Liputan6.com, Washington, DC - Senator Alabama Jeff Sessions telah mendapat persetujuan Senat untuk menjabat sebagai Jaksa Agung Amerika Serikat (AS). Pencalonannya mendapat perlawanan sengit dari Partai Demokrat.
Sessions sah memimpin Departemen Kehakiman AS setelah mendapat dukungan dari 52 Senator yang nyaris seluruhnya Republikan. Sementara seorang Senator Demokrat, Joe Manchin "membelot" mendukung Sessions.
Baca Juga
Pemungutan suara final bagi Sessions yang merupakan salah seorang penasihat terdekat Donald Trump dan pendukung awalnya di Senat berlangsung setelah perdebatan 30 jam antara kubu Republik dan Demokrat.
Advertisement
Sementara itu, merespons keputusan Senat, Sessions menyatakan akan segera mengundurkan diri dari jabatannya. Pengambilan sumpahnya dijadwalkan akan berlangsung pada Kamis pagi waktu Washington.
"Ini merupakan malam yang istimewa. Saya menghargai persahabatan dari rekan-rekan saya--bahkan mereka yang tidak merasa memilih saya. Mereka ramah dan kami akan melanjutkan hubungan baik dan terus melakukan yang terbaik yang bisa saya lakukan," kata Sessions di Capitol Hill setelah pengesahannya seperti Liputan6.com kutip dari CNN, Kamis, (9/2/2017).
Perdebatan mengenai penunjukan Sessions oleh Trump dipicu oleh tudingan bahwa sosoknya merupakan seorang yang rasis. Ini adalah klaim yang dibantah keras oleh Sessions dan para pendukungnya.
"Dia orang yang menyenangkan. Salah satu sosok paling rendah hati dan paling penuh perhatian yang pernah Anda temui," ujar pemimpin mayoritas Senat Mitch McConnell sebelum pemungutan suara digelar.
Trump mengumumkan pencalonan Sessions setelah dia memecat pelaksana tugas Jaksa Agung, Sally Yates, yang diangkat pada era Barack Obama. Pemberhentian Yates dipicu kebijakannya yang memerintahkan para jaksa di Departemen Kehakiman untuk menentang kebijakan anti-imigrasi Trump.
"Pelaksana tugas Jaksa Agung, Sally Yates, telah mengkhianati Departemen Kehakiman dengan menolak untuk menegakkan hukum yang dibuat untuk melindungi warga AS," demikian pernyataan Gedung Putih.
Perintah eksekutif yang ditentang Yates, khususnya berupa larangan pemberian visa bagi imigran dari tujuh negara mayoritas muslim, yakni Iran, Irak, Suriah, Yaman, Somalia, Sudan, dan Libya.