Liputan6.com, Beijing - Sama halnya seperti Rusia, selama masa kampanye pemilu presiden Amerika Serikat (AS), China menunjukkan dukungannya kepada calon presiden asal Partai Republik, Donald Trump.
Saat ini dunia tengah menanti siapa yang kelak akan memimpin negara adi daya tersebut di tengah proses penghitungan suara yang masih berlangsung di sejumlah negara bagian di AS.
Baca Juga
Berdasarkan real count yang dilansir Associated Press, Rabu (9/11/2016) Trump unggul dengan perolehan 244 electoral vote sementara Hillary meraih 215 electoral vote. Terkait dengan pilpres AS kali ini, Tiongkok turut berkomentar.
Advertisement
Menurut kantor berita pemerintah China, Xinhua News Agency, jika rakyat AS memiliki demokrasi maka Trump yang akan menjadi presiden. Sementara munculnya sosok Trump yang kontroversial sebagai capres asal Partai Republik telah menunjukkan bagaimana demokrasi di AS membawa krisis. Hal tersebut kontras dengan stabilitas pemerintahan otoriter di China.
"Kampanye dan meningkatnya kemungkinan Trump untuk menduduki 'jabatan tertinggi di dunia' menunjukkan bagaimana mayoritas rakyat AS memberontak melawan kelas elite politik dan keuangan," tulis Xinhua News Agency seperti dikutip dari The Independent.
Surat kabar resmi Partai Komunis, People's Daily mengomentari bahwa pilpres AS mempertontonkan sebuah 'demokrasi yang sakit'.
Kecondongan China terhadap Trump disebut-sebut karena miliarder itu dianggap 'tidak tertarik' untuk ikut campur dalam kebijakan luar negeri Tiongkok, khususnya di Laut China Selatan.
Berbeda dengan Hillary yang sangat tidak disukai Beijing karena ia telah mengarahkan poros AS ke Asia dengan tujuan memperkuat keterlibatan AS di kawasan ini, khususnya di bidang militer.
"Dari sebuah pandangan komprehensif, akan lebih mudah bagi China untuk menghadapi Trump jika ia terpilih. Ini karena di bawah kepemimpinan Obama dan Hillary, friksi politik dan militer antara China dan AS akan lebih sering terjadi," tulis seorang pengamat, Mei Xinyu di surat kabar Partai Komunis, Global Times.
Pasa Selasa kemarin, stasiun televisi China, CCTV mewawancarai seorang warga negara AS yang mengatakan ia muak dengan sistem dan tidak puas dengan kedua capres yang ada.