Liputan6.com, Berlin - Dalam sebuah wawancara khusus dengan Liputan6.com pada Kamis 6 April 2017, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam Vincent Guerend mengatakan bahwa banjir para pencari suaka ke negara-negara Eropa dianggap sebagai suatu tantangan bagi Uni Eropa.
Baca Juga
Advertisement
Akhir tahun 2015 telah terjadi peningkatan drastis pencari suaka ke Eropa. Mereka datang dari negara-negara konflik terutama Suriah, Irak, Afghanistan dan sejumlah negara di Afrika Utara termasuk Libya dan Somalia.
Negara-negara konflik itu kebanyakan berpenduduk Muslim, sehingga para pencari suaka pun kebanyakan beragama Islam.
Menurut laporan 2015, Uni Eropa dibanjiri lebih dari 1,3 juta pencari suaka, yang paling banyak di Jerman. Komunitas Muslim di Jerman memang sedikit, tapi ternyata sudah ada di negeri itu selama ratusan tahun.
Dikutip dari The Local pada Sabtu (20/5/2017), berikut ini adalah 8 fakta terkait keberadaan Islam di Jerman:
1. Hadir Sejak 1600-an
Sesuai catatan sejarah, kaum Muslim pertama kali tiba di Jerman sebagai tawanan dari Pengepungan Wina yang dilancarkan oleh Kesultanan Ottoman pada 1683. Menurut Konferensi Islam Jerman (DIK), kebanyakan tawanan itu dibaptis atau kemudian dipulangkan ke negeri asalnya.
Antara 1735 dan 1739, jumlah tawanan perang Muslim lebih banyak lagi akibat perang Rusia-Turki. Pada 1739, Bangsawan Courland mengizinkan 22 orang Turki untuk bergabung dengan resimen Prusia. Mereka dikenal sebagai "orang-orang jangkung" – atau Lange Kerls. Ruang salat juga disediakan bagi mereka. Kemudian Muslim Tartar dan Bosnia juga bergabung dengan pasukan Prusia pada 1741.
Kemudian, ketika hubungan menjadi lebih hangat antara Prusia dan Kesultanan Ottoman, sejumlah kaum Muslim mulai tinggal di Jerman secara reguler. Misalnya, pada 1763, pengadilan Prusia di Berlin mengizinkan posisi diplomatik Ottoman.
Pad 1768, ketika perwakilan diplomatik itu meninggal, Raja Frederick William III membuat tempat pemakaman baginya yang kemudian menjadi pemakaman Islam pertama di Jerman. Pemakaman itu masih ada sekarang di Columbiadamm, Berlin.
Mesjid pertama di bangun pada Perang Dunia I di dalam kamp tawanan Wünsdorf di pinggiran Berlin.
Jumlah penganut Islam di Jerman secara relatif tetap sedikit hingga 1960-an ketika program pekerja tamu dengan Turki memungkinkan masuknya banyak tenaga kerja Turki. Populasi Turki di Jerman sekarang menjadi etnis minoritas terbesar di negeri itu, sejumlah sekitar 3 juta orang.
Advertisement
2. Sekitar 5 Persen Penduduk
Suatu angka terkini yang diterbitkan tahun lalu oleh pemerintah menunjukkan ada 4,4 hingga 4,7 juta Muslim tinggal di Jerman, atau setara dengan sekitar 5,4 hingga 5,7 persen penduduk. Angka itu menunjukkan adanya penambahan 1,2 juta orang sejak sensus terakhir pada 2011.
Pemerintah menyebutkan pertumbuhan itu terkait dengan sejumlah besar imigran yang datang ke negeri itu pada tahun lalu, termasuk rekor sekitar 900 ribu pengungsi yang kebanyakan datang terutama dari negara-negara Muslim.
Suatu jajak pendapat pada waktu yang sama dilakukan oleh Ipsos mengungkapkan bahwa warga Jerman cenderung membesar-besarkan jumlah populasi Muslim di negeri itu. Jajak pendapat menunjukkan bahwa para responden pada umumnya menyangka ada 21 persen Muslim dalam populasi keseluruhan.
Para pakar menduga bahwa populasi itu akan bertambah sekitar 1 persen lagi dalam waktu 4 tahun ke depan.
3. Terbanyak ke-5 di Uni Eropa
Secara total, jumlah penduduk Muslim di Jerman adalah yang terbanyak di Uni Eropa (UE), tapi bukan yang terbanyak jika dibandingkan dengan jumlah penduduk negeri itu. Menurut laporan Pew Research Center pada tahun lalu, ada 25,3 persen populasi Muslim di Siprus yang berpenduduk sekitar 1,2 juta orang dan 13,7 persen populasi Muslim di Bulgaria.
Dengan demikian, Jerman berada di peringkat ke-5 UE untuk ukuran komunitas Muslim jika dibandingkan dengan jumlah penduduk, masih di bawah Prancis (7,5 persen) dan Belgia (5,9 persen). Tapi masih di atas Austria (5,4 persen) dan Yunani (5,3 persen).
Jika dilihat di seluruh benua Eropa, maka Rusia memiliki penduduk Muslim terbanyak, yaitu 14 juta orang atau sekitar 10 persen penduduk, demikian menurut laporan Pew Research Center.
Advertisement
4. Penggunaan Jihad dalam Perang Dunia I
Pada Perang Dunia I, para perwira Jerman menerbitkan harian "El Dschihad" (Jihad) untuk membujuk tentara-tentara Muslim dari negara-negara lain agar melakukan "perang suci", demikian menurut Museum Sejarah Jerman di Berlin.
Harian itu diterbitkan dalam beberapa bahasa dan dibagikan ke kawasan-kawasan garis depan, di dalam kamp-kamp tawanan Jerman, dan daerah-daerah pemukiman Muslim di bawah kekuasaan Prancis, Inggris, atau Rusia.
Bahkan, pembangunan mesjid pertama Jerman merupakan bagian dari strategi ini, yaitu mengizinkan para tawanan menjalankan ibadah sambil mengajarkan perang suci untuk meyakinkan mereka berperang bersama Jerman dalam melawan Sekutu.
5. Beragam Aliran
Konstitusi Jerman mengizinkan kelompok-kelompok keagamaan untuk menjadi "entitas menurut hukum perdata" yang antara lain memberikan izin mengenakan pajak terhadap para anggota.
Pemberian status itu dilakukan oleh masing-masing negara bagian dan pengakuannya berdasarkan keanggotaan dalam jumlah tertentu dan jaminan tetap ada.
Namun demikian, penganut Islam di Jerman tidak diorganisasikan dalam struktur yang sama dengan Yahudi dan Kristen di Jerman sehingga tidak terlalu cocok dengan kriteria tersebut.
Islam di Jerman sangat beragam, dengan batasan tegas di antara Sunni yang paling banyak, dengan Alawiah, Syiah, Ahmadi, Sufi, Ibadi, dan beberapa lainnya. Suatu penelitian DIK pada 2009 mendapati bahwa hanya sekitar 20 persen Muslim Jerman terikat kepada organisasi keagamaan atau jamaah tertentu.
Pertama kalinya komunitas Muslim diakui menurut status publik adalah sebagai organisasi lokal pada 2013 di negara bagian Hesse.
Advertisement
6. Anggota Parlemen Muslim
Pada 1994, Cem Özdemir menjadi Muslim pertama yang terpilih masuk ke parlemen Jerman, Bundestag, setidaknya seperti yang diketahui oleh Dewan Pusat Muslim Jerman.
Özdemir lahir di Bad Urach, Baden-Württemberg. Ia adalah putra seorang pekerja tamu dari Turki. Pada 1983, ia meraih kewarganegaraan Jerman. Pada 2008, kepada Spiegel ia mengatakan bahwa dirinya adalah seorang "Muslim sekuler."
7. Populasi Terbanyak di North Rhine-Westphalia
Sebelum Jerman mengalami rekor kedatangan jumlah pengungsi dalam 2 tahun terakhir, sekitar sepertiga Muslim Jerman tinggal di negara bagian yang paling padat penduduk, North Rhine-Westphalia. Sebagai perbandingan, seperlima populasi Jerman tinggal di negara bagian di barat Jerman itu.
Namun pandangan itu didasarkan kepada data yang dibeberkan oleh DIK pada 2009 dan belum ada penelitian perbandingan sejak saat itu. Berdasarkan caranya Islam diorganisasikan dan digolongkan di Jerman (seperti disebutkan sebelum ini), sebenarnya tidak ada cara terpusat untuk menghitung sebaran kaum Muslim. Jadi, perkiraan itu hanya berdasarkan jajak pendapat.
Advertisement
8. Menolak Kekerasan
Baik Dewan Pusat Muslim Jerman maupun DIK menggunakan situs web mereka untuk menolak kekerasan, teror, dan ekstremisme dalam nama Islam. DIK juga secara aktif bekerja sama dengan pemerintah Jerman untuk mencegah radikalisasi.
Sementara itu, juru bicara badan intelijen Jerman (BfV) mengatakan bahwa, sejak 2010, BfV mulai menuliskan laporan-laporan terkait gerakan Salafi, yang oleh Kementrian Dalam Negeri Jerman secara khusus dianggap menjadi ancaman.