Mengerikan, Kepala Manusia Diawetkan dan Dianggap Benda Seni

Kepala-kepala yang diawetkan itu dihiasi dengan tato tā moko yang merupakan bentuk seni tradisional bangsa Māori.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 29 Des 2016, 18:00 WIB
Diterbitkan 29 Des 2016, 18:00 WIB
Mokomokai (0)
Mayor Jenderal Horatio Gordon Robley dan koleksi 35 kepala manusia. (Sumber Wellcome Images/Henry Stevens dan Wikimedia/Lionel Allorge)

Liputan6.com, New York - Di masa lalu, bangsa Maori di Selandia Baru memiliki kebiasaan mengawetkan kepala manusia, dikenal dengan sebutan mokomokai.

Sekarang, mokomokai menjadi salah satu artefak Maori yang paling berharga.

Kepala-kepala yang diawetkan itu dihiasi dengan tato ta moko yang merupakan bentuk seni tradisional bangsa Maori. Mokomokai pernah menjadi barang dagangan pada masa Perang Musket di awal Abad ke-19.

[bacajuga:Baca Juga](2685465 2684750 2684668)

Dikutip dari The Vintage News pada Kamsi (29/12/2016), raut-raut tato melambangkan status sosial yang tinggi dalam budaya Maori. Biasanya, hanya kaum pria lah yang memiliki moko sepenuh mukanya.

Ketika seseorang pemilik moko meninggal dunia, maka biasanya kepala orang itu akan diawetkan. Pertama-tama, otak dan bola-bola mata dikeluarkan. Kemudian semua lubang ditutup dengan serat rami dan getah.

Kepala itu kemudian direbus atau dikukus dalam oven sebelum diasapi di atas api terbuka dan dikeringkan di bawah matahari selama beberapa hari. Terakhir, kepala itu dilumuri dengan minyak hiu.

Hasilnya berupa mumi kepala--mokomokai--yang dirawat oleh kerabat orang yang meninggal lalu disimpan dalam kotak-kotak berhias dan hanya dikeluarkan saat upacara-upacara suci.

Tapi ada juga mokomokai yang terbuat dari kepala-kepala musuh dan pimpinan suku lawan. Biasanya, mumi kepala demikian disimpan sebagai piala peperangan dan ada beberapa yang dijual kepada bangsa Eropa. Penjualan itu diduga menjadi penghinaan lanjutan kepada korban.

Mumi-mumi itu berperan penting dalam negosiasi diplomatis antara suku-suku yang berperang. Pengembalian dan pertukaran mokomokai menjadi prakondisi yang hakiki bagi perdamaian.

Namun demikian, pada 1831, jenderal Sir Ralph yang saat itu menjadi gubernur New South Wales, mengeluarkan larangan lebih lanjut perdagangan kepala di Selandia Baru. Tapi, larangan itu gagal menghentikan penyelundupan mokomokai.

Ekspor Toi Moko ini diduga baru sangat berkurang pada 1840 dengan penandatanganan Perjanjian Waitangi dan Selandia Baru pun kemudian menjadi koloni Inggris.

Koleksi Kepala Manusia

Salah satu pengumpul paling terkenal Toi Moko tersebut adalah seorang perwira militer Inggris yang bernama Mayor Jenderal Horatio Gordon Robley. Ia bertugas di Selandia Baru pada masa perang tanah di 1860-an.

Robley memutuskan untuk mengumpulkan sebanyak mungkin mokomokai hingga akhirnya memiliki koleksi sebanyak 35 kepala. Ia memang tertarik dengan etnologi dan kagum pada seni tato, apalagi karena ia pun seorang penggambar ilustrasi berbakat.

Seusai perang, ia melanjutkan kegemarannya akan tato dan menerbitkan buku "Maori Tatooing" pada 1896 yang mengulas tentang seni tato Māori dan mokomokai.

Pada 1908, Robley mencoba menjual koleksinya kepada Pemerintah Selandia Baru seharga 1.000 pound sterling. Karena penawarannya ditolak, maka hampir sebagian besar koleksi itu kemudian dibeli oleh American Museum of Natural History, New York, dengan nilai setara 1.250 pound sterling.

Baru-baru ini dimulailah kampanye untuk memulangkan kembali ratusan mokomokai yang dimiliki museum maupun koleksi pribadi di seluruh dunia.

Kepala-kepala yang diawetkan itu dihiasi dengan tato tā moko yang merupakan bentuk seni tradisional bangsa Māori. (Sumber The American Museum of Natural History)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya