Liputan6.com, New York City- Presiden Rusia Vladmir Putin meminta seluruh dunia untuk membuat struktur yang  terorganisasi saat beroperasi menghancurkan ISIS di Suriah. Putin juga umumkan dukungannya terhadap Presiden Suriah Bashar al-Assad, sementara Barat dan oposisi di Suriah memintanya turun dari kursi kepresidenan.
Krisis Suriah direncanakan sebagai salah satu agenda yang akan dibahas pada Sidang Umum PBB di New York, yang sedianya akan dimulai Senin (28/9/2015) ini, demikian dikutip dari BBC.
Putin dan Obama juga dikabarkan akan bertemu dalam sebuah pertemuan empat mata. Namun, hingga kini belum ada rencana tentang isu apa yang akan dibahas oleh kedua pemimpin negara tersebut.
Advertisement
Hubungan antara Rusia dan Barat meruncing saat Moskow menyerang semenanjung Krimea, Ukraina tahun 2014 lalu dan mendukung pemberontak. Baca:Â Sengkarut Pertemuan Obama-Putin dan Kegigihan Rusia Bantu Suriah
Sementara itu, PM Inggris, David Cameron rencananya akan mengeluarkan pernyataan yang lebih lunak terhadap Assad. Menurut BBC, ia rencananya akan berpidato di PBB bahwa Assad diperbolehkan berada di kursinya sampai pemerintahan transisional terbentuk.
Sebelumnya, Inggris mempunyai sikap serupa dengan AS dan Prancis yang meminta Assad untuk segera turun dari tampuk kekuasaan.
"Assad sudah tidak bisa menjadi bagian dari Suriah di masa depan. Dia telah membunuh rakyatnya sendiri, dia adalah orang yang membuat konflik dan menciptakan krisis pengungsi. Dia juga berperan untuk rekrutmen anggota ISIS," kata Cameron sesaat setelah mendarat di New York, AS.
Sementara itu, Presiden Iran Hassan Rouhani -- pendukung terkuat rezim Assad -- mengatakan "pemerintah Damaskus tidak bisa dilemahkan setelah ISIS bisa dikalahkan."
Para pemimpin Uni Eropa di satu sisi telah memaksa tekanan diplomatik ke Suriah atas besarnya jumlah pengungsi ke Eropa. Rusia menjawabnya dengan membangun fasilitas militer di Suriah mendukung Assad untuk melawan ISIS.
Irak juga telah mengumumkan sikapnya, dengan menandatangani perjanjian keamanan dan operasi intelijen dengan Rusia, Iran dan Suriah untuk melawan ISIS.
Dalam sebuah wawancara TV, Putin mengatakan bahwa satu-satunya militer yang berhak beroperasi di Suriah adalah militer milik negara itu. Ia juga menekankan bahwa pasukan tersebut dikhususkan untuk melawan ISIS semata. Adapun Rusia, "dengan senang hati terlibat dalam aksi terpadu (dengan Suriah) melawan teroris."
Namun, pemerintah AS, lewat Menlunya John Kerry mengatakan aksi terpadu itu belum ada koordinasinya. "Kami khawatir bagaimana kami melanjutkan operasi kami."
Hari Minggu 27 September kemarin, Prancis telah melakukan serangan udara perdananya dengan terget menghancurkan sebuah pusat pelatihan.
Koalisi yang dipimpin oleh AS telah melakukan serangan udara kepada ISIS di Suriah dan Irak dari satu tahun lalu.
Sudah lebih 200 ribu orang tewas di Suriah semenjak perang sipil berlangsung dari tahun 2011, dan ISIS telah merebut sebagian wilayah Suriah pada 2014. Lebih dari 4 juta orang Suriah meninggalkan negaranya akibat krisis tersebut.
(Rie/Tnt)