Liputan6.com, Jakarta - Pasar kripto dan Bitcoin tengah berada di fase volatilitas yang tinggi pada pekan ke-2 Oktober 2023. Harga Bitcoin (BTC) diketahui telah turun di bawah USD 27.000 atau sekitar Rp 424 juta (asumsi kurs Rp 15.749 per dolar AS) di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang konflik antara Israel-Hamas.
Menurut Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, harga Bitcoin dan kripto lainnya turun seiring dengan pasar ekuitas global dan melonjaknya harga minyak, karena meningkatnya konflik di Timur Tengah.
Baca Juga
"Harga minyak tampaknya terpengaruh oleh spekulasi para pelaku pasar bahwa perang tersebut dapat mengganggu pasokan, jika menyebar ke negara-negara tetangga seperti Iran, Suriah, atau Mesir, yang dapat mengganggu pasokan minyak dan meningkatkan volatilitas pasar,” kata Fyqieh dalam siaran pers, dikutip Jumat (13/10/2023).
Advertisement
Fyqieh menambahkan, sejauh ini konflik tersebut belum memberikan dampak yang signifikan terhadap pasar kripto, namun jika konflik ini semakin meningkat, hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya sensitivitas harga.
Kekhawatiran pasar global terfokus pada potensi perluasan konflik ke negara-negara penghasil minyak terdekat, sehingga membuat investor tetap waspada.
Meskipun demikian, Fyqieh menjelaskan masih ada secercah harapan bagi Bitcoin yang telah berhasil melewati guncangan geopolitik yang terjadi sebelumnya, seperti dampak sanksi yang dikenakan Amerika Serikat setelah invasi Rusia ke Ukraina pada awal 2023.
Selain Bitcoin, pasar kripto yang lebih besar telah menunjukkan ketahanan dalam menghadapi peristiwa geopolitik.
Potensi Jangka Panjang
Menurut Fyqieh, dalam jangka panjang, aset kripto mungkin akan memainkan peran yang semakin penting dalam memberikan pilihan kepada investor selama masa gejolak geopolitik, seiring dengan semakin matangnya ekosistem, kejelasan peraturan, dan pertumbuhan penggunaan institusional.
“Meskipun pasar dikenal karena volatilitasnya yang alami, pasar juga menunjukkan kecenderungan yang kuat untuk pulih dengan cepat setelah periode ketidakstabilan,” jelas Fyqieh.
Struktur aset kripto yang terdesentralisasi adalah salah satu penjelasan yang mungkin atas ketahanannya. Kripto tidak seperti aset tradisional yang terikat pada pemerintah atau lembaga tertentu, beroperasi pada jaringan yang terdesentralisasi, menjadikannya kurang rentan terhadap dampak langsung peristiwa geopolitik.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Advertisement
Pengguna Binance di Hong Kong Kehilangan Rp 7 Miliar Akibat Pencurian Kripto
Sebelumnya diberitakan, Kepolisian Hong Kong telah meningkatkan kewaspadaan setelah 11 pelanggan Binance yang berbasis di Hong Kong menjadi sasaran gelombang penipuan phishing yang dikirim melalui pesan teks.
Polisi Hong Kong memperingatkan pengguna tentang penipuan ini dalam postingan pada 9 Oktober di halaman Facebook mereka yang diberi nama “CyberDefender.”
“Baru-baru ini, penipu yang menyamar sebagai Binance mengirim pesan teks yang mengklaim bahwa pengguna harus mengklik tautan dalam pesan untuk memverifikasi detail identitas mereka sebelum batas waktu, jika tidak, akun mereka akan dinonaktifkan,” kata kepolisian, dikutip dari Cointelegraph, Selasa (10/10/2023).
Polisi mengatakan setelah pengguna mengklik tautan tersebut dan diduga “memverifikasi” detail pribadi mereka, peretas kemudian dapat memperoleh akses penuh ke akun Binance mereka, di mana mereka melanjutkan untuk mencuri semua aset yang ada di dalam dompet pengguna.
Menurut postingan tersebut, skema phishing telah menyebabkan 11 pelanggan Binance yang berbasis di Hong Kong melaporkan kerugian gabungan lebih dari USD 446.000 atau setara Rp 7 miliar (asumsi kurs Rp 15.729 per dolar AS) dalam dua minggu terakhir.
Polisi telah meminta setiap pengguna yang yakin mereka telah menerima pesan yang berpotensi menipu untuk mencatat pesan mencurigakan tersebut di bagian “pencegahan penipuan” di situs resminya.
Selain itu, polisi menampilkan tautan ke daftar platform perdagangan aset virtual terverifikasi yang baru diterbitkan, yang disediakan oleh Komisi Sekuritas dan Berjangka Hong Kong (SFC).
Didirikan pada Mei, CyberDefender adalah proyek yang diluncurkan oleh Biro Kejahatan Teknologi dan Keamanan Cyber dari Kepolisian Hong Kong, yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran warga setempat terhadap risiko keamanan online.