Akhir Kepemimpinan si Cantik Yingluck

Perdana Menteri Thailand Yingluck Shinawatra akhirnya menelan pil pahit kekalahan. Mahkamah Konstitusi memutus Yingluck harus mundur.

oleh Liputan6 diperbarui 08 Mei 2014, 01:10 WIB
Diterbitkan 08 Mei 2014, 01:10 WIB
Yingluck Shinawatra
Yingluck Shinawatra (REUTERS/Damir Sagolj)

Liputan6.com, Bangkok - Oleh: Rizky Gunawan, Tanti Yulianingsih, Ellin Yunita Kristianti

Ribuan pendemo mengepung kompleks Kementerian Keuangan dalam protes yang mewacanakan penggulingan pemerintah dan mengakhiri apa yang dianggap sebagai pengaruh lanjutan perdana menteri terguling, Thaksin Shinawatra.

Sudah 2 hari ini, para pengunjuk rasa memenuhi jalanan ibukota Thailand, Bangkok. Di tengah ketegangan antarkubu politik di Negeri Gajah Putih itu, massa penentang pemerintah Perdana Menteri Yingluck Shinawatra, kembali berkumpul di Bangkok, hari ini. Jumlahnya diperkirakan mencapai 30 ribu orang.

Demo juga menyebar ke 13 lokasi di seluruh Bangkok, melumpuhkan lalu lintas, membuat warga dan turis khawatir terjadi kerusuhan.

Para pengunjuk rasa hari ini berbaris mendemo 12 gedung, termasuk markas militer Royal Thai Army dan mendorong PNS ikut berdemo. "Kami akan melakukan protes damai, meniup peluit dan membagikan bunga," kata Suthep Thaugsuban, mantan deputi perdana menteri dalam pemerintahan Demokrat yang kini menjadi pimpinan demo.

Kepala Dewan Keamanan Nasional Thailand Paradorn Pattanathabutr mengatakan, 180 orang turun ke jalan Minggu kemarin, jauh dari perkiraan pemerintah yakni 100 ribu. Itu adalah protes politik yang paling signifikan di Thailand sejak unjuk rasa berdarah pada 2010.

Analis dari Chulalongkorn University, Thitinan Pongsudhirak menilai, saat itu merupakan pekan yang genting bagi pemerintah Thailnd. "Pilihan sangat terbatas bagi pemerintah," kata dia.

Puluhan ribu demonstran juga menduduki jalanan Kota Bangkok sehari sebelumnya. Senada dengan Senat, mereka menolak RUU kontroversial. Apalagi, amnesti dimaksudkan untuk mereka yang melakukan pelanggaran selama dan setelah kudeta Thailand tahun 2006, yang melengserkan Thaksin.

Itulah saat-saat mulainya ketegangan politik di Thailand, tepatnya dua pekan pertama November 2013. Gejolak itu hampir berbarengan dengan bencana topan Haiyan yang memorak-porandakan Filipina yang menelan lebih dari 10.000 korban jiwa itu.

Kontroversi RUU Amnesti Politik yang didukung pemerintah disebut-sebut sebagai pemicu memanasnya Thailand. Oposisi menilai, legislasi itu sebagai kedok guna memberi peluang Thaksin yang tak lain adalah kakak kandung PM Yingluck Shinawatra saat ini. Peluang kembalinya Thaksin ke Thailand tanpa menjalani hukuman kasus korupsi.

RUU tersebut ditolak di Senat. Senat khawatir ada udang di balik batu, untuk memulangkan mantan PM Thaksin yang kini hidup di pengasingan. Yingluck memang berjanji untuk menghormati apapun keputusan Senat. Namun apa mau dikata, semua dari 141 senator yang hadir memilih menentang RUU, yang sebelumnya telah disetujui dengan suara bulat oleh majelis rendah parlemen pada 1 November 2013.

"Senat menolak RUU tersebut untuk dipertimbangkan," kata deputi juru bicara Senat, Surachai Lengboonlertchai, seperti dikutip dari BBC, Selasa 12 Oktober 2013.

RUU tersebut diajukan oleh partai berkuasa, Pheu Thai. Sementara, pemerintahan perdana menteri berparas cantik itu mengatakan, RUU tersebut adalah langkah penting menuju proses rekonsiliasi.

Definisi luas amnesti bagi pelanggaran terkait politik akan termasuk orang-orang yang menembaki demonstran pada tahun 2010, serta Thaksin sendiri yang lari ke luar negeri sejak dituduh korupsi.

Kritik terhadap RUU dipimpin oposisi, Partai Demokrat. Mereka berpendapat aturan baru diusulkan untuk memfasilitasi kepulangan Thaksin, tanpa keharusan menjalani hukuman penjara. Juga dituding membuka peluang bagi para pelanggar HAM tak menerima hukuman.

Meski pihak pemerintah tak lagi memperjuangkannya, RUU tersebut sudah terlanjur memicu protes jalanan, memicu kembali perpecahan politik, dan meningkatkan momok kekacauan politik baru di negara Asia Tenggara itu.

Desakan mundur kepada Yingluck terus digulirkan. Namun Yingluck menolak menyerahkan jabatannya. "Saya tak punya niat untuk mundur atau membubarkan DPR," kata Yingluck seperti dikutip dari Aljazeera, Senin 25 November 2013 lalu.

"Kabinet masih berfungsi meski menghadapi sejumlah kesulitan. Masing-masing pihak telah menunjukkan tujuan politik mereka. Sekarang saatnya saling berhadapan dan bicara untuk menemukan cara yang damai demi negara," lanjut Yingluck

Di sisi lain, Thaksin yang menang dalam Pemilu 2001 dan terguling pada 2005, tetap dianggap pahlawan di kalangan masyarakat miskin. Suara kaum miskin ini membantu kemenangan Yingluck. Namun, skandal korupsi terus menggerus popularitasnya di kalangan kelas menengah Bangkok.

Thaksin adalah figur polarisasi dalam perpolitikan Negeri Gajah Putih. Ia menerima dukungan besar dari masyarakat pedesaan yang miskin. Namun sebaliknya ditentang kuat sektor lain dalam masyarakat menengah.

Di Thailand, memang tak ada sosok sekontras Thaksin. Di satu sisi, dia adalah gantungan harapan kaum miskin, di sisi berbeda ia politisi korup. Thaksin berasal dari daerah selatan Thailand. Dia memulai karirnya sebagai mantan polisi, yang lalu membuat dia punya pengaruh besar di jajaran elite kepolisian.

Peneliti Institute of Southeast Asian Studies, Pavin Chachavalpong menerangkan kepada VOA, massa pembelanya bukannya tak tahu Thaksin adalah juga seorang politisi korup. Tapi mereka mengabaikannya.

"Toh tak ada seorang pun di Thailand yang bersih. Begitu banyak politisi korup. Bedanya, setidaknya Thaksin mengembalikannya ke rakyat." Thaksin adalah Robin Hood mereka.

Pada 9 Desember 2013, lebih dari seratus anggota senat mengundurkan diri. Mereka dari partai oposisi Thailand. "153 Anggota parlemen dari oposisi utama Partai Demokrat, yang tertua di Thailand mengundurkan diri," demikian dilansir BBC yang dimuat Senin 9 Desember 2013.

"Kami memutuskan untuk berhenti sebagai anggota parlemen untuk berbaris dengan rakyat melawan rezim Thaksin," kata salah satu anggota parlemen Partai Demokrat Sirichok Sopha, dalam sambutannya yang disiarkan televisi lokal setempat.

Percepatan Pemilu

Ketegangan sedikit mereda, saat ulang tahun ke-86 Raja Thailand, Bhumibol Adulyadej dirayakan di tengah krisis politik. Bhumibol meminta rakyatnya melaksanakan peran dan kewajibannya. Demi stabilitas dan keamanan negara.

"Semua rakyat Thailand harus menyadari hal ini, berperilaku, menjalankan tugas dan kewajiban demi kepentingan publik, untuk stabilitas dan keamanan negara kita," kata Sang Raja, seperti dikutip dari Bangkok Post, Kamis 5 November 2013. Ia pun berharap semua rakyat berbahagia.

Ribuan orang menggunakan atribut serba kuning, simbol Raja, memadati Phetkasem Road, yang berada di dekati istana raja di Hua Hin. Demi melihat langsung pemimpinnya. Sejumlah orang tak bisa menahan emosinya, menangis haru, saat Sang Raja melintas di tengan seruan 'Semoga raja panjang umur'. Anggota militer melepas 21 tembakan salvo ke udara sebagai penghormatan.

Titah sang raja tampaknya hanya diindahkan sesaat. Thailand kembali memanas. Di tengah situasi politik di Thailand yang masih panas, mantan Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva secara resmi didakwa kasus pembunuhan terkait pembubaran demonstran pada 2010, yang menewaskan lebih dari 90 orang.

Abhisit, yang mengetuai kelompok oposisi, Partai Demokrat membantah dakwaan itu dan mendapatkan jaminan. Surat dakwaan dikeluarkan bertepatan dengan berlangsungnya protes terhadap Perdana Menteri Yingluck Shinawatra yang tak kunjung usai. Bahkan hari ini pengunjuk rasa sempat masuk Government House, tempat pemerintah berkantor.

Sementara, pemimpin protes, Suthep Thaugsuban, yang menjadi deputi perdana menteri di masa Abhisit pada 2010, juga dikenai dakwaan. Namun, ia meminta pengadilan menunda sidang pembacaan dakwaannya.

22 Desember 2013, Partai Demokrat memboikot Pemilu Thailand. Partai Yingluck kembali didesak turun dari jabatannya. Namun ia menolaknya dan mengambil keputusan untuk menggelar pemilu lebih cepat, yang jatuh pada 2 Februari 2014 sebagai upaya meredakan ketegangan.

Namun pihak oposisi tetap tidak puas. Mereka tetap ingin Yingluck mengundurkan diri. Alhasil, Partai Demokrat Thailand sebagai partai oposisi menyatakan memboikot Pemilu 2014. Ketua Umum Partai Demokrat Abhisit Vejjajiva mengatakan, pihaknya tidak akan ikut Pemilu 2014. Tidak ada satu pun kader partainya yang mencalonkan diri.

"Karena politik Thailand sekarang tetap berada dalam kegagalan," tegasnya, seperti dimuat Bangkok Post, Minggu 22 Desember 2013.

Sebagai partai oposisi, Demokrat mempunyai kekuatan yang cukup besar di parlemen. Sebab jumlah anggota Dewan dari Demokrat jumlahnya banyak. Jadi, menurut Abhisit, pihaknya bisa sukses memboikot pemilu.

Sementara Pemerintah Thailand menolak seruan untuk menunda pemilu pada Februari di tengah meningkatnya kekerasan. Komisi pemilihan mendesak penundaan pemilihan umum, dengan alasan keamanan untuk para calon yang akan melakukan kampanye.

Namun seperti dikutip laman BBC, para pejabat pemerintah Thailand mengatakan, parlemen telah dibubarkan sehingga tidak ada alasan legal untuk penundaan. Sementara Para pengunjuk rasa menuntut pemerintah mundur dan diganti dengan 'dewan rakyat'.

Dalam pidato di sebuah televisi, wakil Perdana Menteri Phongthep Thepkanjana menolak seruan komisi pemilu tersebut. "Komisi Pemilu mengatakan menyelenggarakan pemilu akan menimbulkan kekekerasan, namun pemerintah percaya penundaan akan menyebabkan meningkatnya kekerasan," kata Phongthep.

Pada 28 Desember 2013, insiden berdarah terulang kembali. Seorang demonstran di Thailand tewas ditembak pria bersenjata misterius, di tengah melancarkan aksi demonstrasi anti-pemerintah, Sabtu pagi waktu setempat. Beberapa demonstran lainnya pun terluka.

Demonstrasi digelar di dekat kantor pemerintah Bangkok, untuk memprotes dan mendesak Yingluck mundur dari jabatannya. Yingluck dinilai mencoba melindungi kakaknya, mantan PM Thaksin Shinawatra dari kasus korupsi. Tewasnya pendemo ini, menambah belasan korban jiwa lainnya sejak awal November demonstrasi digelar.

Bangkok `Shutdown`

Dalam rangka mencegah terjadinya aksi anarkis dari para demonstran, sekitar 15.000 polisi dan tentara dikerahkan di ibukota Thailand dua pekan awal Januari 2014.

"Pemerintah mengerahkan 14.880 polisi dan tentara untuk mengendalikan massa. Tujuan kami adalah untuk mencegah kekerasan atau bentrokan," ucap juru bicara kepolisian nasional Piya Uthayo dalam siaran televisi, seperti dilansir Channel News Asia, Kamis 9 Januari 2014.

Yingluck menyebut akan digelar pemilu pada Februari, menyusul protes besar-besaran dari pihak oposisi. Namun demonstran telah bersumpah untuk memblokir momen pemungutan suara, yang mereka khawatirkan hanya akan memperpanjang dominasi politik keluarga miliarder PM berparas cantik itu.

Para pengunjuk rasa menduduki ibukota pada pada 13 Januari, sampai mereka memenangkan pertempuran mereka untuk menggulingkan pemerintah. Mereka menyiapkan base camp di sekitar kota, guna mencegah pejabat untuk bekerja dan memotong saluran listrik serta air untuk bangunan negara.

Saham Thailand dan mata uang baht telah jatuh tajam di tengah kekhawatiran krisis mendalam, yang juga menakut-nakuti wisatawan asing. Padahal mereka adalah investasi internasional. Aksi massa itu juga membuat pemerintah kota Bangkok memerintahkan 146 sekolah ditutup sejak Senin 6 Januari silam karena dilakukan shutdown.

Para pejabat mengatakan pemerintah siap mengumumkan keadaan darurat jika diperlukan untuk menangani kerusuhan apapun, berikut beberapa wabah kekerasan jalanan, di mana 8 orang termasuk seorang polisi tewas dan ratusan orang terluka.

Perselisihan ini adalah yang terburuk sejak tahun 2010, ketika lebih dari 90 orang tewas dalam tindakan keras militer terhadap protes pro-Thaksin di bawah pemerintahan Yingluck. Menurut kritikus setempat, para pengunjuk rasa ingin memprovokasi bentrokan baru, dengan harapan memicu kudeta militer. Mereka akan berdalih memulihkan ketertiban.

Korban kembali jatuh saat demonstran anti-Pemerintah Thailand Selasa 1 April 2014. Kali ini, korban tewas tertembak. "Empat lainnya terluka pada demo hari Selasa," kata seorang pejabat layanan darurat, seperti dilansir dari Breaking News Reuters, Selasa 1 April 2014.

Hal itu dbenarkan oleh pihak Erawan Medical Center, rumah sakit yang memonitor korban. "Satu orang telah meninggal dan empat lainnya luka-luka dalam insiden di dekat Bangkok utara," jelas pihak RS itu. Namun seorang korban luka lainnya tak disebutkan dirawat di mana.

Pejabat tersebut menguraikan, tiba-tiba saja ada sekelompok pria bersenjata tak dikenal menembaki orang-orang yang sedang protes di Bangkok. Korban tewas ini merupakan yang pertama dalam konflik politik Thailand beberapa pekan terakhir. Korban tewas ini merupakan yang ke-24 dari kalangan pengunjuk rasa, yang turun ke jalan sejak November 2013, dalam upaya memaksa Yingluck lengser.

Pemilu Kacau Balau

Situasi Bangkok makin memanas dalam beberapa hari terakhir, menyusul kampanye 'shutdown' atau membuat ibukota Thailand lumpuh, yang dilakukan massa anti-pemerintah. Kekerasan demi kekerasan terjadi, belakangan bahkan mengincar tempat tinggal mantan Perdana Menteri Thailand sekaligus pemimpin Partai Demokrat  Abhisit Vejjajiva di Sukhumvit Soi 31.

Bom dilempar sesaat sebelum Selasa tengah malam. Untung, tak ada satu pun yang terluka. Seperti dikabarkan Bangkok Post, Rabu 15 Januari 2014, ledakan merusak atap rumah dan memecahkan kaca-kaca jendela rumah megah yang kepemilikannya atas nama ayah Abhisit, Athasit, yang tinggal bersama keluarga anaknya di rumah itu.

Abhisit dan keluarganya tidak berada dalam rumah itu saat kejadian. Empat tersangka telah ditahan, salah satunya adalah perempuan, yang kemudian dibebaskan karena tak ada bukti terkait dengan kejadian pemboman.

Di tempat terpisah, dua orang yang diyakini petugas keamanan massa anti-pemerintah, Komite Reformasi Rakyat Demokratik atau People's Democratic Reform Committee (PDRC), terluka dalam insiden penembakan di dekat Jembatan Hua Chang di Distrik Ratchathewi.

Insiden terjadi sekitar tengah malam. Saksi mata mengatakan, tembakan berasal dari gedung yang ada di sekitar area yang digunakan sebagai lokasi demo massa anti-pemerintah. Tak cuma itu, di Nang Loeng, sebuah bus yang berasal dari Provinsi Phatthalung dibakar Rabu ini, sekitar pukul 01.47 waktu setempat. Tak ada korban dalam insiden itu.  

Kekacauan berlanjut dalam pelaksanaan Pemilu Thailand. Laman CNN bahkan menulis pemilu Thailand berubah menjadi ketidakpastian, setelah kekacauan menghentikan pemilihan di sejumlah wilayah.

Laman CNN, Minggu 2 Februari 2014 memberitakan telah terjadi insiden di 92 dari 375 wilayah pemilihan. Memang, kelompok penentang Yingluck berunjuk rasa memblokir tempat-tempat pemungutan suara. Mereka menilai pemilu kali ini sebagai akal-akalan pemerintah.

Sementara, laman Bangkok Post memberitakan pemilihan di 9 dari 14 provinsi di Thailand bagian selatan dibatalkan. Sembilan provinsi yang membatalkan pemilihan itu adalah Songkhla, Trang, Phatthalung, Phuket, Surat Thani, Ranong, Krabi, Chumphon, dan Phangnga.

Sembilan provinsi itu tidak memiliki kandidat, tidak terdapat kertas suara partai. Dan bahkan menurut Sekjen Komisi Pemilihan Thailand Puchong Nuttrawong mengatakan di 9 provinsi itu tidak ada petugas di tempat pemungutan suara.

Proses pemilihan berlangsung di 4 dari 9 wilayah pemilihan Provinsi Nakhon Si Thammarat. Tempat-tempat pemungutan suara di Satun, Yala, Narathiwat, dan Pattana, dibuka. Namun masyarakat di sana tidak bisa memberikan suaranya untuk memilih kandidat dari partai karena tidak ada surat suara. Sementara di Prachuap Khiri Khan sebagian besar TPS dibuka.

Sementara di Bangkok, sebagian besar TPS di Distrik Ratchathewi, Din Daeng, dan Lak Si, terpaksa ditutup. Sejumlah TPS di wilayah Distrik Bang Kapi dan Bung Kum juga ditutup karena tidak ada petugas pemilihan yang berjaga.

Hanya sejumlah TPS di Distrik Lak Si dibuka untuk proses pemilihan. Padahal di Lak Si, terjadi insiden saling tembak antara pendukung dan penentang Perdana Menteri Yingluck Shinawatra. 6 orang terluka akibat insiden Sabtu sore kemarin.

Sedangkan seluruh TPS di Thailand bagian utara dan timur laut bisa dibuka. Sementara 122 dari 127 TPS di Thailand bagian tengah dan timur. Komisi Pemilihan Thailand akan menggelar pemilihan lagi di tempat-tempat yang hari ini gagal melaksanakan pemilu. Pemilihan susulan itu dijadwalkan berlangsung 23 Februari.

Bangkok Post juga memberitakan 9 orang terluka, 2 di antaranya dalam kondisi kritis, dalam 3 kerusuhan yang terjadi jelang pelaksanaan pemungutan suara. Kebanyakan dari para korban itu ditemukan setelah terjadi baku tembak di Lak Si pada Sabtu kemarin.

Pengunjuk rasa antipemerintah Thailand memblokade berbagai kantor sebagai upaya mengganggu pelaksanaan pemilu yang digelar Minggu 2 Februari 2014 itu. Seperti dilansir BBC, Sabtu 1 Februari 2014, mereka mengepung sejumlah kantor di Ibukota Bangkok dan juga di Thailand Selatan untuk mencegah petugas menyalurkan kertas pemungutan suara ke tempat-tempat pemungutan suara. Sebagian dari mereka juga menduduki beberapa bundaran jalan utama di Bangkok.

Akhir Pergolakan

Jumat 21 Februari, ribuan petani berkonvoi menggunakan traktor dan kendaraan pertanian lainnya menuju Kota Bangkok, Thailand. Mereka menuntut Yingluck membayar subsidi beras yang dijanjikan kepada petani.

Selama beberapa bulan terakhir, para petani belum mendapat bayaran atas beras yang dijual ke pemerintah terkait skema subsidi yang jadi andalan saat kampanye PM Yingluck dulu.

Unjuk rasa ini menambah tekanan kepada Yingluck yang telah berbulan-bulan dirongrong oposisi untuk meninggalkan jabatannya. Padahal, kalangan petani dikenal sebagai basis pendukung keluarga Shinawatra.

Sementara itu, pengunjuk rasa anti-pemerintah juga masih terus berunjuk rasa di sekitar kantor-kantor perusahaan milik keluarga Shinawatra. Tuntutan mereka tetap agar Yingluck segera mundur dari jabatannya.

Upaya pelengseran rakyat Thailand akhirnya mulai menunjukkan hasil. Yingluck akhirnya menjalani sidang di Pengadilan Konstitusi atas tuduhan penyalahgunaan kekuasaan. Jika terbukti bersalah, pemimpin berparas cantik ini bakal dicopot dari jabatannya.

Dalam persidangan yang dikawal ketat ratusan polisi tersebut, Yingluck menegaskan tuduhan tersebut tak benar. Dia menyatakan tidak melakukan pelanggaran apa pun dan tidak menerima keuntungan dari janji jabatan yang ditudingkan kepadanya.

"Tuduhan itu tak benar. Saya tak melanggar hukum. Saya tak menerima keuntungan apa pun dari janji tersebut," ujar Yingluck, seperti dimuat BBC, Selasa 6 Mei 2014.

Pada kasus ini, Yingluck digugat atas dugaan penyalahgunaan kekuasaan. Keputusannya untuk memecat Thawil Pliensri dari kursi Dewan Keamanan Nasional Thailand pada 2011 dinilai menguntungkan partainya, Puea Thai.

Selain kasus dugaan penyalahgunaan kekuasaan, Yingluck juga dijerat kasus korupsi. Komisi Anti-Korupsi Nasional Thailand (NACC) tengah mengusut kasus korupsi subsidi beras nasional yang diduga melibatkan sang perdana menteri.

Jika Yingluck terbukti bersalah atas kasus korupsi tersebut, maka jabatannya langsung dicabut dan dilarang berpolitik selama 5 tahun. Selain itu, partai dan sekutunya juga mesti hengkang dari pemerintahan.

Selang sehari, Yingluck akhirnya dilengserkan dari jabatannya. Mahkamah Konstitusi (MK) Thailand memutuskan bahwa Yingluck wajib mengundurkan diri dari jabatannya atas kasus penyalahgunaan kekuasaan.

"Jabatan perdana menterinya kami putuskan berakhir. Yingluck tidak bisa lagi bertindak sebagai pemimpin negara ini," kata hakim konstitusi. Selain itu, hakim juga memutuskan 9 menteri kabinet pemerintahan Yingluck untuk mundur. Demikian dimuat BBC, Rabu 7 Mei 2014.

Wakil PM Phongthep Thepkanjana yang mewakili anggota kabinet Yingluck yang tersisa menyatakan, pihaknya menunjuk Menteri Perdagangan Niwattumrong Boonsongpaisan untuk menggantikan Yingluck.

"Kabinet sepakat mengangkat Niwattumrong Boonsongpaisan sebagai pejabat perdana menteri sementara," ujar Phongthep, seperti dimuat BBC, Rabu 7 Mei 2014.

Sama seperti kakaknya, Thaksin Shinawatra, Yingluck juga dilengserkan dari posisi perdana menteri. Perbedaannya, Yingluck dimakzulkan MK, sedangkan Thaksin digulingkan militer.

Thaksin mulai menjabat PM Thailand sejak 9 Februari 2001. Semasa pemerintahannya, mantan polisi itu beberapa kali didemo. Aksi protes memuncak setelah mantan pemilik Manchester City itu menjual saham perusahaan Shin Corp oleh Phantongtae -- anak Thaksin -- kepada perusahaan asal Singapura, Temasek Holdings.

Langkah itu dinilai menyalahgunakan kekuasaan dengan menjual Shin Corp yang merupakan aset bangsa kepada perusahaan asing. Selain itu, Thaksin juga dituduh telah menyelewengkan anggaran negara. Seperti Yingluck, Thaksin juga mencoba menggelar pemilu demi meredakan ketegangan. Tapi pihak demonstran menolak, tidak ada pemilu, Thaksin harus mundur.

Pada 19 September 2006, ketika Thaksin tengah menghadiri Sidang Umum PBB di New York, Amerika Serikat, pihak militer Thailand yang dipimpin Panglima Angkatan Darat Thailand, Jenderal Sonthi Boonyaratkalin, beraksi. Militer menguasai Bangkok.

Sekitar 50 tentara menuju kantor Perdana Menteri dan memerintahkan sekitar 220 polisi di kompleks itu untuk meletakkan senjata mereka. Keesokan harinya, aparat militer menggunakan tank ikut mengepung.

Thaksin tak kembali dan bersembunyi di Inggris. Seluruh asetnya di Thailand disita. Ia sempat kembali ke Thailand pada 2007. Namun ia kemudian pergi kembali dan menetap di Dubai demi menghindari vonis hukuman seumur hidup atas kasus korupsi.

Keputusan MK belum berakhir, pendukung Yingluck tidak terima. Mereka kabarnya akan mendemo menyusul keputusan MK Thailand pekan ini. (Ans)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya