Pasukan Elite Irak Dilaporkan atas Dugaan Pelanggaran HAM

Pasukan elite Irak dilaporkan atas dugaan kasus penyiksaan, pemerkosaan, dan pembunuhan setelah adanya laporan dari media Jerman.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 26 Mei 2017, 15:30 WIB
Diterbitkan 26 Mei 2017, 15:30 WIB
Sebuah kendaraan lapis baja milik militer Irak sedang berpatroli dekat garis depan kota tua Mosul pada tanggal 24 Mei 2017 (AFP)
Sebuah kendaraan lapis baja milik militer Irak sedang berpatroli dekat garis depan kota tua Mosul pada tanggal 24 Mei 2017 (AFP)

Liputan6.com, Mosul - Pemerintah Irak menyelidiki salah satu pasukan elite mereka yang diduga melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Kota Mosul. Pelanggaran yang dimaksud berupa kasus penyiksaan, pemerkosaan, dan pembunuhan.

Proses penyelidikan dilakukan setelah adanya laporan dari majalah Jerman Der Spiegel. Media itu menerbitkan laporan dari wartawan foto asal Irak, yaitu Ali Arkady.

Laporan itu menunjukkan adanya dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan salah satu anggota Divisi Tanggap Darurat Kementerian Dalam Negeri Irak.

Sebelumnya, saluran televisi ABC, Kamis (25/5/2017), menayangkan video milik Arkady terkait pelanggaran tersebut. Salah satu video yang ditayangkan berupa konten yang memuat aksi kekerasan.

Dalam tayangan video itu terlihat seorang sandera yang ditutup kedua matanya. Kedua pergelangan tangan pun diikat ke langit-langit ruangan dengan posisi kaki menginjak kursi.

Dengan kejam, seorang pria berseragam militer itu menendang kursi pijakan sehingga sandera tersebut menggantung dan merintih kesakitan.

Kementerian Dalam Negeri Irak mengatakan, pihaknya akan menyelidiki masalah ini secara nyata dan tidak pandang bulu. Pihaknya juga akan memberlakukan hukuman sesuai undang-undang yang berlaku.

Menanggapi kasus ini, Divisi Tanggap Darurat yang diduga melakukan kekerasan mengatakan, laporan yang dimuat di media beberapa waktu lalu merupakan hal yang dibuat-buat.

Divisi Tanggap Darurat menuduh Arkady telah mencuri kamera dari seorang tentara -- yang masuk ke daftar pencarian orang.

Tuduhan Arkady memicu kekhawatiran apakah Amerika Serikat bermitra dengan Divisi Tanggap Darurat Irak untuk melakukan perang melawan ISIS.

Arkady mengatakan, ia melihat secara langsung pelanggaran yang dilakukan pasukan elite Irak pada akhir tahun lalu. Saat itu koalisi pimpinan AS telah memperluas kerja sama dengan pasukan Kementerian Dalam Negeri Irak, termasuk Divisi Tanggap Darurat dalam upaya serangan udara.

Namun, karena tidak dipersenjatai secara langsung atau dilatih oleh pasukan AS, Divisi Tanggap Darurat tidak dilindungi hukum Leahy.

Hukum Leahy adalah undang-undang hak asasi manusia AS yang melarang Departemen Luar Negeri dan Departemen Pertahanan AS memberikan bantuan militer ke unit militer asing yang melanggar hak asasi manusia.

"Sementara pihak koalisi tidak dapat memastikan kebenaran tuduhan ini, pelanggaran hukum tentang konflik bersenjata tidak dapat diterima dan harus diselidiki secara transparan," ujar Kolonel Joseph Scrocca, selaku juru bicara koalisi.

Arkady mengatakan, pada mulanya ia mendokumentasikan tindakan pasukan yang ingin berjuang untuk merebut kendali Mosul dari kelompok ISIS.

Dalam laporannya kepada Der Spiegel, ia melihat mayat seorang pria yang disiksa di kantor pusat intelijen unit tersebut. Tahanan dituduh memiliki hubungan dengan ISIS yang telah berjanji untuk setia kepada kelompok teror tersebut.

Saat ini, Arkady dikabarkan telah meninggalkan Irak karena menerima ancaman dari berbagai pihak.

Sementara itu, Divisi Tanggap Darurat mengeluarkan sebuah video yang menunjukkan pria yang diduga tewas tersebut masih hidup. Sebagai upaya pembelaan diri atas tuduhan Arkady.

Meskipun, pria yang diperlihatkan bukanlah salah satu dari orang yang direkam oleh Arkady.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya