Liputan6.com, Washington, DC - Parlemen untuk pertama kalinya memilih untuk menolak hak veto Presiden Barack Obama atas rancangan undang-undang (RUU) yang memberikan celah penuntutan hukum kepada Arab Saudi atas serangan teror 9/11.
Ini adalah kali pertama bagi Kongres dan Senat satu suara menolak veto Obama yang sebentar lagi lengser dari Gedung Putih. Para senator bersuara 97 banding 1 untuk setuju menolak veto. Sementara kongres, bersuara 348 banding 77.
Baca Juga
Selama menjadi presiden, Obama telah memveto 12 RUU dan sejauh ini 5 kali gagal menolak. Sementara 7 RUU lainnya otomatis gagal setelah tak ada usaha untuk voting.
Advertisement
Sementara itu, Obama mengatakan Kongres telah membuat kesalahan karena menolak vetonya.
"Bakal menjadi preseden berbahaya bagi individu di seluruh dunia bisa menuntut pemerintah AS," kata Obama mengutip BBC, Kamis (29/9/2016).
"Dan jujur, saya berharap Kongres mengetahui bahwa ini bakal berisiko berat," kata Obama.
"Kekhawatiran saya sehingga saya mengeluarkan hak veto tak terkait dengan Arab Saudi dan jelas tak mengurangi simpati kepada keluarga korban 9/11," kata Obama lagi.
"Ini adalah pemikiran saya di mana saya tidak mau AS yang telah berperan banyak di dunia, tiba-tiba rentan dengan tuntutan hukum," bebernya.
Obama curiga para koleganya memilih untuk mengesampingkan haknya karena dipengaruhi suasana pemilu.
Sementara itu, direktur CIA John Brennan setuju bahwa RUU itu akan membuat implikasi mematikan bagi keamanan nasional.
Di atas Air Force One, juru bicara Gedung Putih Josh Earnest murka dengan Senat. Ia mengatakan ini adalah hal paling memalukan yang pernah dilakukan oleh Senat selama beberapa dekade. Demikian dilansir CBC.
RUU berawal dari Justice Against Sponsors of Terrorism (JASTA) membuka pintu bagi keluarga korban untuk menuntut siapa pun di pemerintahan Arab Saudi yang dicurigai berperan sebagai orang di balik serangan 9/11.
"Usaha AS, tentara AS di luar negeri dalam memerangi terorisme juga terdampak," kata Obama.
Dengan satu suara kongres, RUU itu berubah menjadi undang-undang.
Pelaku teror 9/11 yang berjumlah 19 orang, 15 di antaranya merupakan warga negara Arab Saudi. Namun, kerajaan yang kaya minyak itu --sekutu utama AS-- menolak segala tuduhan bahwa Saudi berperan dalam serangan itu. Sebanyak 3.000 orang tewas dalam teror mematikan dalam negeri AS, terbesar dalam sejarah.