Liputan6.com, Munich - Ini yang terjadi pada Sabtu 22 Juli 2011: pertama, bom mobil meledak di kompleks pemerintahan Regjeringskvartalet di Oslo, Noerwegia, menewaskan 8 orang dan melukai 204 lainnya.
Kurang dari dua jam kemudian, horor terjadi di Pulau Utoya, lokasi perkemahan pemuda Partai Buruh Norwegia. Mengenakan seragam dan identitas palsu anggota polisi, pelaku menyeberang menggunakan feri, kemudian muncul, dan sekonyong-konyong memuntahkan tembakan.
Kala itu, pertandingan sepak bola baru saja usai. Suara seperti petasan meledak, diikuti panik. Mereka yang ada di sana hanya punya dua pilihan, bersembunyi di balik karang atau terjun ke air laut yang sangat dingin dan berenang setidaknya 600 meter ke pulau lainnya.
'Pembantaian' tersebut menewaskan 69 orang dan melukai 110 lainnya. Pemandangan mengenaskan terlihat di lokasi kejadian. Pantai pun memerah oleh darah.
Kedua serangan tersebut dilakukan oleh Anders Behring Breivik. Pria berkulit putih yang kala itu berusia 32 tahun mengidentifikasi dirinya sebagai seorang ekstremis sayap kanan, fundamentalis, anti-Islam, anti-Marxisme, anti-imigran, dan anti-multikulturalisme.
Dunia -- yang mengira kejadian tersebut didalangi teroris Al Qaeda atau semacamnya -- kaget bukan kepalang mengetahui latar belakangnya.
Baca Juga
Advertisement
Dan baru-baru ini, pada 22 Juli 2016, seorang pemuda berusia 18 tahun memuntahkan peluru di Munich, Jerman. Perbuatan kejamnya itu menewaskan 9 orang. Pelaku -- yang berkewarganegaraan ganda, Jerman dan Iran -- juga tewas akibat senjatanya sendiri.
Identitas lengkap pelaku belum diumumkan pihak kepolisian, namun diduga namanya adalah David Sonboly.
Tak Ada Kaitan dengan ISIS
Kepolisian Jerman mengumumkan hasil penyelidikan sementara yang mengungkap bahwa pelaku terobsesi dengan penembakan massal. Sejauh ini, tak ditemukan kaitan dengan ISIS maupun organisasi teroris lain.
Sejumlah dokumen tertulis soal penembakan ditemukan di kamarnya, termasuk sebuah buku berjudul 'Rampage in My Mind -- Why Students Kill'.
Kepala Kepolisian Munich, Hubertus Andrae mengatakan, pihaknya sedang menyelidiki keterkaitan insiden di Munich dengan pembantaian di Norwegia yang dilakukan Anders Behring Breivik.
Apalagi, kedua serangan menargetkan pemuda. Mayoritas korban pembunuhan di ibukota Bavaria -- tiga korban dari Kosovo, dua dari Turki, dan satu dari Yunani.
Penembakan di Munich juga menyebabkan 27 orang terluka, termasuk anak-anak. Sepuluh di antaranya dalam kondisi kritis, salah satunya adalah remaja berusia 13 tahun.
Polisi juga mengatakan, pelaku yang kelahiran Munich pernah menjalani perawatan kejiwaan. Ia dilaporkan mengalami depresi.
Pada 2012, ia juga diketahui menjadi korban 'cedera berdarah' dalam sebuah insiden yang melibatkan pemuda lainnya.
Mendagri, Thomas de Maiziere juga mengatakan, ada indikasi pelaku penembakan di-bully oleh teman-temannya.
Orangtuanya datang ke Jerman pada akhir 1990-an sebagai pencari suaka.
"Kita sedang berduka cita...kita berbagi kesedihan yang sama," kata Kanselir Jerman, Angela Merkel setelah memimpin rapat dewan keamanan nasional, seperti dikutip dari BBC, Sabtu (23/7/2016).
Bendera dikibarkan setengah tiang di bangunan-bangunan utama di seluruh negeri.
Sementara itu, orang-orang berdatangan ke lokasi kejadian penembakan Munich, meletakkan bunga dan menyalakan lilin. Salah satu pesan yang ditinggalkan di sana memuat sebuah pertanyaan sederhana namun sulit dijawab, "Mengapa?"