Pertempuran di Rakhine Tewaskan 8 Orang, 36 Lainnya Ditangkap

Bentrokan antara pihak militer Myanmar dan kelompok bersenjata di Rakhine menewaskan 8 orang.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 13 Nov 2016, 15:02 WIB
Diterbitkan 13 Nov 2016, 15:02 WIB

Liputan6.com, Rakhine - Delapan orang tewas dalam kontak senjata yang pecah antara militer Myanmar dan kelompok bersenjata di Negara Bagian Rakhine. Korban tewas dari pihak militer diketahui dua orang.

Seperti dilansir Reuters, Minggu (13/11/2016) pertempuran terjadi sepanjang Sabtu kemarin di sejumlah desa yang terletak di utara Rakhine. Enam jasad anggota kelompok bersenjata ditemukan tak lama setelah bentrokan terjadi, sementara 36 lainnya yang diyakini terlibat dalam peristiwa itu ditangkap.

Media lokal, Global New Light memuat dalam laporannya sebanyak 60 pelaku bersenjatakan senapan, pisau, dan tombak menyerang militer Myanmar. Tentara membalas dengan tembakan sebelum akhirnya meminta bantuan helikopter karena pasukan mereka kalah jumlah.

Sejak 9 Oktober, pemerintah Myanmar telah memberlakukan operasi militer di utara Rakhine, dekat dengan perbatasan Bangladesh. Langkah itu diambil setelah mereka meyakini bahwa kelompok bersenjata yang terhubung dengan ISIS telah melancarkan serangan terkoordinasi ke sejumlah pos militer di perbatasan.

Pihak militer disebut telah memblokir akses ke daerah tersebut bagi wartawan dan relawan. Warga dan relawan HAM menuding militer Myanmar telah melakukan aksi brutal berupa pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran rumah. Namun tuduhan itu dengan segera mendapat bantahan.

Sebaliknya, militer mengatakan mereka melakukan 'operasi pembersihan' di desa-desa sesuai dengan aturan hukum. Kekerasan yang terjadi di Rakhine meningkat dalam beberapa pekan terakhir pasca-bentrokan komunal yang menewaskan ratusan orang pada tahun 2012 lalu.

Wilayah utara Rakhine dihuni oleh mayoritas muslim Rohingya yang jumlahnya mencapai 1,1 juta orang. Namun mereka mengalami diskriminasi mengingat Myanmar adalah rumah bagi kebanyakan warga beragama Buddha yang menganggap Rohingya sebagai imigran ilegal yang datang dari Bangladesh.

Ketegangan antara etnis minoritas dengan pemerintah Myanmar tersebut yang dinilai telah mendorong sekelompok orang melakukan perlawanan bersenjata.

Sebelumnya, pemimpin de facto Myanmar yang juga merupakan Menteri Luar Negeri negara itu, Aung San Suu Kyi mengatakan, saat ini penyelidikan tengah berlangsung di Negara Bagian Rakhine atas dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan militer.

Ia mengatakan bahwa pemerintah tidak berusaha untuk menyembunyikan apa pun, termasuk fakta bahwa kekerasan di Rakhine tak hanya menyebabkan jatuhnya korban di kalangan umat muslim, tetapi juga petugas polisi.

"Kami berusaha mencari akar masalahnya. Kami memiliki proses hukum dan semua insiden yang terjadi akan diselidiki dan diperlakukan sesuai dengan aturan hukum yang ada," ujarnya.

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya