Liputan6.com, Delhi - Menstruasi adalah topik yang tabu di India. Saking tertutupnya, seorang perempuan bisa dihina, dipermalukan, bahkan dikucilkan kala masa menstruasi.
Biasanya, kaum hawa di negara itu menerima nasib atas kodrat mereka. Namun, tak sedikit yang tidak tahan atas perlakukan tersebut dan mengambil jalan singkat: bunuh diri.
Baca Juga
Hal itu dialami seorang gadis 12 tahun di India Selatan. Ia memutuskan untuk bunuh diri karena tak tahan kerap dipermalukan gurunya, gara-gara saat menstruasi darahnya tembus mengenai pakaian.
Advertisement
Dikutip dari BBC, Jumat (1/9/2017), dalam surat bunuh dirinya ia menuduh si guru telah "menyiksa".
Meski gadis itu tak menuliskan kapan dia dipermalukan, sang ibu mengatakan putrinya diminta meninggalkan kelas karena noda haid yang menempel di pakaian.
Menstruasi adalah hal tabu di beberapa daerah pedesaan di India. Wanita secara tradisional diyakini menjadi sosok najis selama datang bulan.
Polisi mengatakan tengah menyelidiki penyebab kasus bunuh diri yang terjadi pada Minggu, 27 Agustus, di Distrik Tirunelveli negara bagian Tamil Nadu, India.Â
Surat bunuh diri remaja itu dimulai dengan kalimat, "Amma (Ibu) mohon maafkan aku..."
"Aku tidak tahu mengapa guruku mengeluhkan kondisiku, aku masih tidak mengerti mengapa mereka melecehkan dan menyiksa aku seperti ini," kata siswi malang itu dalam catatan bunuh dirinya.
Ibunya menuduh si guru telah memukul putrinya di suatu kesempatan karena tidak mengerjakan pekerjaan rumahnya.
"Putriku mendapat menstruasi saat dia di sekolah Sabtu lalu," kata sang ibu kepada BBC Tamil."
"Ketika dia memberi tahu gurunya bahwa ia tengah datang bulan, dia diberi kain lap untuk digunakan sebagai pembalut darah mensnya."
"Guru itu meminta putriku berdiri di luar kelas. Bagaimana mungkin seorang anak berusia 12 tahun menahan penghinaan seperti itu?" ujar sang ibu.
Gadis itu bunuh diri sehari kemudian.
Pihak sekolah mengatakan kepada BBC bahwa pihaknya tengah bekerja sama dengan polisi atas kasus tersebut.
Ketika Perempuan Haid Dikucilkan dan Kemudian Tewas...
Pada 2015, seorang perempuan India, Nikita Azad, membuat kampanye "Happy to Bleed" --Â artinya, "Gembira Mengeluarkan Darah".
Gara-garanya, ia merasa tergganggu dengan ucapan pemimpin Sabarimala yang tersohor di Kota Kerala, India, Prayar Gopalakrishnan, yang mengatakan, "Akan tiba waktunya ketika orang-orang akan bertanya jika semua wanita dilarang masuk kuil selamanya."
Menurut Nikita Azad, tidak ada "waktu yang tepat" bagi wanita untuk masuk ke kuil. Wanita seharusnya punya hak untuk ke mana pun dan kapan pun mereka mau.
Menurut mahasiswa itu, komentar yang dilakukan pandita tersebut memperjelas sikap misoginis dan mitos yang menyelimuti para wanita. Happy to Bleed ini menjadi kampanye untuk menentang perihal tabu terkait menstruasi.
Pengucilan dan pelecehan wanita haid menjadi tradisi di sejumlah negara-negara Asia Selatan. Salah satunya Nepal. Mereka memiliki praktik kuno, chhaupadi, di mana perempuan yang sedang menstruasi atau baru melahirkan dianggap "kotor" dan harus diasingkan.
Praktik tersebut telah dilarang pemerintah Nepal pada 2005, namun masih dilakukan di desa-desa terpencil.
Masyarakat di sana yakin, mereka akan mengalami kemalangan seperti bencana alam jika ada perempuan yang sedang haid atau nifas hidup di antara mereka. Saat diasingkan, kaum hawa itu tak boleh makan makanan yang biasa mereka asup. Minum susu juga terlarang.
Dalam sejumlah kasus, para perempuan dan gadis berbagi tempat bernaung dengan hewan ternak lengkap dengan kotoran mereka -- di gubuk atau kandang yang letaknya jauh dari desa.
Di beberapa kasus ditemukan para perempuan yang tengah haid itu tewas. Penyebabnya ada yang digigit ular, ada pula yang gubuknya terbakar karena menyalakan api untuk menghindari rasa dingin, tapi malah membakar tempat "pengasingan" tersebut.
Saksikan video menarik berikut ini:
Advertisement