Kapal Karet yang Koyak dan 74 Jasad Imigran Terdampar di Libya

Setidaknya 74 jasad imigran Afrika ditemukan terdampar di pantai Libya. Sebuah perahu karet yang telah terkoyak ditemukan di dekatnya.

oleh Citra Dewi diperbarui 22 Feb 2017, 06:54 WIB
Diterbitkan 22 Feb 2017, 06:54 WIB
20170103-Penyelamatan-Imigran-Afrika-Laut-Meditarania-Reuters
Sejumlah imigran berada di perahu karet yang penuh sesak di Laut Meditarania, sekitar 36 mil laut dari lepas pantai Libya (2/2). Penyelamatan yang dilakukan penjaga pantai Spanyol LSM Proactiva Open Arms ini sudah yang ke-112. (Reuters/Yannis Behrakis)

Liputan6.com, Tripoli - Setidaknya 74 jasad imigran asal Afrika ditemukan terdampar di pantai kota Zawiya, Libya. Seperti disampaikan juru bicara Bulan Sabit Merah Libya, Mohammed al-Misrati, jasad tersebut ditemukan pada 20 Februari lalu.

Al-Misrati mengatakan, sebuah perahu karet yang telah terkoyak ditemukan di dekatnya. Ia memperkirakan terdapat lebih banyak jasad yang akan ditemukan, karena perahu tersebut biasanya dapat mengangkut sebanyak 120 orang.

Ia juga mengatakan, pemerintah lokal membawa jasad tersebut ke sebuah pemakaman untuk orang-orang yang tak teridentifikasi di ibu kota Libya, Tripoli.

Pekan lalu Direktur European Border and Coast Guard Agency, Fabrice Leggeri, mengatakan bahwa rute penyelundupan Libya-Italia yang melintasi Laut Mediterania pada tahun lalu memecahkan rekor jumlah korban terbanyak.

Leggeri mengatakan, total koban tewas di rute Mediterania pusat sebanyak 4.579 jiwa. Angka tersebut diyakini berada di bawah jumlah korban sesungguhnya.

Sebagai perbandingan, pada tahun 2015 terdapat 2.689 kematian dan sebanyak 3.161 pada 2014.

Dikutip dari Belfast Telegraph, Selasa (21/2/2017), hingga kini masih sangat sedikit tanda-tanda meredanya lonjakan tersebut. Terdapat 228 kematian yang tercatat pada Januari tahun ini. Angka yang diperoleh hanya dalam satu bulan itu menjadi yang tertinggi dalam beberapa tahun terakhir.

Leggeri menyalahkan penggunaan perahu kecil dan kapal berkualitas buruk atas tingkat kematian yang tinggi itu.

Gejolak yang melanda Libya telah menjadi jebakan maut bagi ribuan migran. Kebanyakan dari mereka yang berasal dari negara-negara sub-Sahara Afrika dan berusaha keluar dari kemiskinan dengan harapan menemukan kehidupan yang lebih baik di Eropa.

Libya yang terbelah di bawah pemerintahan yang saling bersaing, dijalankan oleh milisi, di mana mereka mendapatkan banyak keuntungan dari penyelundupan dan perdagangan manusia.

Sejumlah kelompok Hak Asasi Manusia telah mendokumentasikan perjalanan mengerikan para imigran, termasuk penyiksaan, pemerkosaan, dan kerja paksa di Libya.

Negeri tersebut tenggelam dalam pelanggaran hukum setelah terjadi pemberontakan pada 2011 yang berubah menjadi perang saudara. Kekisruhan tersebut menyebabkan jatuhnya dan pembunuhan diktator yang telah lama berkuasa, Muammar Gaddafi.

Sejak saat itu, perdagangan manusia telah berkembang di tengah kekacauan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya