Mark Zuckerberg pada Donald Trump: AS adalah Bangsa Imigran

Bos Facebook Mark Zuckerberg menanggapi kebijakan imigrasi Donald Trump.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 30 Jan 2017, 03:24 WIB
Diterbitkan 30 Jan 2017, 03:24 WIB
Mark Zuckerberg
Mark Zuckerberg, Founder sekaligus CEO Facebook, banyak disalahkan sebagian pihak karena membiarkan penggunanya membagikan tautan berita hoax di Facebook. (Doc: Wired)

Liputan6.com, Washington DC- Sejarah imigrasi di Amerika Serikat bisa dilacak sejak tahun 1600-an, ketika pemukim pertama dari Eropa tiba di 'Dunia Baru' (New World) dan menempati area di Pantai Timur. Fakta sejarah itu yang diingatkan kembali oleh Mark Zuckerberg, menanggapi kebijakan imigrasi Donald Trump.

Presiden ke-45 AS mengeluarkan perintah eksekutif yang melarang pemegang paspor dari tujuh negara yakni Iran, Irak, Suriah, Sudah, Somalia, dan Yaman, masuk ke wilayah Negeri Paman Sam.

"AS adalah bangsa para imigran, dan kita harus bangga karenanya,"  kata Mark Zuckerberg dalam laman Facebooknya, seperti dikutip dari NPR, Senin (30/1/2017).

Bos Facebook itu mengatakan, nenek moyangnya berasal dari Jerman, Austria, dan Polandia.

Sementara, orang tua sang istri, Priscilla adalah pengungsi dari China dan Vietnam.

"Seperti banyak dari Anda, saya khawatir terkait dampak perintah eksekutif yang baru-baru ini ditandatangani Presiden Trump," kata Zuckerber.

Ia menambahkan, pemerintah AS memang harus menjaga agar negara dan rakyatnya aman.

"Namun, sebaiknya kita melakukannya terhadap mereka yang nyata menghadirkan ancaman," kata Zuckerber.

CEO Apple, Tim Cook juga menentang kebijakan Donald Trump.

"Apple tak akan pernah ada tanpa imigrasi, apalagi untuk berkembang dan berinovasi dengan cara yang akan kita lakukan," kata dia.

Dalam pesan kepada para stafnya, Cook mengaku memahami kekhawatiran mereka terkait kebijakan imigrasi baru pemerintahan Donald Trump. "Saya berbagi keprihatinan dengan Anda semua. Itu bukanlah kebijakan yang kami dukung."

Sementara, kepala eksekutif Google, Sundar Pichai menulis memo pada para pegawainya, mengingatkan bahwa perintah eksekutif Donald Trump bisa mencegah setidaknya 187 karyawan Google yang lahir di luar AS memasuki Negeri Paman Sam.

Ia juga meminta staf yang bepergian ke luar negeri untuk secepatnya pulang.

"Sangat menyakitkan melihat dampak secara personal terkait perintah eksekutif tersebut pada para kolega kami," kata Pichai.

"Kami kecewa atas dampak perintah tersebut dan setiap proposal  yang dapat membatasi tim Google dan keluarga mereka, atau menciptakan hambatan bagi bakat-bakat besar masuk ke AS."

Dean Garfield, CEO Industry Technology Information Council mengatakan, keputusan Donald Trump sekonyong-konyong dikeluarkan tanpa peringatan.

" Memicu ketidakpastian untuk berbagai macam orang, termasuk karyawan dalam sektor teknologi."

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya