Dokter di Mesir Dipenjara 2 Tahun Akibat Kasus Sunat Perempuan

Jumlah anak perempuan yang meninggal karena sunat (FGM) tidak diketahui secara pasti.

oleh Liputan6 diperbarui 27 Jan 2015, 06:50 WIB
Diterbitkan 27 Jan 2015, 06:50 WIB
Ditemukan Makam dari Masa Firaun Kelima
Pemerintah Mesir mengatakan ahli arkeologi menemukan makam dari masa Dinasti Kelima Firaun sekitar 4.500 tahun lalu.

Liputan6.com, Kairo - Seorang dokter di Mesir divonis penjara 2 tahun karena melakukan pengrusakan alat kelamin perempuan (FGM), atau di Mesir biasa disebut sunat perempuan, yang menyebabkan kematian seorang anak berusia 13 tahun.

Seperti dilansir BBC, Selasa (27/1/2015), putusan itu dikeluarkan oleh pengadilan banding di kota Mansoura, kawasan Delta Nil pada Senin 26 Januari.

Banding diajukan oleh pihak-pihak yang menentang praktik FGM, yang mengajukan banding atas pengadilan sebelumnya, yang membebaskan Raslan Fadl atas kematian Suhair al-Bataa.

Kasus yang dialami oleh Fadl ini merupakan kasus pertama terkait dengan FGM yang sampai di meja pengadilan.

Juru bicara kelompok Equality Now Suad Abu-Dayyeh mengatakan, putusan pengadilan merupakan kemenangan monumental bagi perempuan dan anak-anak perempuan di Mesir.

"Negara ini menunjukkan peraturan akan ditegakkan dan kami berharap bahwa ini menjadi langkah pertama untuk mengakhiri praktik kekerasan ekstrem terhadap perempuan selamanya," kata Suad.

Suhair al-Bataa meninggal dunia pada Juni 2013, setelah diduga menjalani prosedur sunat perempuan dengan pengrusakan alat kelamin. Praktik tersebut masih banyak dilakukan masyarakat Mesir, meski pun secara resmi sudah dilarang sejak 2008.

Jumlah anak perempuan yang meninggal karena FGM tidak diketahui secara pasti, karena kematian setelah menjalani FGM biasanya dicatat sebagai kematian akibat alergi obat antibiotik atau pendarahan. (Rmn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya