Liputan6.com, Damaskus - Perang di Suriah diduga melibatkan senjata kimia. Laporan itu muncul berdasarkan pengakuan seorang dokter dan relawan yang mengklaim melihat sebuah helikopter 'menyebarkan' sekitar dua barel gas klorin.
Seperti dilansir BBC, Selasa (2/8/2016) sekitar 30 orang di Saraqeb, Provinsi Idlib, terkena dampak serangan senjata kimia tersebut. Namun hingga saat ini belum diketahui siapa yang bertanggung jawab atas penggunaan material berbahaya itu.
Baca Juga
Dua pihak yang terlibat perang sipil di Suriah telah menolak tuduhan penggunaan senjata kimia.
Advertisement
Seorang dokter yang bekerja di wilayah tersebut, Dr Abdel Aziz Bareeh mengatakan, ia melihat bagaimana gas klorin dijatuh di Saraqeb.
"Kami tahu itu klorin karena peristiwa masa lalu dan kami 'kenal' dengan bau dan tanda-tandanya. Kami memiliki 28 kasus di mana korban terutama perempuan dan anak-anak," ujar dokter itu.
Sementara itu, secara terpisah juru bicara Pertahanan Sipil Suriah mengatakan kepada Reuters serangan senjata kimia itu telah berdampak terhadap 33 orang. Organisasi relawan juga menduga teror gas klorin terjadi, meski demikian mereka belum dapat mengonfirmasikannya.
Klorin adalah bahan kimia yang umum, namun penggunaannya sebagai senjata dilarang dalam Konvensi Senjata Kimia. Gejala yang ditimbulkan akibat keracunan gas ini adalah sakit mata, iritasi kulit, kesulitan bernapas, dan keluar busa darah dari mulut.
Pada Senin 1 Agustus kemarin, sebuah helikopter militer Rusia ditembak jatuh di dekat Saraqeb. Peristiwa ini menjadi insiden tunggal paling mematikan bagi militer Rusia yang memulai 'operasi militer' di Suriah sejak September tahun lalu.
Belum diketahui siapa dalang di balik peristiwa tersebut.