukan retail therapy, kita mengendalikan pengeluaran dan merasa puas dengan keputusan untuk membeli atau tidak membeli.

Sementara itu, kecanduan belanja membuat kita ingin terus membeli barang, walau kita tahu kalau itu tidak perlu. Selain itu, kecanduan belanja pada akhirnya akan menyebabkan kita merasa menyesal setelah melakukan pembelian.

Terdapat beberapa hal yang menandakan kegiatan belanja sudah condong ke kecanduan belanja melansir dari situs Very Well Health, Sabtu (03/12/2022), di antaranya sebagai berikut:

  1. Menghabiskan waktu yang berlebihan untuk memikirkan atau mencari barang yang tidak dibutuhkan.
  2. Mengalami masalah keuangan karena melakukan pembelian yang tidak terkendali.
  3. Mengalami kesulitan dalam hubungan karena pengeluaran yang berlebihan.
  4. Memiliki dorongan untuk terus membeli barang yang sama.
  5. Mulai mengabaikan pekerjaan, sekolah, sampai tanggung jawab keluarga untuk berbelanja barang yang tidak perlu.
Infografis 7 Tips Aman Belanja di Pasar Saat Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 7 Tips Aman Belanja di Pasar Saat Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya