AS: Suriah Bangun Krematorium untuk Sembunyikan Pembunuhan Massal

AS menuding rezim Suriah membangun krematorium di kompleks penjara Saydnaya yang berlokasi di utara Damaskus.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 16 Mei 2017, 17:06 WIB
Diterbitkan 16 Mei 2017, 17:06 WIB
Gambar citra satelit penjara di Suriah yang diambil pada 18 April 2017
Gambar citra satelit penjara di Suriah yang diambil pada 18 April 2017 (State Department/DigitalGlobe via AP)

Liputan6.com, Washington, DC - Amerika Serikat menuding pemerintah Suriah menginstalasi krematorium di sebuah penjara militer. Krematorium tersebut ditujukan untuk menghancurkan sisa-sisa ribuan jasad tahanan yang dibunuh.

Stuart Jones, asisten sekretaris untuk Biro Urusan Timur Dekat Kementerian Luar Negeri AS menunjukkan sebuah gambar satelit di mana krematorium tersebut tertutup salju.

"Mulai tahun 2013, rezim Suriah memodifikasi sebuah bangunan di dalam kompleks Saydnaya untuk mendukung apa yang kami yakini sebagai sebuah krematorium," ujar Jones seperti dikutip dari Al Jazeera, Selasa (16/5/2017).

Kompleks Saydnaya merupakan sebuah penjara militer yang berlokasi di utara Damaskus.

"Meskipun kekejaman rezim didokumentasikan dengan baik, kami percaya bahwa pembangunan krematorium adalah upaya untuk menutupi tingkat pembunuhan massal yang terjadi di Saydnaya," terang Jones.

Lebih lanjut Jones menjelaskan bahwa informasi terkait keberadaan krematorium tersebut didapat dari lembaga kemanusiaan dan "komunitas intelijen" AS. Setidaknya 50 orang dieksekusi setiap harinya di Saydnaya.

Jones sendiri tidak memberikan perkiraan resmi jumlah total tahanan yang terbunuh. Namun ia mengutip laporan Amnesty International yang menyebutkan bahwa 5.000 hingga 11.000 orang tewas di penjara itu selama periode 2011-2015.

Pemerintah Bashar al-Assad menurutnya telah menahan 65.000 hingga 117.000 orang dalam periode yang sama.

Tak lama, Sekretaris Pers Gedung Putih Sean Spicer mengatakan "rezim Assad telah mencapai tingkat kerusakan baru." Menurutnya pula, pemerintah Suriah telah melakukannya tanpa dukungan dari Iran dan Rusia.

Spicer menegaskan pula bahwa masa depan Suriah harus diputuskan oleh rakyat Suriah dalam proses yang bebas dan transparan.

Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS Heather Nauert menegaskan, Menlu Rex Tillerson telah bersikap "tegas dan jelas" dalam pertemuannya dengan Menlu Sergey Lavrov. Rusia ditegaskannya memiliki pengaruh luar biasa atas Bashar al-Assad.

Poin utama dari pertemuan kedua menlu tersebut adalah untuk mengatakan kepada Rusia agar menggunakan kekuatannya dalam mengendalikan rezim Assad.

Perang Suriah yang tengah berkecamuk telah memasuki tahun ketujuh. Konflik telah membunuh hampir setengah juta orang dan membuat lebih dari setengah populasi di negara itu mengungsi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya