Donald Trump Tolak Dukung Kesepakatan Nuklir Iran

Selain menolak kesepakatan nuklir Iran, Presiden Donald Trump juga mengancam akan membuat AS meninggalkan traktat tersebut.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 14 Okt 2017, 11:04 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2017, 11:04 WIB
Ilustrasi nuklir Iran
Ilustrasi nuklir Iran (AFP)

Liputan6.com, Washington, DC - Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan menolak untuk mendukung sertifikasi tinjauan berkala kesepakatan nuklir Iran pada hari Jumat 13 Oktober waktu setempat. Ia juga mengancam akan membuat AS meninggalkan pakta tersebut.

Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) atau Kesepakatan Nulir Iran, merupakan pakta kesepakatan antara Iran dan sejumlah pihak yang terdiri dari anggota tetap Dewan Keamanan PBB (China, Prancis, Rusia, Inggris, AS), Jerman, dan Uni Eropa.

Menurut pakta itu, Iran sepakat terhadap sejumlah hal, salah satunya adalah pengurangan stok uranium (bahan baku pembuat nuklir) hingga 98 persen. Kepatuhan Iran akan ditukar dengan pencabutan sanksi dari negara-negara yang menandatangani kesepakatan tersebut.

Pakta itu memiliki mekanisme pengawasan rutin. Secara berkala, yakni per-90 hari, para negara anggota akan memberikan sertifikasi kepatuhan kepada Iran setelah melakukan peninjauan.

Terakhir kali, sertifikasi kepatuhan diberikan kepada Iran pada Juli 2017.

Namun kini, hampir 90 hari menjelang sertifikasi kepatuhan berikutnya, Presiden Trump menolak untuk memberikan dukungannya terhadap sertifikasi itu.

Ia beranggapan bahwa Iran tidak memberikan kontribusi positif terhadap perdamaian dan keamanan regional serta internasional, sebuah harapan yang disematkan dalam pembukaan JCPOA.

"Kami tidak akan terus menyusuri jalan yang justru akan lebih banyak menimbulkan kekacauan dan ancaman nyata terhadap isu nuklir Iran," ujar Trump dalam sebuah pidato di Gedung Putih seperti dikutip dari The New York Times, Sabtu (14/10/2017).

The New York Times melanjutkan, Trump juga mengancam akan membuat AS meninggalkan pakta JCPOA. Ancaman itu dapat menjadi kenyataan jika ada tiga pemicu.

Pertama, Iran kembali mengaktifkan misil balistik lintas benuanya. Kedua, Negeri Para Mullah menolak melakukan negosiasi untuk memperpanjang perjanjian yang membatasi aktivitas nuklir mereka. Terakhir, Tehran terbukti kembali membuat bom.

"Jika kami tidak dapat menemukan solusi dengan Kongres AS dan sekutu kami, maka perjanjian itu akan dibatalkan," jelas Trump.

Sementara itu, menanggapi ancaman Trump, Presiden Iran Hassan Rouhani menyatakan, negaranya tidak akan memasuki negosiasi dan melakukan amandemen dalam bentuk apapun terkait JCPOA.

Sebelumnya, Iran diketahui pernah melakukan uji coba rudal balistik, sesuatu yang memicu kemarahan AS, meski uji coba semacam itu bukan merupakan bentuk pelanggaran atas JCPOA.

 

 

Desakan Negara Lain

Saat ini, Inggris, Prancis, dan Jerman diketahui telah menyusun pernyataan sikap bersama. Mereka mendesak agar AS menandatangani sertifikasi kepatuhan terbaru dan tetap berkomitmen pada traktat tersebut.

Diprediksi, ke depannya Trump mungkin akan membujuk Senat AS untuk membentuk produk undang-undang (act) yang berisi sikap baru Washington terhadap isu nuklir Iran.

Namun, untuk membentuk legislasi semacam itu, butuh 60 suara dari total Senat AS. Itu berarti, Partai Republik -- yang mengusung Trump -- membutuhkan 'kata sepakat' delapan suara anggota Senat dari Partai Demokrat agar act tersebut dapat rampung.

Akan tetapi, seperti dikutip dari The New York Times, seluruh anggota Senat dari Partai Demokrat terus konsisten mendesak Trump untuk tetap berkomitmen pada JCPOA.

Sejak masih menjadi kandidat presiden, Trump selalu menyebut kesepakatan nuklir Iran sebagai salah satu transaksi terburuk dan paling sepihak yang pernah dilakukan oleh Amerika Serikat.

Di sisi lain, beberapa pihak yang mendorong agar AS konsisten terhadap komitmen traktat tersebut menganggap, JCPOA dapat menjadi fondasi bagi hubungan baru antara Washington - Tehran.

"Kami jelas prihatin secara mendalam terhadap aktivitas regional yang mendistorsi Iran... tapi saya tetap pada pendirian bahwa kesepakatan nuklir Iran merupakan capaian bersejarah yang tidak diragukan lagi telah membuat dunia menjadi tempat yang lebih aman," jelas Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya