Imbauan Menteri Pariwisata India Ini Menuai Kontroversi

Di India, sapi dipuja sebagai hewan suci bagi umat Hindu. Terdapat hukum yang ketat soal pembantaian dan konsumsi sapi.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 12 Sep 2017, 12:12 WIB
Diterbitkan 12 Sep 2017, 12:12 WIB
Ilustrasi sapi
Ilustrasi (iStock)

Liputan6.com, New Delhi - Menteri Pariwisata India yang baru K.J. Alphons memicu kontroversi dengan nasihatnya. Ia menyarankan agar orang asing lebih dulu makan daging sapi di negara mereka sebelum datang ke Negeri Hindustan.

"Mereka (turis) bisa makan daging sapi di negara masing-masing sebelum datang ke sini," ujar Alphons, seperti dikutip dari Xinhuanet pada Selasa (12/9/2017).

Pernyataan Alphons tersebut merupakan jawaban saat ia ditanya oleh wartawan tentang vigilantisme atau aksi main hakim sendiri akibat perlindungan sapi di India.

Namun, tanggapannya itu bertentangan dengan omongannya yang dilontarkan sehari setelah ia dilantik. Kala itu, ia mengatakan bahwa Partai Bharatiya Janata India (BJP) --partai yang berkuasa di India-- tidak memaksakan aturan tertentu terkait makanan pada setiap negara bagian.

"BJP tidak mengatur soal makanan pada setiap negara bagian. Goa adalah negara pemakan daging dan akan terus begitu ... Kerala juga adalah negara pemakan daging dan akan terus begitu," kata Alphons kala itu.

Pernyataan Alphons mencuat setelah Mahkamah Agung India mendesak pemerintah pusat dan pemerintah negara bagian untuk mengambil langkah segera demi mencegah aksi main hakim sendiri di negara tersebut.

Di India, sapi dipuja sebagai hewan suci bagi umat Hindu. Dan terdapat hukum yang ketat soal pembantaian dan konsumsi sapi di beberapa negara bagian, terutama di negara yang dikuasai oleh BJP.

Menurut statistik resmi, belasan orang tewas akibat aksi main hakim sendiri oleh mereka yang mengklaim melindungi sapi. PM Narendra Modi telah dua kali mengecam serangan terhadap warga Dalit dan muslim. Ia menegaskan bahwa pembunuhan atas nama perlindungan sapi tidak dapat diterima. Kendati demikian, vigilantisme belum menunjukkan tanda-tanda mereda.

Pada Juli 2017, maskapai Air India dikabarkan memutuskan berhenti menyajikan makanan non-vegetarian kepada penumpang kelas ekonomi dalam rute penerbangan domestik.

Langkah tersebut bagian dari pemotongan biaya di tengah pertimbangan pemerintah untuk mencari cara memprivatisasi perusahaan nasional yang sarat utang itu.

Kritikus berpendapat bahwa kebijakan tersebut bersifat diskriminatif dan hanya akan memberikan sedikit perbedaan pada profit maskapai itu.

Menanggapi kritik tersebut, bos Air India mengatakan, ia tak mengerti apa yang diributkan oleh pihak-pihak yang menentang kebijakan tersebut.

Isu diet dinilai sangat dipolitisasi di India, di mana banyak umat Hindu menjadi vegetarian sementara umat muslim kebanyakan makan daging.

Melalui media sosial Twitter, koki sekaligus penulis Madhu Menon mengatakan, ia melihat "permainan politik" dalam kebijakan tersebut.

"Hanya makanan vegetarian di Air India. Selanjutnya, para kru pesawat hanya akan berbahasa Hindi. Dan setelah itu, lagu kebangsaan akan diputar sebelum pesawat take-off," demikian sindiran keras Menon terhadap kebijakan maskapai Air India.

Melalui laman Facebooknya, chairman dan Managing Director Air India Ashwani Lohani mengatakan, kebijakan tersebut untuk "mengurangi pemborosan, menghemat biaya, memperbaiki layanan, dan menghilangkan kemungkinan terjadinya pencampuran".

Lohani menambahkan, "Dalam rute penerbangan pendek makanan hanya menjadi faktor tambahan dan tidak terlalu menjadi perhatian utama."

Tak lama setelah keputusan mengejutkan oleh Air India ini, pesaing maskapai itu, Vistara, dengan cepat mengampanyekan bahwa mereka masih memiliki pilihan menu bagi penumpang, baik yang mengonsumsi daging atau vegetarian.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya