AS Jatuhkan Sanksi ke Perusahaan China Penyokong Rudal Korut

Kemenkeu AS beri sanksi teranyar kepada 16 entitas China dan Rusia, yang diduga menyokong proyek rudal dan nuklir Korut.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 23 Agu 2017, 12:03 WIB
Diterbitkan 23 Agu 2017, 12:03 WIB
Bendera Korea Utara
Bendera Korea Utara (AFP)

Liputan6.com, Washington, DC - Kementerian Keuangan Amerika Serikat menjatuhkan sanksi baru kepada sejumlah entitas asal China dan Rusia. Menurut dugaan Kemenkeu AS, mereka itu membantu mendanai dan memfasilitasi program rudal balistik dan hulu ledak nuklir Korea Utara.

Selaras dengan resolusi Dewan Keamanan PBB yang disahkan awal bulan ini, sanksi teranyar dari AS ditujukan untuk mengisolasi perusahaan dan individu di luar Korea Utara yang mendukung ambisi program rudal balistik dan hulu ledak nuklir Kim Jong-un. Demikian seperti dikutip dari CNN, Rabu (23/8/2017).

"Setiap properti dan kepentingan milik perusahaan (asal China dan Rusia) itu, termasuk yang dikendalikan oleh orang-orang yang berasal atau berada di AS, harus diblokir. Dan, entitas AS dilarang untuk berurusan dengan mereka," jelas rilis resmi Kementerian Keuangan AS.

Sanksi itu ditujukan kepada total 16 entitas dan individu yang memberikan beragam bantuan kepada Korut. Bantuan itu meliputi, menyokong pihak pengelola program rudal balistik dan hulu ledak nuklir, melakukan perdagangan energi, ekspor tenaga kerja, dan memfasilitasi firma asal Korut untuk mengakses sistem keuangan AS dan negara lain.

"Kemenkeu akan terus meningkatkan tekanan terhadap Korea Utara dengan menargetkan mereka yang mendukung program rudal balistik dan hulu ledak nuklir," kata Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin.

Entitas itu terdiri dari berbagai perusahaan energi, pedagang minyak dan batu bara, penyalur tenaga kerja, dan firma konsultan keuangan.

Kemenkeu AS menambahkan, sanksi teranyar itu diprioritaskan kepada firma yang melakukan perdagangan batu bara dengan Korut. Karena, dari perdagangan itu, Pyongyang mampu memperoleh keuntungan signifikan hingga sebesar US$ 1 miliar per-tahunnya, dan sejumlah besar fulus itu mengalir ke kas program rudal balistik dan hulu ledak nuklir.

Sanksi teranyar menyasar beberapa perusahaan batu bara asal China, antara lain Dandong Zhicheng Metallic Materials Co Ltd, inHou International Holding Co Ltd, dan Dandong Tianfu Trade Co Ltd. Ketiganya --secara kolektif-- bertanggung jawab membantu impor batu bara Korut selama 2013 - 2016, yang berhasil meraup keuntungan sekitar US$ 500 juta.

Dandong Zhicheng diduga menyokong Korea Kumsan Trading Corporation, entitas perwakilan Biro Energi Atom --salah satu lembaga yang bertanggung jawab menangani proyek rudal Korea Utara.

Sementara itu, sanksi tersebut juga menargetkan perusahaan baja asal Rusia Gefest-M LLC beserta direkturnya Ruben Kirakosyan. Perusahaan itu, menurut AS, memfasilitasi pasokan baja --komponen penting program rudal balistik dan hulu ledak nuklir-- kepada Korea Tangun Trading Corporation milik Korut yang berkantor di Moskow.

Sanksi Berjalan, Rudal Korut Tetap Mengancam

Amerika Serikat telah mencoba untuk menghentikan aktivitas finansial ilegal Korut dengan menjatuhkan sanksi dan diplomasi tegas kepada sejumlah negara dalam beberapa bulan terakhir. Hal itu dilakukan sebagai salah satu cara untuk menekan pendanaan program rudal balistik dan hulu ledak nuklir Kim Jong-un yang nampak berkembang pesat dari waktu ke waktu.

Namun, selama bertahun-tahun, sanksi itu nampak tak memberikan dampak signifikan bagi Pyongyang. Karena, Negeri di Utara Semenanjung itu nampak mampu menemukan cara alternatif untuk tetap mendapatkan aliran fulus --mendanai program rudal dan nuklir-- di tengah maraknya sanksi internasional.

"Mereka adalah sebuah rezim yang pandai menemukan cara baru yang kreatif untuk mendapatkan aliran dana. Dan aktivitas ilegal baru itu berpindah-pindah lokasi setiap saat," kata Sheena Greitens, profesor University of Missouri yang telah mempelajari aktivitas keuangan Korea Utara selama 10 sampai 15 tahun terakhir.

"Jika ingin mencoba menekan dan menahan kemampuan Korea Utara untuk memperoleh penghasilan dari kegiatan terlarang ini, mereka (AS dan komunitas internasional) juga harus menutup kemampuannya untuk beradaptasi," katanya.

Korea Utara kerap dituduh melakukan berbagai aktivitas ilegal untuk menambah pundi-pundi kas negara. Mereka diduga melakukan kejahatan seperti peretasan bank, menjual senjata, perdagangan narkotika, pemalsuan uang, dan perdagangan spesies langka.

Dari aktivitas itu, AS yakin, Pyongyang berhasil meraup keuntungan ratusan juta dollar. Aliran dana ilegal itu masuk ke kas negara Korut dengan disamarkan melalui perusahaan tempurung (berupa shell companies, dummy coorporations, atau front companies), sehingga nampak seperti transaksi keuangan yang sah.

Bukti bahwa aktivitas ilegal itu bersifat nyata ditunjukkan dengan semakin pesatnya program rudal balistik dan hulu ledak nuklir Korea Utara, setidaknya demikian seperti yang diklaim oleh Pyongyang.

Sementara itu, Presiden AS Donald Trump telah lama mendesak China untuk memberi tekanan lebih besar pada Korea Utara.

Sedangkan para analis menekan Washington agar lebih menggencarkan tekanan kepada Beijing, supaya Negeri Tirai Bambu --tidak hanya menargetkan perusahaannya sendiri namun juga-- melakukan tindakan komprehensif aktif untuk mengganggu keseimbangan Korut di kawasan.

 

Saksikan juga video berikut ini

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya