Liputan6.com, Teheran - Iran telah mengonfirmasi bahwa pihaknya telah melakukan uji coba rudal balistik. Namun negara yang beribukota di Teheran itu bersikeras bahwa hal tersebut tidak melanggar kesepakatan nuklir.
"Uji coba baru-baru ini selaras dengan rencana kami dan kami tidak akan mengizinkan orang asing untuk mencampuri urusan pertahanan," ujar Menteri Pertahanan Iran, Hossein Dehghan.
Para pejabat Amerika Serikat mengatakan, rudal balistik jarak menengah meledak setelah menempuh jarak 1.000 kilometer pada 29 Januari 2017. Namun mereka tak mengonfirmasi bahwa rudal tersebut berasal dari Teheran.
Advertisement
Dikutip dari Independent, Rabu (1/2/2017), Badan Keamanan PBB melakukan petemuan tertutup yang membahas uji coba rudal tersebut. Menteri Luar Negeri Inggris, Boris Johnson, menyebut hal itu "sangat memprihatinkan".
Sementara itu Duta Besar AS terpilih untuk PBB, Nikki Haley, mengatakan uji coba itu benar-benar tak dapat diterima.
"Saya akan memberi tahu orang-orang di seluruh dunia bahwa itu merupakan hal yang perlu dikhawatirkan," ujar Haley.
Donald Trump telah sering mengkritik kesepakatan nuklir Iran. Ia juga memasukkan negara tersebut ke dalam daftar tujuh negara yang dilarang masuk sementara ke AS.
Presiden Iran, Hassan Rouhani, menanggapi hal itu dengan mengatakan, "Mari bantu kebudayaan tetangga, dengan tidak membangun tembok antar negara."
Duta Besar Inggris untuk PBB, Matthew Rycroft, mengatakan bahwa Dewan Keamanan memutuskan merujuk uji coba tersebut kepada komite yang menangani masalah Iran (2231) dan meminta penyelidikan.
Sementara itu Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif, bersikeras bahwa uji coba rudal tersebut tak melanggar kesepakatan nuklir pada 2015 untuk membatasi kemampuan negaranya.
Ia mengatakan, nuklir tersebut tak didesain untuk membawa hulu ledak nuklir--langkah yang dilarang resolusi Dewan Keamanan PBB--dan merupakan bagian dari pertahanan yang sah.
Namun AS mengatakan bahwa uji coba tersebut menyimpang dari kesepakatan nuklir.
Uji coba terbaru itu juga memicu kemarahan di kalangan politisi Israel. PM Benjamin Netanyahu mengatakan, ia berencana membahas soal Iran dalam pertemuan mendatang dengan Trump di Washington.
"Saya berniat menaikkan sanksi terhadap Iran dengan Trump, sanksi terhadap rudal balistik dan sanksi tambahan terhadap teror dan juga mengurus kesepakatan nuklir yang gagal ini," ujar Netanyahu.
Pada Maret 2016, Iran melakukan uji coba dua rudal balistik. Salah satu rudal tersebut bertuliskan "Israel harus dihapuskan" dan memicu kemarahan internasional.
Uni Eropa menyerukan Teheran untuk menahan diri melakukan kegiatan yang menambah ketidakpercayaan terhadap negara itu. Juru bicara Uni Eropa, Nabila Massrali, mengatakan uji coba rudal balistik Iran tersebut bukan merupakan pelanggaran terhadap kesepakatan nuklir, namun "tidak konsisten" dengan resolusi 2231.