23-1-1849: Gadis Nekat Jadi Dokter Perempuan Pertama di AS

Gelar dokter tak didapatkan Elizabeth dengan gampang. Ia pernah mendaftar di 12 sekolah kedokteran. Semua ditolak.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 23 Jan 2015, 06:02 WIB
Diterbitkan 23 Jan 2015, 06:02 WIB
Dokter pertama di AS  Elizabeth Blackwell
Dokter pertama di AS Elizabeth Blackwell

Liputan6.com, New York - Pagi yang dingin dan berangin di Geneva, area di barat New York, Amerika Serikat. Namun, tak seperti cuaca yang kelabu, hati perempuan muda itu dipenuhi gelora. Hari itu Elizabeth Blackwell mengalahkan kemustahilan di zamannya.

Pada usianya yang ke-28 tahun, ia menjadi perempuan pertama di AS yang menyelesaikan studi kedokteran dan menerima gelar M.D. Memang, mungkin ada kaum hawa lain yang menjadi dokter sebelumnya. Tapi mereka meraihnya dengan cara menyamar sebagai laki-laki.

Setelah ia menerima ijazahnya, Dekan Sekolah Kedokteran Charles Lee berdiri dari kursinya, membungkuk hormat pada wanita luar biasa itu.

Seperti dikutip dari situs PBS, gelar dokter tak didapatkan Elizabeth dengan gampang. Ia pernah mendaftar di 12 sekolah kedokteran di Charleston, Philadelphia, dan New York. Semua ditolak. Hanya gara-gara jenis kelaminnya. Kala itu hanya pria yang boleh jadi dokter.

Geneva Medical College menjadi harapan terakhirnya. Saat formulir pendaftarannya tiba, hati Dekan Charles Lee diliputi keraguan. Menerima Elizabeth adalah langkah kontroversial.

Maka, sang dekan melakukan polling terhadap 150 mahasiswanya. Satu saja mengatakan 'tidak',  pencalonan Elizabeth Blackwell bakal gugur.

Awalnya para mahasiswa menganggap permintaan itu sebagai lelucon belaka. Beberapa orang -- secara anonim -- memilih 'ya'. Dan ketika Elizabeth datang ke kampus, memakai roknya yang panjang dan lebar -- mereka terkejut bukan kepalang.

Pendidikan dokter formal di Geneva Medical College berlangsung 1,5 tahun. Namun, Elizabeth muda menemukan 'rumah' barunya itu sangat menakutkan.

Ia terlalu pemalu untuk bertanya pada rekan sesama mahasiswa, bahkan pada gurunya. Gadis cerdas itu mengira-ngira sendiri di mana ia bisa membeli buku dan belajar mandiri bahasa pengobatan Abad ke-19 yang 'agak ajaib' itu.

Biasanya di era itu, mahasiswa kedokteran kasar, kerap melontarkan guyonan kasar bahkan ejekan pada dosen. Namun, dengan keberadaan Nona Blackwell dalam keas, mereka semua memasang tampang serius dan kalem -- kali pertama terjadi sepanjang sejarah Geneva Medical College.

Salah satu rintangan terbesar yang dilalui adalah saat mengikuti kelas anatomi reproduksi. Sang dosen, James Webster merasa topik itu tak sesuai untuk perempuan, maka ia meminta Elizabeth meninggalkan ruang perkuliahan. Namun Blackwell menolak pergi. Kemampuan dan ketekunannya menerbitkan rasa hormat dari rekan yang lain.

"Gagasan mendapatkan gelar dokter secara bertahap diasumsikan sebagai aspek dari perjuangan moral yang luar biasa. Dan perjuangan moral memiliki daya tarik besar bagi saya," kata dia.

Rintangan lain dialaminya saat berpraktik sebagai dokter. Tak semua pasien pria mau diperiksa. Para koleganya pun melihatnya dengan pandangan bermusuhan.

Tak gentar, Elizabeth bertahan dan mendapatkan banyak keahlian klinis, khususnya dalam perawatan salah satu penyakit  menular yang paling terkenal, yang menyebar di kalangan kaum papa: demam tifus. Topik yang juga jadi subjek dari tesis doktornya.

Pada  April 1849, Elizabeth menyeberangi Atlantik untuk belajar kedokteran di Paris dan London. Dua bulan kemudian, ia menjalani praktik pascasarjananya di rumah sakit bersalin paling terkenal di Paris, La Maternité. Di sana kemampuannya diakui.

Namun, beberapa bulan kemudian, pada 4 November 1849, saat merawat bayi yang mengalami infeksi di matanya -- mata kiri Elizabeth terkontaminasi penyakit yang sama dan kehilangan kemampuan penglihatannya. Itu yang menghalanginya menjadi dokter bedah.

Ia kemudian belajar di Rumah Sakit St Bartholomew di London. Ironisnya, di sana, Elizabeth diizinkan mempraktekkan semua cabang kedokteran -- kecuali  ginekologi dan pediatrik -- 2 bidang yang justru membuat namanya terkenal.

Saat kembali ke AS pada 1850, ia mulai membuka klinik di New York. Namun, jarang ada pasien yang mau berobat. Tiga tahun kemudian ia mendirikan sebuah apotik untuk kaum miskin di Tompkins Square, Manhattan. Dan lalu di New York.

Lalu, ia kembali melanglang buana ke Eropa. Tertarik pada gerakan reformasi sosial yang didedikasikan pada pemenuhan hak-hak perempuan. Elizabeth juga punya andil pada pembentukan London School of Medicine for Women pada 1874.

Hingga sepuh, ia menjadi dosen ginekologi hingga 1907, saat ia menderita luka serius gara-gara jatuh dari tangga. Tiga tahun kemudian ia meninggal dunia.

Selain perempuan pertama yang jadi dokter di AS, tanggal 23 Januari juga menjadi momentum sejumlah peristiwa penting dunia. Pada 1968, USS Pueblo direbut pasukan Korea Utara, yang mengklaim bahwa kapal tersebut telah memasuki wilayah perairan mereka untuk kegiatan mata-mata.

Sementara 23 Januari 1947 menjadi hari kelahiran Megawati Soekarnoputri, Presiden ke-5 RI sekaligus Ketua Umum PDIP. (Ein/Ado)

Baca juga: Menyamar Sebagai Pria Selama 50 Tahun Demi Jadi Dokter

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya