Liputan6.com, London - Seorang mantan pekerja restoran makanan cepat saji McDonalds di wilayah London Selatan, Minh Pham, dikabarkan mendapatkan dana dari agen senior Al Qaeda dengan jumlah 6.000 Euro atau Rp 90 juta untuk membuat bom yang rencananya akan diledakan di Bandara Heathrow, London, Inggris.
Pria berusia 33 tahun ini kemungkinan akan dijatuhi hukuman 50 tahun penjara, setelah ia mengaku bersalah di pengadilan Kota Manhattan atas keputusannya bergabung dengan cabang grup milisi Al Qaeda di Yaman.
Baca Juga
Baca Juga
Melansir dari Daily Mail, Senin (16/5/2016), Pham mengaku bahwa ia belajar cara merakit bom ketika di Yaman. Sosok yang mengajarkannya cara membuat bom adalah Anwar al-Awlaki, pria yang tewas karena serangan drone di Yaman pada tahun 2011 lalu.
Advertisement
Menurut dokumen pengadilan yang dimuat oleh The Sunday Times, Awlaki juga diketahui telah menginstruksikan Pham untuk melapisi bom dengan sejumlah baut agar dapat mencederai orang dalam jumlah yang sangat banyak.
Dokumen tersebut juga berisikan transkrip hasil wawancara FBI dengan Pham, di mana si terdakwa mengaku sebelumnya menawarkan diri pada grup Al Qaeda untuk melancarkan agenda mereka.
"Awlaki telah memberikan Pham 6.000 Euro untuk melancarkan aksinya, dan mengantisipasi apapun yang membutuhkan biaya tak terduga," demikian bunyi dokumen tersebut.
Dengan jumlah uang yang diberikan, Pham awalnya berencana untuk menyewa sebuah rumah di Inggris sebagai tempat merakit bom. Ia diberikan perintah oleh Awlaki untuk meledakan bom yang akan dimasukan ke dalam tasnya di terminal kedatangan Bandara Heathrow, khususnya untuk para pendatang dari AS dan Israel.
Rencananya gagal karena ia tertangkap oleh pihak berwenang ketika menginjakkan kaki di Bandara Heathrow, setelah menghabiskan 6 bulan belajar merakit bom di Yaman.
Walaupun Pham sudah ditahan, Pemerintah Inggris yakin para teroris tak akan pernah berhenti mencari individu dengan kecerdasan dan kemampuan yang sesuai untuk melancarkan serangan.
"Para teroris akan terus berupaya mengajak orang lain untuk melakukan aksi dengan kekerasan," ungkap seorang jaksa.