24-12-1953: Tragedi Maut Kereta Terjun ke Sungai pada Malam Natal

Kereta menuju Auckland, Selandia Baru mengalami celaka saat melewati jembatan yang melengkung akibat terjangan lahar dingin

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 24 Des 2016, 06:00 WIB
Diterbitkan 24 Des 2016, 06:00 WIB
Kereta menuju Auckland, Selandia Baru mengalami celaka pada 24 Desember 1953
Kereta menuju Auckland, Selandia Baru mengalami celaka pada 24 Desember 1953 (Wikipedia)

Liputan6.com, Auckland - Malam Natal 1953, kereta jurusan Wellington-Auckland mengarah ke jembatan Sungai Whangaehu. Cuaca di sebagian wilayah Selandia Baru kala itu relatif baik, hanya diwarnai rintik gerimis.

Kereta dengan nomor lokomotif Ka 949 yang menyeret 9 gerbong melaju dengan kecepatan 65 kilometer per jam.

Ada 285 penumpang dan awak di dalam kereta. Mereka yang tak sabar untuk pulang menyambut Natal, membawa hadiah untuk orang-orang terkasih.

Sementara, keluarga dan kerabat menanti para penumpang di stasiun. Tak ada yang mengira, musibah segera terjadi.

Pun dengan sang masinis. Ia tak menyadari beberapa jam sebelumnya, 2 juta meter kubik lahar dingin tumpah dari kawah Gunung Ruapehu. Gelombang setinggi enam meter -- campuran air, es, lumpur, dan batu -- menerjang seperti tsunami di aliran Sungai Whangaehu.

Seperti dikutip dari New Zealand History, Jumat (23/12/2016), banjir bandang menghantam tiang beton jembatan, membuatnya melengkung. Tepat pada pukul 22.21 waktu Selandia Baru, saat melewati konstruksi yang rentan itu, kereta nahas itu terjun ke Sungai Whangaehu, Tangiwai.

Masinis, Charles Parker sempat bertindak kala itu. Ia menarik rem sekitar 200 meter dari jembatan. Upayanya itu menyelamatkan tiga gerbong terakhir.

Sementara, gerbong kelas utama, Car Z sempat bertenger di bibir jembatan selama beberapa menit. Namun, kemudian, ia terpisah dari tiga gerbong yang selamat dan terjun ke sungai.

Kereta menuju Auckland, Selandia Baru mengalami celaka pada 24 Desember 1953

Meski terbawa arus yang deras, ajaibnya, 21 dari 22 penumpang di dalamnya selamat.

"Air kala itu benar-benar membutakan," kata Richard Edward Brett atau Ted, salah satu penumpang gerbong kelas dua yang selamat seperti dikutip dari Stuff.co.nz. "Penuh belerang, oli mesin, dan kotoran lain, serta puing-puing. ''

Ia yang kala itu berusia 18 tahun bepergian bersama dua temannya, dari Masterton ke Auckland, untuk merayakan Natal. Ketiganya seharusnya duduk di kelas satu, tapi kursi mereka telah ditempati pasangan sepuh.

Jelang kecelakaan, Ted berniat mengabadikan Gunung Ruapehu dengan kamera yang bisa memotret kala gelap. Tiba-tiba, kereta mendadak berhenti. "Bunyi decit baja itu tak bisa dilupakan," kata dia,

Awalnya, ia mengira ada hewan ternak menghalangi rel. Namun, tak lama kemudian, para penumpang menyadari, yang terjadi lebih mengerikan dari itu. Kereta pertama terjun ke sungai.

Gerbong kedua, di mana Ted berada menyusul jatuh dalam pusaran mengerikan. Suasana di dalamnya sungguh tak terbayangkan. "Semua terjadi dalam hitungan sepersekian detik," kata dia.

Ted terlempar ke arah jendela, kekuatan terjangan air mulai merobek gerbong-- siap menghancurkan apapun yang dilewatinya.

Pria itu berusaha keras keluar, dengan menendang, mendorong jendela. "Lebih mengerikan dari mimpi buruk," kata dia. "Apalagi jika membayangkan para perempuan dan anak-anak yang ada di sana."

Ted jadi satu-satunya orang yang selamat dari gerbong itu -- yang kemudian porak-poranda diterjang lahar dingin.

Lokasi di mana kecelakaan kereta terjadi, Tangiwai berarti 'air menangis' dalam Bahasa Maori.

Momentum kecelakaan di malam Natal juga kian menambah miris tragedi tersebut. Beberapa hari setelahnya, para petugas pencari menemukan kotak hadiah yang compang -camping, mainan, dan boneka teddy bear terbenam dalam lumpur sungai.

Kala itu, peristiwa tersebut adalah kecelakaan kereta paling parah ke-8 di dunia. Menjadi berita utama di media penjuru Bumi.

Penduduk Selandia Baru pun terkejut bukan kepalang setelah kabar duka tersebut diumumkan Perdana Menteri Sidney Holland, tepat pada hari Natal.

Atmosfer perayaan sontak berubah jadi suram. Segala suka cita yang berlangsung pada 1953 -- pada Mei Edmund Hillary berhasil menaklukkan Puncak Everest -- terlupakan.

Antusiasme rakyat Selandian Baru menyambut kedatangan Ratu Elizabeth II yang cantik dan suaminya Pangeran Philip yang gagah serta menawan -- lantas sirna.

Dengan populasinya yang hanya 2 juta orang, ada banyak warga yang punya hubungan langsung dengan seseorang yang terlibat dalam tragedi itu.

Tak hanya itu yang terjadi pada tanggal 24 Desember. Pada 1943, Jenderal AS Dwight D. Eisenhower diangkat menjadi komandan Besar Sekutu.

Sementara, pada 24 Desember 1994, teroris membajak pesawat Air France di Ibu Kota Aljazair, Algiers.

Dalam aksinya kelompok teroris membunuh 3 penumpang. Tidak cuma para bandit ini pun menerbangkan pesawat komersial ini ke salah satu kota di Prancis, Marseille.

Melihat keganasan tersebut, Perdana Menteri Prancis ketika itu, Edouard Balladur segera mengambil keputusan darurat.

Ia memerintahkan untuk menggunakan operasi militer, yang menewaskan seluruh teroris.

Saksikan juga video berikut ini:

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya