Liputan6.com, Jakarta - Derita para pencari suaka seakan tidak pernah akan ada akhirnya. Ini yang dirasakan oleh Mohammed al-Jabiry, pria berumur 23 tahun asal Irak ini memilih untuk kembali ke negara asalnya meski sempat menikmati tempat tidur yang lebih nyaman di pusat pengungsi Finlandia.
“Di Irak, saya bisa mencari wanita untuk dinikahi,” Jabiry menuturkan seperti dikutip dari lama New York Times pada 4 Februari 2016.
Banyak hal yang membuatnya lebih rindu akan suasana dan kebiasaan di negaranya selain kesempatan untuk menemukan pendamping hidup. Harga rokok yang relatif tinggi dan udara dingin termasuk hal-hal yang membuatnya tidak sanggup berlama-lama di Finlandia.
Advertisement
Saya merasa terisolasi di Eropa. Kehidupan disini tidak seperti harapan saya,” ia berkata.
Baca Juga
Sama halnya seperti Jabiry, Heval Aram bersama keluarganya juga lebih memilih untuk tinggal di Irak. Heval bercerita kepada Euro Newsbahwa sudah 12 hari ia dan keluarganya menempuh perjalanan ke Jerman. Namun, kondisi yang buruk di kamp pengungsi membuat mereka sekeluarga enggan melanjutkan hidup di Negara Eropa tersebut.
“Kita semua berdesak-desakkan di kamp tersebut, baik itu ketika kita tidur, mandi ataupun sedang bersantai. Tidak ada harapan di Jerman. Semoga tidak ada yang meninggalkan kampung halamannya hanya untuk mendapatkan kesengsaraan ini,” Heval menjelaskan.
Pihak- pihak lain juga mengatakan makanan dijual dengan harga tinggi dan proses pengungsian cukup lama sehingga banyak kembali mencari jalan pulang seperti Mohammed Al-Jabiry dan Heval Aram.
Harian Inggris, Express memberitakan bahwa hampir 70% pencari suaka dari Irak ‘menyerah’ dan lebih memilih untuk hidup di Negara asal mereka yang terlihat sudah layak ditinggali akibat perang.
Banyak dari mereka setop meneruskan aplikasi pengungsian mereka karena mereka tidak sanggup bila harus ‘dibunuh secara mental’.
Tahun lalu, ribuan pengungsi dari Irak bergabung dengan pencari suaka negara lainnya seperti Suriah, Afrika dan Afganistan dalam gelombang migrasi ke Eropa dengan harapan untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Namun, tahun ini ribuan dari mereka malah memilih untuk kembali ke negara asal.