Liputan6.com, Jakarta - Ini yang terjadi pada 14 Juli 1789: massa yang muak pada kepemimpinan yang lemah, yang lapar dan kian tercekik oleh pajak, meluapkan amarah pada Bastille.
Benteng Abad Pertengahan yang digunakan sebagai penjara itu dianggap simbol kesewenang-wenangan penguasa kerajaan dan penindasan kelas berkuasa. Hari itu, Revolusi Prancis bermula.
Baca Juga
Penyerbuan Penjara Bastille ikut andil mengubah Prancis yang awalnya berbentuk monarki yang bobrok dan korup menjadi republik yang bereputasi baik. Meski diwarnai pertumpahan darah, peristiwa itu dirayakan dengan damai hingga saat ini. Dijadikan hari nasional atau 'La Fête nationale' Prancis.
Advertisement
Peringatan hari nasional Prancis 14 Juli juga digelar di Jakarta. Seperti halnya kondisi pasca-Penyerbuan Bastille, masyarakat dunia saat ini juga dihadapkan pada tantangan tapi juga harapan.
Duta Besar Prancis untuk Indonesia, Corinne Breuzé menyebut sejumlah tantangan bagi penduduk global.
Baca Juga
"Tantangan pertama tentu saja adalah masa depan planet kita," kata Dubes Breuze, Kamis malam 14 Juli 2016.
Bumi, planet berusia 4,54 miliar tahun itu, adalah satu-satunya rumah bagi manusia. Kondisinya kian rusak, salah satunya akibat keserakahan kita.
Dubes Prancis menambahkan, negaranya mendapat kehormatan untuk menjadi tuan rumah dan memimpin Konferensi Perubahan Iklim di mana Indonesia menjadi salah satu pesertanya.
"Kesepakatan Paris yang dicapai Desember lalu merupakan kemenangan politik yang belum pernah diraih sebelumnya," kata dia.
Salah satu keputusan dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB atau COP itu adalah perjanjian untuk membatasi kenaikan suhu global di bawah 2 derajat Celcius.
Tak hanya itu, tantangan besar lainnya, menurut Dubes Prancis adalah persoalan perdamaian dan stabilitas.
Terkait itu, Prancis melibatkan Indonesuia secara penuh dalam pertemuan tingkat menteri terkait prakarsa perdamaian di Timur Tengah yang diselenggarakan 3 Juni lalu di Paris.
"Kita sama-sama menghadapi ancaman terorisme dan kekerasan," kata Dubes Breuzé.
Ada alasan mengapa Prancis dan Indonesia menjadi target terorisme. "Kedua negara kita menjadi sasaran karena sikap kita yang menjunjung kemanusiaan, toleransi, dan pluralisme."
Tak hanya tantangan, masa depan, menurut Dubes Prancis juga diwarnai harapan.
Pemerintah Prancis, kata dia, saat ini gencar mempromosikan ekonomi kreatif, usaha kecil dan menengah (UKM), dan perusahaan rintisan atau start up.
"Mungkin bukan kebetulan apabila perusahaan Prancis BlaBlaCar menduduki peringkat satu dunia di bidang jasa mobil tumpangan," kata dia.
"Atau apabila Facebook memutuskan membuka pusat penelitian tentang kecerdasan buatan di Paris dalam waktu dekat."
Dubes Prancis juga berharap banyak pada kerjasama dengan Indonesia yang terjalin baik selama ini.
Salah satu buktinya, "ekspor Prancis di Indonesia yang mengalami peningkatan pesat mencapai 1,5 miliar euro dan omset perusahaan-perusahaan Prancis yang mencapai 3,5 miliar euro."
Itu belum termasuk kerjasama-kerjasama di bidang lainnya.
Sejumlah menteri Kabinet Kerja ikut hadir dalam acara hari nasional Prancis, yakni Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, dan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan.
Dalam pidatonya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengungkapkan contoh tentang pluralisme di Indonesia, yang salah satunya tercermin dalam perayaan Idul Fitri -- di mana pemeluk semua agama ikut bersilaturahmi.
Anies juga mengatakan, Indonesia sangat menghargai persahabatan dan kerja sama dengan Prancis dalam berbagai bidang.
"Hubungan bilateral telah terjalin selama 66 tahun," kata dia.