FeminisThemis Academy Dorong Keadilan Sosial Bagi Perempuan Tuli

Hari Lahir Pancasila yang diperingati pada tanggal 1 Juni mendatang menjadi pengingat bahwa semua warga negara memiliki hak sama untuk mendapatkan keadilan sosial dalam hal kesetaraan, kesejahteraan maupun perlindungan.

oleh Rahil Iliya Gustian diperbarui 04 Jun 2024, 07:57 WIB
Diterbitkan 31 Mei 2024, 17:03 WIB
acara diskusi yang digelar FeminisThemis dan Unilever Indonesia pada Rabu, 29 Mei 2024.
Peringati Hari Lahir Pancasila, FeminisThemis, Komisi Nasional Disabilitas RI, dan Unilever Indonesia Perluas Akses Informasi bagi Perempuan Tuli.

Liputan6.com, Jakarta Hari Lahir Pancasila yang diperingati pada tanggal 1 Juni mendatang menjadi pengingat bahwa semua warga negara memiliki hak yang sama untuk mendapatkan keadilan sosial dalam hal kesetaraan, kesejahteraan dan perlindungan.

Nyatanya banyak terjadi ketimpangan sosial, khususnya bagi mereka yang memiliki disabilitas seperti perempuan Tuli. Mereka masih menghadapi diskriminasi dan ketidakadilan bahkan hingga berbagai bentuk kekerasan.

Fakta ini melatarbelakangi FeminisThemis dan Unilever Indonesia berkolaborasi menggelar program “FeminisThemis Academy” yang merupakan forum edukasi bagi perempuan Tuli.

Menandai peluncuran program, digelar diskusi bertajuk “Pancasila dan Keadilan Sosial Bagi Perempuan Tuli ” untuk mendorong kolaborasi dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan isu keadilan sosial bagi perempuan Tuli

Nissi Taruli Felicia, Co-Founder FeminisThemis, menyebutkan bahwa keadilan sosial adalah hak yang perlu dipenuhi bagi setiap individu, termasuk penyandang  disabilitas Tuli .

"Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia itu merupakan bagian hak yang perlu dipenuhi. Seperti contohnya kita harus menyesuaikan kebutuhan pada setiap individu termasuk juga komunitas tuli," ujar Nissi dalam acara diskusi yang digelar FeminisThemis dan Unilever Indonesia pada Rabu, 29 Mei 2024.

Head of Communication dan Chair of Equity, Diversity and Inclusion Board, Unilever Indonesia, Kristy Nelwan mengatakan bahwa kolaborasi Unilever Indonesia dengan FeminisThemis berlandaskan pada misi bersama untuk mewujudkan masyarakat yang lebih adil, beragam, dan inklusif.

Perempuan atau Laki-laki yang Tuli atau semuanya, punya hak untuk mendapatkan kebutuhan mereka. Selain itu jangan lupa juga bahwa teman-teman penyandang disabilitas adalah bagian dari masyarakat,” ungkap Kristy.

 

 

 

FeminisThemis Academy 2024 Bertujuan Meningkatkan Literasi Kesadaran Diri dan Kesetaraan Gender

acara diskusi yang digelar FeminisThemis dan Unilever Indonesia pada Rabu, 29 Mei 2024.
Peringati Hari Lahir Pancasila, FeminisThemis, Komisi Nasional Disabilitas RI, dan Unilever Indonesia Perluas Akses Informasi bagi Perempuan Tuli.

”FeminisThemis Academy” hadir sebagai forum edukasi yang bertujuan meningkatkan literasi kesadaran diri dan kesetaraan gender untuk mencegah kekerasan seksual yang kerap menimpa perempuan Tuli.

Program yang diselenggarakan kedua kali ini didukung penuh oleh Unilever indonesia dan Komisi Nasional Disabilitas RI dengan harapan perempuan Tuli mendapatkan hak mengakses informasi terkait kekerasan seksual, hak kesehatan seksual dan reproduksi.

“FeminisThemis Academy 2024” akan berlangsung selama Juni hingga September secara hybrid , dan ditutup pada Hari Bahasa Isyarat Internasional yang diperingati setiap 23 September.

Program ini terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan, yakni Training of Trainers untuk fasilitator Tuli, workshop offline di tiga kota (Bandung, Malang, dan Yogyakarta), serta rangkaian webinar.

Tantangan yang Dialami Oleh Perempuan Tuli dalam Menjalankan Aktivitas Sehari-hari

acara diskusi yang digelar FeminisThemis dan Unilever Indonesia pada Rabu, 29 Mei 2024.
Peringati Hari Lahir Pancasila, FeminisThemis, Komisi Nasional Disabilitas RI, dan Unilever Indonesia Perluas Akses Informasi bagi Perempuan Tuli.

Nissi menyebutkan tantangan yang dialami oleh kebanyakan orang yang memiliki disabilitas Tuli terutama perempuan Tuli terkait dengan menyampaikan bahasa isyarat yang belum dicapai dan bebas dari diskriminasi.

“Ada stigma dan stereotip yang berkembang di masyarakat yang masih awam, mereka cenderung takut akan keberadaan penyandang disabilitas Tuli. Ini perspektif yang berdampak sehingga diskriminasi tetap terjadi,” jelas Nissi.

Dalam upaya menghadapi tantangan tersebut, dukungan untuk menyampaikan bahasa isyarat itu penting untuk dikenalkan, diajarkan, dan diterapkan di setiap sektor kehidupan.

Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan yang hadir dalam diskusi, menyampaikan bahwa situasi saat ini, perlu adanya keterlibatan seluruh pihak dalam mewariskan hak-hak perempuan tuli.

“Diperlukan adanya keterlibatan seluruh pihak mulai dari pemerintah, masyarakat, komunitas, bahkan keluarga juga harus terlibat,” ujarnya.

Dukungan dari seluruh pihak sangat dibutuhkan agar mereka bisa hidup di lingkungan yang berkeadilan sosial, aman dan inklusif.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya