Myanmar Mendakwa 2 Jurnalis dengan UU Warisan Kolonial

Pemerintah Myanmar memulai sidang hukum terhadap dua jurnalis Reuters yang dituduh membocorkan rahasia negara.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 10 Jan 2018, 17:00 WIB
Diterbitkan 10 Jan 2018, 17:00 WIB
Jurnalis Reuters ditangkap Myanmar - (AP)
Jurnalis Reuters ditangkap Myanmar - (AP)

Liputan6.com, Naypyidaw - Tuduhan pembocoran rahasia negara yang menimpa dua jurnalis Reuters, Wa Lone (31) dan Kyaw Soe Oo (27), saat bertugas di Myanmar mulai diperkarakan ke meja hijau pada Rabu, 10 Januari 2018. Keduanya didakwa menggunakan undang-undang peninggalan Kolonial Inggris, yakni Official Secrets Act.

Dikutip dari laman BBC pada Rabu (10/1/2017), undang-undang uzur yang berlaku sejak 1923 silam itu dapat membuat kedua terdakwa terancam hukuman maksimal 14 tahun penjara. Kementerian Informasi Myanmar menyebut kedua jurnalis muda tersebut memperoleh informasi dari sumber yang tidak resmi dengan maksud membaginya ke media asing.

Selesai pembacaan dakwaan, kuasa hukum kedua jurnalis, Than Zaw Aung, mengajukan permohonan agar kliennya dapat segera dibebaskan dengan jaminan. Tidak ada jawaban ya atau tidak, hakim memutuskan akan menimbang terlebih dahulu permohonan terkait untuk kemudian dibacakan di sidang lanjutan pada 23 Januari mendatang.

Kronologi penangkapan Wa Lone dan Kyaw Soe Oo bermula ketika keduanya ditangkap pada 12 Desember 2017 lalu saat menghadiri undangan makan malam dari dua orang polisi Myanmar yang belum mereka kenal. Oknum polisi tersebut berjanji menyerahkan dokumen rahasia tentang kondisi sesungguhnya negara bagian Rakhine yang tengah dilanda konflik Rohingnya.

Saat hendak serah terima dokumen terkait, mendadak sejumlah polisi datang menangkap dan menjebloskan keduanya ke dalam penjara.

Di luar ruang sidang, sejumlah jurnalis dari lokal dan mancanegara berkumpul untuk memberikan solidaritas terhadap Wa Lone dan Kyaw Soe Oo dengan mengenakan pakaian serba hitam. Hal ini juga dilakukan sekaligus sebagai protes terhadap sikap pemerintah yang tidak memihak kebebasan pers.

 

 

Kebebasan Pers Masih Merupakan Mimpi di Myanmar

Pengungsi Rohingya
Muslim Rohingya saat melakukan pelayaran maut untuk mengungsi dari Rakhine. (AFP)

Ini bukan kali pertama pemerintah Myanmar melakukan penahanan terhadap jurnalis. Sebelumnya pada Oktober 2017, kepolisian setempat mendakwa dua jurnalis asing dan dua warga lokal dengan tuduhan menerbangkan drone di atas gedung parlemen Myanmar.

Dua jurnalis asing yang ditahan tersebut adalah Lau Hon Meng dari Singapura dan Mok Choy Lin dari Malaysia. Keduanya bekerja di media Turki, Turkish Radio and Television Corporation. Adapun dua warga sipil yang ditahan adalah seorang sopir bernama Hla Tin dan seorang penerjemah bernama Aung Naing Soe.

Insiden penangkapan kedua jurnalis media Turki tersebut terjadi di tengah ketegangan hubungan antara Myanmar dan Turki terkait isu kekerasan yang menimpa etnis minoritas Rohingya. Bahkan, Presiden Recep Tayyip Erdogan sempat menuding Myanmar melakukan teror dan genosida terhadap warga muslim Myanmar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya