ASEAN Prihatin Konflik Laut China Selatan Tak Kunjung Reda

Menlu Indonesia Marty Natalegawa mengatakan, pembahasan pertemuan para menlu itu didominasi pertikaian-pertikaian maritim.

oleh Rizki Gunawan diperbarui 11 Mei 2014, 05:00 WIB
Diterbitkan 11 Mei 2014, 05:00 WIB
Menlu Marty Serukan Stabilitas Dunia Tanpa Senjata Nuklir
Menlu RI Marty Natalegawa menyerukan tentang perlunya dunia yang damai dan stabil tanpa dihantui oleh ketakutan tentang ancaman perang

Liputan6.com, Jakarta - Para menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) menyatakan cemas atas ketegangan yang meningkat setelah Vietnam dan Filipina siap bentrok dengan China di perairan yang disengketakan. Hal itu diungkapkan sehari menjelang KTT ASEAN di Naypyidaw, Myanmar.

Ketegangan di Laut China Selatan meningkat pekan ini setelah Beijing memindahkan satu anjungan pengebor minyak di perairan yang juga diklaim Hanoi, memicu konflik di mana Vietnam mengatakan kapal-kapalnya diserang. Insiden itu mengundang satu pernyataan keccemasan dari PBB.

Manila, yang meminta pengadilan PBB menetapkan mengenai klaim-klaim China atas sebagian besar laut itu, juga menahan 1 kapal penangkap ikan China di perairan yang disengketakan itu.

Para menlu ASEAN mendesak "semua pihak yang terlibat mengekang diri dan menghindarkan aksi-aksi yang dapat merusak perdamaian dan stabilitas di daerah itu."

Pernyataan itu juga menyerukan negara-negara yang mengklaim untuk "menyelesaikan sengketa-sengketa mereka melalui cara-cara damai tanpa melakukan ancaman atau menggunakan kekuatan militer".

Menlu Indonesia Marty Natalegawa mengatakan, pembahasan pertemuan para menlu itu didominasi pertikaian-pertikaian maritim.

China dan Vietnam yang sempat perang perbatasan tahun 1979, terlibat dalam 1 sengketa perairan dan sering saling konflik diplomatik menyangkut eksplorasi minyak, hak penangkapan ikan dan kepulauan-kepulauan Spratly dan Paracel.

Beijing mengklaim hak kedaulatan atas hampir seluruh Laut China Selatan yang diperkirakan memiliki deposit-deposit besar minyak dan gas. Filipina dan Vietnam adalah pengeritik paling keras terhadap klaim-klaim Tiongkok di antara 10 anggota ASEAN.

Akan tetapi Laut China Selatan juga diklaim sebagian oleh negara-negara ASEAN Bunei Darssalam, Malaysia dan Filipina serta Taiwan.

Natalegawa mengatakan pernyataan ASEAN itu bertujuan "untuk mendukung penyelesaian sengketa-sengketa itu melalui jalan damai".

Menlu Singapura K.Shanmugam mengatakan ASEAN tidak ingin berpihak. Tetapi ia mengakatan jika blok itu tetap bungkam,"Saya kira keinginan kita untuk memainkan peran sentral, keinginan kita untuk bersatu, keinginan kita untuk menjadikan satu kawasan yang damai-- semua ini dan integritas diri ASEAN Saya kita akan hancur".

ASEAN mengalami pukulan berat bagi kredibilitasnya tahun 2012 saat Kamboja memimpin blok itu ketika para menlu gagal mengeluarkan satu pernyataan bersama untuk pertama kali dalam sejarah blok itu karena perbedaan yang dalam mengenai masalah Laut Tiongkok Selatan.

Filipina saat itu menyalahkan Kamboja, sekutu penting China atas kegagalan itu.

Sumber-sumber diplomatik mengatakan pernyataan Sabtu itu mengabaikan referensi pada insiden-insiden khusus demi mencapai konsensus dari semua negara anggota ASEAN.

Menlu Kamboja Hor Namhong mengemukakan kepada wartawan bahwa dalam mengeluarkan satu pernyataan, ASEAN ingin melihat Vietnam, Tiongkok dan negara-negara lainnya menyelesaikan sengketa itu secara damai. (Ant)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya