Liputan6.com, Mosul - Saat bergabung dengan ISIS, Mohammed Ahmed dikenal sebagai militan sangar dan kejam, dengan belati terhunus dan bedil tersandang di bahu.
Namun, saat berdiri di pengadilan Nineveh, Mosul, Irak, ia tak lebih dari seorang pesakitan.
Pengadilan di Irak Utara itu adalah satu-satunya lembaga peradilan di mana hakim bisa menyidangkan kasus ekstremisme, khususnya yang dilakukan teroris ISIS.
Advertisement
Dari mulut pria 40 tahun itu terkuak kejahatan brutal kelompok teror itu, khususnya terhadap minoritas Yazidi.
Baca Juga
Ia sendiri didakwa atas berbagai kasus kejahatan, termasuk penculikan, pemerkosaan, dan pembunuhan. Korbannya adalah para perempuan Yazidi, juga pria dan anak-anak laki-laki dari sekte minoritas itu.
Berdasarkan sejumlah dokumen persidangan yang didapatkan media Inggris Telegraph, di depan hakim bernama Arif, terdakwa mengakui serangkaian kejahatan yang dilakukannya, pasca-ISIS menyerbu wilayah yang dihuni etnis Yazidi di Sinjar pada pertengahan 2014.
"Aku menembak mereka di aula sekolah," kata Ahmed kepada hakim, seperti dikutip dari Newsweek, Rabu (2/7/2017). "Kupikir aku membunuh 10 atau 12 dari mereka, termasuk anak-anak."
Pengakuannya bersesuaian dengan laporan dari Sinjar pada saat itu, terkait eksekusi massal pria dan bocah laki-laki Yazidi -- namun tidak bagi para perempuannya.
ISIS menculik mereka, menjadikannya tawanan, dan kemudian memaksa para perempuan malang itu jadi budak seks bahkan komoditas.
Ahmed mengaku ambil bagian dalam penculikan para perempuan Yazidi. Ia berdalih hanya menjalankan perintah dari para pemimpin ISIS.
Ia membawa para tawanan itu ke Mosul, ke cengkeraman ISIS yang biadab.
Menurut laporan Telegraph, para anggota ISIS memperlakukan para perempuan Yazidi sebagai budak seks, menganggap mereka barang, bukan manusia.
Ahmed mengaku mendapatkan empat budak seks, yang usianya 20 hingga 30 tahun.
"Aku menyekap mereka di sebuah rumah kosong. Tiap malam aku berhubungan seksual dengan mereka, bergantian," kata dia. "Beberapa kesempatan mereka terlihat ketakutan, namun tak bisa berkata tidak. Mereka masih perawan saat aku mendapatkannya, lebih cantik daripada yang bisa Anda bayangkan."
Faktanya, para perempuan Yazidi korban nafsu bejatnya menjadi bagian dari gaji yang diberikan ISIS.
"Mereka menjadi bagian dari gaji yang kuterima. Aku mendapatkan 60 ribu dinar per bulan dan para perempuan itu adalah bonus," kata terdakwa.
Uang 60 ribu dinar setara US$ 595 atau Rp 7,8 juta.
Saat merasa bosan dengan perempuan yang ia miliki, Ahmed mengaku menjual mereka ke militan lain. "Harganya US$ 200 (Rp 2,6 juta) seorang," kata dia.
Setelah markas ISIS di Mosul jatuh ke pihak pemerintah, pengakuan tentang kekejaman dan perlakuan tak manusiawi yang dialami etnis Yazidi semakin terkuak.
Pasukan Irak sejauh ini telah membebaskan 180 perempuan selama 9 bulan operasi untuk merebut kembali Mosul.
Ahmed kini ditahan di penjara -- yang menurut pihak Irak layak -- meski sejumlah kelompok hak asasi manusia mengatakan, para tahanan mengalami penyiksaan oleh tentara Irak.
Hakim Arif mengatakan, kasus terdakwa Ahmed akan dilimpahkan ke pengadilan yang lebih tinggi, di mana ia akan divonis seumur hidup atau hukuman mati -- yang jauh lebih ringan dari apa yang dilakukan militan ISISÂ itu.
Saksikan juga video pengakuan korban ISIS berikut ini: