Liputan6.com, Jakarta - Hari Puisi Nasional adalah sebuah peringatan yang diadakan setiap tahunnya untuk mempromosikan dan memperingati pentingnya puisi dalam budaya dan kesusastraan. Hari Puisi Nasional diperingati pada tanggal 28 April setiap tahunnya.
Dikutip dari laman DitSMP Kemdikbud, Jumat (28/4/2023), Hari Puisi Nasional bertepatan dengan peringatan wafatnya salah satu penyair legenda di Indonesia, Chairil Anwar. Chairil Anwar adalah seorang penyair, sastrawan, dan pelopor angkatan puisi Indonesia yang dianggap sebagai salah satu penulis puisi terbesar dalam sejarah sastra Indonesia.
Chairil Anwar adalah salah satu penyair Indonesia yang dianggap sebagai pelopor Angkatan 45. Ia diakui sebagai salah satu penulis puisi terbesar dalam sejarah sastra Indonesia karena karya-karyanya yang berani dan memperkenalkan gaya baru dalam sastra Indonesia.
Advertisement
Gaya tulisannya yang lugas, tajam, dan penuh perasaan telah menginspirasi banyak penulis dan pembaca di Indonesia dan menjadi sumber inspirasi bagi perkembangan sastra Indonesia di masa depan. Ia memperkenalkan bahasa yang lebih sederhana dan mudah dipahami, serta membahas tema-tema yang lebih personal dan sosial.
Ada beberapa karya Chairil Anwar yang terkenal, salah satunya adalah puisi “Aku” yang membuat Chairil Anwar terkenal dengan sebutan Si Binatang Jalang.
Profil Chairil Anwar
Chairil Anwar adalah salah satu penyair ternama Indonesia yang lahir pada tanggal 26 Juli 1922 di Medan, Sumatera Utara. Ia merupakan salah satu tokoh sastra Indonesia yang dikenal sebagai pionir Angkatan '45, suatu gerakan sastra pada masa penjajahan Jepang dan awal kemerdekaan Indonesia yang memiliki pandangan kritis terhadap kondisi sosial-politik di Indonesia.
Karya-karya sastra Chairil Anwar terutama puisi, memiliki ciri khas yang kuat dan sering mengandung keberanian dalam merangkai kata-kata. Ia mulai mengenal dunia sastra ketika berusia 19 tahun dan mulai dikenal ketika tulisannya dimuat pada Majalah Nisan di tahun 1942.
Selain sebagai seorang penyair, Chairil Anwar juga aktif sebagai jurnalis dan pengarang naskah drama. Ia pernah bekerja sebagai redaktur majalah "Pujangga Baru" yang menjadi wadah bagi para penyair Angkatan '45. Selain itu, ia juga terlibat aktif dalam gerakan pergerakan kebudayaan di Jakarta pada masa itu.
Chairil Anwar meninggal dunia pada usia yang sangat muda, yaitu pada tanggal 28 April 1949, ketika baru berusia 27 tahun. Karya-karya yang ia tinggalkan tetap dianggap sebagai bagian dari warisan sastra Indonesia yang penting hingga saat ini.
Advertisement
Karya Chairil Anwar
Banyak sekali karya puisi yang dihasilkan oleh Chairil Anwar, salah satunya adalah puisi dengan judul “Aku”. Selain itu, ada juga beberapa judul puisi lainnya yang populer, diantaranya,
- Sendiri
- Sia-sia
- Krawang-Bekasi
- Penghidupan
- Tak Sepadan
- Suara Malam
- Nisan
- Ajakan
- Pelarian
- Lagu Biasa
- Hukum
- Taman
- Rumahku
- Kesabaran
- Kenangan
- Bercerai
- Kesabaran
- Kawanku dan Aku
- Sajak Putih
- Merdeka
Karya-karya tersebut banyak dijadikan bacaan di sekolah-sekolah dan sering kali diadaptasi ke dalam bentuk lagu atau pertunjukan. Selain itu, ia juga menulis esai, naskah drama, dan beberapa karya prosa.
Puisi “Aku” Karya Chairil Anwar
Aku
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi.
Puisi “Aku” Karya Chairil Anwar memiliki makna yang mendalam bagi siapapun yang membacanya. Puisi ini secara keseluruhan menggambarkan keberanian seseorang yang merasa terasingkan oleh masyarakat. Tokoh “aku” digambarkan sebagai “binatang jalang” yang terus menerjang meskipun peluru menembus kulitnya, ia tetap bertahan dan mengejar cita-citanya bahkan sampai mati.
Puisi ini juga mencerminkan perjuangan individu untuk hidup dalam martabat dan mencari arti dari kehidupan. Selain itu, puisi ini juga bisa diartikan sebagai kritik sosial terhadap kondisi sosial-politik pada masa itu yang dianggap tidak memberikan ruang bagi individu untuk berkembang dan mengejar cita-citanya. Dalam hal ini, puisi ini mengajak pembaca untuk terus memperjuangkan kebebasan dan martabat individu, serta mengejar cita-cita yang diinginkan tanpa takut untuk meraihnya.
Selamat Hari Puisi Nasional.
Advertisement