RUU PPSK, OJK Bakal Awasi Aset Kripto

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan aset kripto.

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 09 Des 2022, 19:19 WIB
Diterbitkan 09 Des 2022, 19:19 WIB
Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital. Kredit: WorldSpectrum from Pixabay
Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital. Kredit: WorldSpectrum from Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Draf Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Jasa Keuangan (RUU PPSK) menjadi perhatian luas berbagai pihak. Salah satunya karena aset kripto dimasukkan sebagai ITSK (Inovasi Teknologi Sektor Keuangan). 

Di dalam draf RUU PPSK pada Bab XVI Pasal 213, ruang lingkup dari ITSK salah satunya mencakup aktivitas terkait aset digital yaitu aset kripto

"Aset keuangan digital merupakan aset keuangan yang disimpan atau direpresentasikan secara digital, termasuk di dalamnya aset kripto,” isi draft RUU PPSK, dikutip Jumat (9/12/2022). 

Berdasarkan draf RUU PPSK terbaru versi 5.0 yang diterbitkan pada Kamis, 8 Desember 2022, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan di sektor inovasi teknologi sektor keuangan, aset keuangan digital dan aset kripto.

Dengan begitu, menurut draf RUU PPSK terbaru versi 5.0, OJK akan mengemban tugas baru jika dibandingkan dengan UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang hanya mengawasi kegiatan di pasar modal.

Selain itu, dalam draf RUU PPSK, OJK akan menambahkan susunan baru yaitu Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto merangkap anggota.

Sebelumnya, pemerintah serta DPR menyepakati isi RUU PPSK yang bertujuan untuk memperkuat sektor keuangan Indonesia. Selanjutnya RUU PPSK ini akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk disahkan menjadi undang-undang.

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

Senator AS Tegaskan Bitcoin Adalah Komoditas Bukan Mata Uang

Ilustrasi bitcoin (Foto: Vadim Artyukhin/Unsplash)
Ilustrasi bitcoin (Foto: Vadim Artyukhin/Unsplash)

Sebelumnya, Senator AS John Boozman mengungkapkan, meskipun disebut mata uang kripto, Bitcoin tetap dianggap sebuah komoditas bukan mata uang. Dia menekankan, pertukaran di mana komoditas diperdagangkan, termasuk bitcoin, harus diatur oleh Commodity Futures Trading Commission (CFTC).

“Bitcoin, meskipun mata uang kripto, itu tetap adalah komoditas. Ini adalah komoditas di mata pengadilan federal dan pendapat ketua Securities and Exchange Commission (SEC). Tidak ada perselisihan tentang ini,” kata Boozman dalam sebuah sidang, dikutip dari Bitcoin.com, Selasa (6/12/2022).

Menyebut keruntuhan FTX mengejutkan, sang senator berkata laporan publik menunjukkan kurangnya manajemen risiko, konflik kepentingan, dan penyalahgunaan dana pelanggan. 

Senator Boozman melanjutkan untuk berbicara tentang regulasi kripto dan memberdayakan Commodity Futures Trading Commission (CFTC) sebagai pengatur utama pasar spot kripto. 

“CFTC secara konsisten menunjukkan kesediaannya untuk melindungi konsumen melalui tindakan penegakan hukum terhadap aktor jahat,” lanjut Senator Boozman.

Boozman yakin CFTC adalah agensi yang tepat untuk peran regulasi yang diperluas di pasar spot komoditas digital.

Pada Agustus 2022, Boozman dan beberapa senator memperkenalkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Komoditas Digital (DCCPA) untuk memberdayakan CFTC dengan yurisdiksi eksklusif atas pasar spot komoditas digital. 

Dua RUU lainnya telah diperkenalkan di Kongres tahun ini untuk menjadikan regulator derivatif sebagai pengawas utama untuk sektor kripto.

Sementara bitcoin adalah komoditas, Ketua SEC Gary Gensler berulang kali mengatakan sebagian besar token kripto lainnya adalah sekuritas.

Aset Kripto Masuk RUU PPSK, Ini Tanggapan Asosiasi Blockchain

Bitcoin - Image by Benjamin Nelan from Pixabay
Bitcoin - Image by Benjamin Nelan from Pixabay

Sebelumnya, Rancangan Undang Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) resmi masuk ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR yang akan dibahas pada 2023. 

Aset kripto diusulkan menjadi salah satu sektor yang masuk ke dalam RUU PPSK sebagai bagian dari inovasi teknologi sektor keuangan (ITSK).

Terkait hal ini, Chairwoman Asosiasi Blockchain Indonesia (A-B-I), Asih Karnengsih mengatakan A-B-I telah banyak mengupayakan keikutsertaan pelaku industri aset kripto dalam diskusi RUU PPSK. 

Salah satunya dalam Konsultasi Publik RUU PPSK yang diselenggarakan Kementerian Keuangan dan penyampaian beberapa usulan pada Kementerian dan Otoritas terkait. 

“A-B-I yang mewakili pelaku industri aset kripto turut memberikan beberapa masukan secara tertulis kepada Kementerian Hukum dan HAM RI mengenai RUU PPSK dan Kementerian Keuangan,” ujar Asih dalam siaran pers dikutip Selasa (6/12/2022). 

Asih menjelaskan sifat aset kripto yang pada dasarnya mencakup aspek perdagangan dan keuangan, keterlibatan berbagai pemangku kepentingan termasuk industri aset kripto dibutuhkan dalam proses penyusunan Rancangan UU PPSK yang memperluas cakupan ITSK yang menjadi wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Posisi Pengaturan Aset Kripto 

Pengaturan dan pengawasan perdagangan aset kripto saat ini diatur oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) sehingga nantinya akan berimplikasi pada diatur dan diawasinya aset kripto oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI). 

Pandangan Sisi Hukum

Bitcoin - Image by mohamed Hassan from Pixabay
Bitcoin - Image by mohamed Hassan from Pixabay

Sementara itu, di berbagai negara posisi pengaturan aset kripto diklasifikasikan berbeda-beda sehingga hal ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk pemerintah Indonesia dalam memposisikan aset kripto di Indonesia sebagai komoditas atau layanan atau produk keuangan.

Pandangan Sisi Hukum

Managing Partner Trifida at Law, Affan Giffari, yang juga merupakan partner Asosiasi Blockchain Indonesia (A-B-I), mengemukakan pendapatnya dari sisi hukum. 

Menurutnya, hal ini akan mengakibatkan pergeseran hukum yang artinya implikasi terhadap pengaturan industri kripto apabila otoritas yang menaungi kripto adalah OJK.

“Semua stakeholders harus mempersiapkan diri menghadapi rezim yang baru dan pemerintah perlu mempertimbangkan kepastian hukum bagi para pelaku usaha agar nantinya dapat menawarkan produk yang lebih variatif dan kompetitif kepada konsumen,” jelas Affan.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya