Liputan6.com, Jakarta Seperti koin, segala sesuatu memiliki dua sisi yang berlawanan. Begitu juga fesyen dengan segala kegemerlapannya menyimpan sisi gelap yang memiris hati. Dunia fesyen erat dengan kesan mewah dan gemerlap, tetapi di balik itu ada kisah pilu yakni perbudakan para pekerja industri fesyen.
Para buruh yang diperkerjakan untuk membuat pakaian seringkali harus bekerja secara tidak manusiawi. Waktu kerja mereka sangat panjang, jarang mendapat waktu libur, dan bergaji sangat kecil. Itulah mengapa bekerja di pabrik pakaian masih erat dikaitkan dengan perbudakan.
Baca Juga
Belum lama ini, seorang fotografer bernama Claudio Montesalo Casillas berkesempatan melihat pabrik yang berlokasi di Keraniganj, Dhaka, Bangladesh. Ia memotret kehidupan di pabrik tersebut yang menunjukkan bagaimana tidak manusiawinya kehidupan pekerja yang masih di bawah umur di sana. Mereka harus bekerja keras setiap hari dan hanya mendapat libur setengah hari dalam seminggu.
Advertisement
Merek lokal dan terkemuka
Merek lokal dan terkemuka
Dikutip dari Dailymail, Rabu (2/12/2015), pabrik itu tak hanya membuat pakaian lokal untuk India, tetapi juga merek-merek terkemuka. Mereka bekerja untuk menjahit serta memasang label, payet, dan bordir ke pakaian tersebut dan hanya dibayar sekitar 6,5 Pound Sterling atau sekitar Rp 134.000 per bulan.
Pabrik itu memiliki sebuah ruangan dengan 15 mesin jahit. Seringkali pabrik tidak memiliki pintu keluar darurat, pelajaran keselamatan kebakaran, dan alat pemadam. Padahal sistem kelistrikan di pabrik terlihat tidak baik.
Tak hanya di negara berkembang, di negara-negara maju pun berbudakan masih terjadi. Misalnya salah satu merek terkenal di Jepang masih memperkerjakan buruh pabrik mereka dengan tidak manusiawi. Mereka harus bekerja 18 jam setiap harinya dengan bayaran yang kecil. Sebagian pekerjanya bahkan masih di bawah umur, yakni berusia sekitar 14 tahun.
Dailymail menyebutkan, buruh pakaian di Amerika Selatan juga diperlakukan tidak manusiawi. Mereka harus bekerja 16 jam per hari tanpa libur. Mereka hanya dibayar sekitar 157 Dollar Amerika atau Rp 2.161.000 per bulan.
Advertisement