Liputan6.com, Shandong - Hanya dengan berjualan ayam goreng ala Korea, pria China bernama Sun Qiwei sukses meraup untung lebih dari 430.000 yuan atau berkisar Rp 845 juta. Laba bersih itu ia peroleh per tahun dari hasil penjualannya di Weihai, Provinsi Shandong, China Timur.
Baca Juga
Advertisement
Seperti dikutip dari Asia One, Rabu (27/9/2017), gagasan membuka toko ayam goreng ala Korea itu bermula di tahun 2009. Saat itu ia tengah menempuh pendidikan di Korea Selatan.
Di sana, ia terobsesi dengan rasa saus ayam goreng Korea yang menurutnya amat lezat. Pria kelahiran 1985 itu kemudian bekerja paruh waktu di sebuah toko ayam goreng terkenal di negara tersebut.
Saat Sun kembali ke China pada akhir 2015, ia pun mulai mencari tempat yang tepat untuk memulai bisnis ayam goreng ala Korea miliknya sendiri.
Sejak awal 2016 sampai sekarang, lima toko waralaba di Weihai beroperasi dengan merek Sun. Dari sanalah ia mendapat keuntungan besar.
Tak disangka, orang-orang di tempat tinggalnya menyukai rasa ayam ala Korea yang juga menjadi favoritnya.
Ayam 'Perawan'
Sebelum ayam goreng ala Korea yang dijual Sun, menu unggas 'perawan' di China sempat lebih dulu menjadi sorotan.
Restoran waralaba ayam goreng di Shanghai yang menjualnya.
Kendati demikian mereka terpaksa harus berurusan dengan pihak berwenang terkait kasus dugaan pelanggaran tatanan sosial. Gara-garanya, mereka dituduh menggunakan nama yang dianggap mesum, 'Call a Chick' dan istilah-istilah yang dianggap tak sopan dalam menu dan konten pemasarannya.
Shanghai Daily melaporkan, chick atau chicken -- yang dalam Bahasa Indonesia berarti 'ayam' -- adalah pelesetan dari pekerja seks komersial (PSK). Media tersebut juga mengabarkan, restoran tersebut menawarkan menu-menu dengan nama yang 'menjurus'.
Misalnya makanan 'virgin chick' (ayam perawan) dan minuman berjudul 'chick's sex partner' (patner seks ayam).
Slogan restoran itu juga dianggap tak sopan dan mengundang penafsiran yang melenceng: "Satisfying all your expectations over chicks" -- memuaskan semua harapan Anda terhadap ayam.
"Call a Chick" kali pertama dipersoalkan di Sichuan, di mana seorang ibu mengeluh di media setelah putranya yang berusia 8 tahun berkali-kali menanyakan artinya.
Biro Administrasi Industri dan Komersial Shanghai atau Shanghai Industrial and Commercial Administrative Bureau melakukan investigasi terkait perkara tersebut.
"Konten tersebut bisa jadi melanggar tatanan sosial," kata Li Hua, deputi direktur departemen promosi biro tersebut, seperti dikutip dari Asia One pada 24 November 2016.
Aturan melarang iklan atau materi pemasaran yang mengganggu ketertiban umum atau melanggar standar etika. Barang siapa melanggar bisa menghadapi denda sebesar 1 juta yuan dan izin usaha mereka dicabut.
Sementara, pihak perusahaan waralaba ayam goreng, dalam postingannya di situs mikroblog mengatakan, pihaknya menargetkan pelanggan berusia 18-28 tahun.
Namun, mereka mengakui bahwa pasar telah berubah dan telah mengubah bahasa dalam konten pemasaran dan menu yang tak sesuai.
Perusahaan juga meminta maaf pada seorang perempuan di Chengdu dan para pelanggan lain yang merasa terganggu karenanya.
Advertisement