Daftar 22 Cabang Olahraga yang Akan Dipertandingkan di Paralimpiade Tokyo 2020 (1)

Berikut ini jenis olahraga yang akan dijalani oleh para atlet paralimpiade dalam memperebutkan medali dan membanggakan negara asalnya

oleh Fitri Syarifah diperbarui 25 Agu 2021, 20:10 WIB
Diterbitkan 24 Agu 2021, 13:00 WIB
Atlet Para Tenis Meja Indonesia
Atlet Para Tenis Meja Indonesia berlatih jelang Paralimpiade 2020 (Ist)

Liputan6.com, Jakarta Berikut ini informasi tentang 22 pertandingan olahraga untuk memperebutkan medali di Paralimpiade Tokyo 2020.

Dilansir dari BBC, berikut ini jenis olahraga yang akan dijalani oleh para atlet paralimpiade dalam memperebutkan medali dan membanggakan negara asalnya.

1. Panahan

Dalam panahan paralimpiade, pemanah bersaing di tiga kelas, yang pertama yaitu:

- ARW1 (juga dikenal sebagai W1) Panahan Kursi Roda atau gangguan di lengan dan kaki,

- ARW2 (juga dikenal sebagai W2) Panahan Kursi Roda 2 atau gangguan di kaki

- ARST (juga dikenal sebagai ST) Panahan Berdiri yaitu atlet yang dapat berdiri atau duduk di kursi roda tetapi memiliki keterbatasan.

2. Atletik

Semua kelompok penyandang disabilitas bisa mengikuti cabang ini. Untuk membedakannya, mereka maka digunakan sistem huruf dan angka.

Huruf F adalah untuk atlet lapangan, T menjadi tanda mereka yang berlomba di lintasan dan nomor digunakan untuk menunjukkan jenis cacat yang disandang

11-13: Para atlet lapangan dan trek yang memiliki masalah penglihatan. Para atlet tuna netra berkompetisi di kelas 11, mengenakan penutup mata dan dibantu seorang pemandu.

Para atlet kelas 12, adalah mereka yang juga memiliki masalah penglihatan namun masih bisa memilih apakah akan menggunakan bantuan pemandu atau tidak.

20: atlet lapangan dan trek yang memiliki keterbatasan berpikir. Di London terdapat tiga nomor yang dipertandingkan di kelas ini yaitu lari 1500m, lompat jauh, dan tolak peluru.

31-38: katagori khusus untuk para atlet yang menderita kelumpuhan otak atau gangguan lain yang mengganggu fungsi kordinasi dan kontrol otot.

Atlet yang termasuk katagori 31-34 berkompetisi dengan posisi duduk sedangkan atlet katagori 35-38 berkompetisi dengan berdiri.

40: Para atlet nomor lapangan dan lintasan yang memiliki kelainan tinggi badan.

42-46: Khusus untuk para atlet yang mengalami amputasi. Dalam kelas 42-44, atlet yang diamputasi kakinya dan kelas 45-46 adalah untuk mereka yang mengalami amputasi tangan.

T51-54: Adalah katagori atlet nomor lintasan yang menggunakan kursi roda. Atlet di kelas 51-53 menderita cacat baik di tungkai atas atau bawah, sementara atlet-atlet katagori T54 menderita gangguan fungsi di sebagian kaki dan tubuh.

F51-58: Atlet nomor lapangan yang menggunakan kursi roda. Para atlet di kelas F51-54 memiliki fungsi bahu, lengan dan tangan yang terbatas serta kaki dan pinggul yang tak berfungsi.

Sementara atlet berkatagori F54 memiliki fungsi tangan dan lengan yang normal, sedangkan di katagori F55-58 fungsi kaki dan pinggul sedikit lebih baik.

3. Bulu tangkis

Sebagian besar aturannya sama dengan versi non-difabel, dengan semua pertandingan menggunakan format permainan best-of-three, masing-masing 21 poin. Atlet bersaing di enam kelas.

Atlet kursi roda diklasifikasikan menjadi

- WH1 dan WH2 (WH = wheelchair/kursi roda),

- SL3 dan SL 4 (SL = standing lower/berdiri dengan keterbatasan tubuh bagian bawah),

- SU5 (SU = standing upper/ berdiri dengan keterbatasan tubuh bagian atas), dan

- SS6 (SS = short stature/postur tubuh di bawah normal).

4. Boccia

Olahraga ini dimainkan di dalam ruangan di lapangan yang ukurannya sama dengan bulu tangkis dengan pemain diposisikan di salah satu ujungnya. Kedua belah pihak memiliki enam bola, satu sisi memiliki bola merah, yang lainnya bola biru dan tujuan permainan ini adalah untuk membuat bola Anda lebih dekat ke bola target putih, jack, daripada lawan Anda.

Boccia atau semacam permainan bowling juga terbuka untuk atlet dengan kelumpuhan otak serta disabilitas fisik berat lainnya yang bertanding menggunakan kursi roda dengan empat klasifikasi.

BC1: Para pemain dengan kerusakan otak yang mampu menggunakan tangan atau kaki untuk secara konsisten menggerakkan bola dalam permainan. Para atlet katagori ini didampingi pemandu untuk memberikan bola sebelum mereka melakukan lemparan.

BC2: Para atlet dengan kelumpuhan otak namun mampu menggunakan tangan dan kaki jauh lebih baik dibanding atlet katagori BC1.

BC3: Para atlet dengan kelumpuhan otak atau disfungsi gerak lain di keempat tungkai yang tak mampu melempar atau menendang bola dalam permainan sehingga diperbolehkan menggunakan alat bantu untuk menggerakkab bola di dalam permainan dan dibantu seorang asisten yang bertugas menyusun jalur lemparan bola.

BC4: Para atlet yang tak memiliki masalah kelumpuhan otak namun memiliki gangguan fungsi gerak lain di keempat tungkai dan memiliki kemampuan fungsional seperti atlet BCS. Kondisi seperti distrofi otot, kelainan spina bfida (tulang belakang terbuka), tetraplegia, berada dalam katagori ini.

5. Dayung

Cabang dayung dibagi ke dalam empat kelas perahu.

AM1x: Perahu dayung satu kursi untuk putra. Atlet bisa menggerakkan lengannya secara maksimal.

AWIx: Perahu dayung satu kursi untuk putri. Atlet hanya bisa menggunakan lengannya secara maksimal.

TA2x: Dua atlet campuran dengan kemampuan lengan dan pinggang.

LTA4+: Perahu berisi dua atlet putra dan dua atlet putri ditambah seorang pengemudi di atas tempat duduk geser. Nomor ini terbuka bagi para atlet yang memiliki keterbatasan penglihatan namun memiliki pergerakan kaki, pinggang, dan lengan. Di atas setiap perahu hanya dimungkinkan dua atlet yang memiliki keterbatasan penglihatan dan selalu mengenakan penutup mata selama latihan dan kompetisi.

 

6. Sepeda

Bersepeda di Paralimpiade mencakup bersepeda trek dan jalan raya. Pengendara sepeda lintasan mengendarai sepeda tandem atau sepeda, sementara pengendara sepeda jalan raya bersaing dengan sepeda tangan, sepeda roda tiga, sepeda tandem, atau sepeda. 

Cabang balap sepeda terbuka untuk para atlet yang mengalami amputasi, para les autres (atlet yang tak bisa dimasukkan katagori lain), atlet dengan kelumpuhan otak dan gangguan penglihatan.

Mereka bisa berlaga baik di nomor jalan raya dan nomor lintasan.

Para atlet dengan gangguan fisik berlomba dengan sepeda (jalan raya dan lintasan), sepeda tangan dan sepeda roda tiga (hanya untuk nomor jalan raya). Sementara atlet dengan masalah penglihatan turun di cabang tandem dengan didampingi seorang pemandu.

Sepeda tangan kelas H1-4: Para atlet di kelas H1-3 berlomba dengan posisi berbaring. Atlet H1 adalah mereka yang tak memiliki fungsi pinggang dan kaki yang hanya mengandalkan fungsi tangan.

Sementara katagori H3 tidak memiliki kaki namun memiliki fungsi pinggul dan lengan yang baik. Sedangkan atlet H4 duduk di atas lutut mereka dan menggunakan lengan serta pinggulnya.

Sepeda roda tiga T1-2: Balapan bagi atlet yang tak mampu menaiki sepeda karena kondisi yang mempengaruhi keseimbangan dan kordinasi mereka.

Para atlet di katagori T1 memiliki masalah kordinasi yang lebih serius dibanding para atlet katagori T2.

Nomor sepeda C1-5: Diikuti para atlet yang menderita kelumpuhan otak atau mengalami amputasi. Para atlet C1 memiliki keterbatasan yang lebih banyak sementara atlet C5 hanya memenuhi kriteria cacat yang sangat minim.

7. Bersepeda

Cabang olahraga berkuda di Paralimpiade hanya terdiri dari kompetisi dressage, dengan pengendara dibagi menjadi lima kelas tergantung pada sifat dan tingkat gangguan disabilitas. Semua atlet bersaing bersama, termasuk penyandang disabilitas fisik dan penglihatan, serta pria dan wanita, dengan tingkat kesulitan tes yang mereka lakukan relatif terhadap nilai mereka.

Semua atlet penyandang cacat bisa ambil bagian dalam nomor berkuda yang dibagi dalam lima tingkatan.

Tingkat Ia: Para atlet yang menyandang gangguan berat pada tungkai dan kontrol pinggang yang buruk. Mereka biasanya menggunakan kursi roda dalam kehidupan sehari-hari.

Tingkat Ib: Para atlet berkuda yang fungsi kontrol pinggangnya mulai menurun dan kondisi tungkai atas yang sangat minim serta kondisi tungkai bawah yang buruk. Beberapa dari atlet ini menggunakan kursi roda.

Tingkat II: Atlet dalam katagori ini memiliki fungsi kedua tungkai bawah yang buruk namun memiliki keseimbangan pinggang yang baik. Kondisi lain adalah fungsi tungkai atas dan bawah yang sedikit terganggu. Beberapa dari mereka sehari-hari menggunakan kursi roda.

Tingkat III: Di katagori ini para atlet bisa berjalan tanpa bantuan namun memiliki gangguan di kedua tangan atau tak memiliki tangan. Atlet yang memiliki gangguan di keempat tungkainya juga masuk bersama para atlet berkuda tuna netra dan atlet yang memiliki masalah tinggi badan.

Tingkat IV: Para atlet yang mampu berjalan sendiri namun memiliki masalah penglihatan, berkurangnya kemampuan gerak atau menurunnya kekuatan otot serta fungsi tangan dan kaki yang terganggu.

 

8. Sepak bola

Permainan ini dimainkan menggunakan bola kecil dengan bel di dalamnya yang mengeluarkan suara saat bergerak untuk membantu para pemain dalam gerakan mereka. 

Cabang sepakbola dimainkan dengan lima atlet yang memiliki gangguan penglihatan di setiap timnya. Sementara itu sepakbola dengan tujuh pemain di masing-masing tim diperuntukkan bagi para atlet dengan gangguan saraf motorik yang menghambat koordinias gerakan atau celebral palsy.

Dalam tim berisi lima pemain, mereka harus mengenakan penutup mata kecuali penjaga gawang. Namun penjaga gawang tidak boleh meninggalkan daerahnya. Aturan offside juga ditiadakan.

Sedangkan dalam cabang sepakbola dengan tujuh pemain, terdiri dari para atlet katagori C5, C6, C7, dan C8. Penentuan pemain sangat tergantung kemampuan mengontrol bola dan masalah kordinasi tubuh saat berlari.

Semua katagori cabang sepakbola terdiri atas para atlet yang mampu berdiri sendiri. Sementara di nomor lima pemain diisi para atlet yang setidaknya secara fisik mampu bermain.

Dalam setiap pertandingan setidaknya ada satu atlet katagori C5 atau C5 dan setiap tim tak diperkenankan menggunakan lebih dari dua pemain katagori C8 di lapangan.

9. Bola gawang

Olahraga ini hanya diperuntukkan bagi atlet tunanetra dengan aturan khusus maka cabang ini tak memerlukan klasifikasi.

Para pemain mengenakan penutup mata untuk memastikan apakah seseorang terganggu penglihatan atau buta total supaya bisa berkompetisi secara adil. Penutup mata akan diperiksa selama pertandingan berlangsung.

Bola yang digunakan dilengkapi lonceng di dalamnya untuk mengarahkan para pemain dan sebagai akibatnya maka permainan ini dimainkan dalam keheningan.

10. Judo

Judo di Paralimpiade hanya terbuka untuk atlet dengan gangguan penglihatan. Setiap kompetisi didasarkan pada divisi berat dan atlet memulai setiap pertarungan dengan mencengkeram. Atlet B1 memiliki gangguan paling parah dan mengenakan lingkaran merah di seragam mereka sementara atlet dengan gangguan pendengaran mengenakan lingkaran biru di lengan baju mereka.

 

Infografis Indonesia di Olimpiade Tokyo 2020

Infografis Indonesia di Olimpiade Tokyo 2020
Infografis Indonesia di Olimpiade Tokyo 2020. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya