Liputan6.com, San Francisco - Sejumlah profesional muda tidak sanggup membayar harga sewa tempat tinggal yang sangat mahal di San Francisco. Hal ini menggerakan mereka untuk memutar otak dan mencari tempat tinggal yang murah. Mereka kemudian memilih menyewa kontainer di Containercopia-- desa peti kemas di Oakland
Tapi jangan salah, kontainer berukuran 15 meter persegi disewa serharga Rp 8,2 juta per bulan dilengkapi dengan jendela kaca, listrik, dan kamar mandi pribadi. Harga yang sangat terjangkau bagi ukuran kota sebesar itu.
Baca Juga
Dikutip Jumat (30/10/2015) melalui Oddity Central, ide Containercopia muncul dari Luke Iseman (32) dan Heather Stewart. Muak dengan harga sewa yang semakin tinggi, mereka memutuskanuntuk membeli peti kemas seharga Rp 31 juta dari Port of Oakland-- sewa tanah sebesar 2.000 meter persegi dan tinggal di sana.
Advertisement
Renovasi peti kemas menghabiskan biaya kurang lebih, Rp 164 juta. Mereka mengubahnya menjadi tempat tinggal yang nyaman, lengkap dengan kamar mandi, pancuran, tempat tidur ukuran menengah, jendela-jendela kaca, dan panel surya.
Ternyata, kotak ini layak untuk dihuni, katanya, “Kotak ini kedap air dan memiliki struktur yang jauh lebih kuat. Peti kemas sudah pernah di tengah-tengah badai. Kontainer-kontainer ini tahan banting.”
Ide mereka berjalan lebih baik dari yang mereka harapkan, sehingga mereka kembali beli sejumlah peti kemas untuk disewa. Dengan meminnjam uang yang mereka kumpulkan dari beberapa teman, mereka beli gudang kosong senilai Rp 5,8 miliar untuk menaruh semua kontainer tersebut-- dan berdirilah Containercopia.
Namun kabarnya, mereka diminta untuk pergi dari lahan itu pada musim semi lalu. Hal ini disebabkan adanya tetangga yang mengeluh bahwa gudang tersebut seharusnya tidak digunakan sebagai rumah. Mereka kini memanfaatkan tanah tersebut untuk kebun sayuran bagi desa.
Penggagas Containercopia itu merasa yakin bahwa usahanya menjadi salah satu solusi terbaik krisis perumahan-- mereka berharap akan semakin banyak orang yang bisa mengikuti jejak mereka. .
“Jika kami bisa melakukannya di salah satu tempat yang termahal di dunia, orang lain juga pasti bisa melakukannya di mana saja, “ ungkapnya kepada New York Times.
Juga terlibat dalam proyek, Heather Stewart meninggalkan pekerjaan tetapnya untuk mengelola desa tersebut-- dengan menjual hampir semua miliknya agar bisa tinggal dengan nyaman di ‘rumahnya’ yang mungil.
Jangan heran jika ada orang yang lebih memilih hidup di dalam peti kemas. Bayangkan saja, apartemen satu kamar tidur di San Francisco disewa hampir Rp 48 juta per bula-- lebih mahal daripada New York dan Los Angeles.
Pendatang dan warga dengan uang pas-pasan di Bay Area juga telah menemukan berbagai cara unik untuk bertahan hidup, ada yang tinggal di perahu layar, bus, tidur bertumpuk di tempat tidur tingkat dan tempat tidur berwarna-warni seperti peti mati.
Sementara Sarah Carter (23) memutuskan untuk beli perahu senilai lebih dari Rp 131 juta melalui internet daripada menyewa apartemen.
“Kalau saya tinggal di sini selama 5 bulan, harganya impas dengan harga sewa apartemen yang pernah saya lihat. Sangat murah.” (Alx/Rcy)