Liputan6.com, Caracas - Nicolas Maduro kembali menduduki kursi presiden usai memenangi pemilu Venezuela -- yang kontroversial, diboikot oposisi, dan didiskreditkan oleh sejumlah negara -- pada Minggu, 20 Mei 2018.
Dewan Pemilu Nasional Venezuela mengumumkan, dari hampir sekitar 93 persen total tempat pemungutan suara, Maduro telah memperoleh sekitar 68 persen. Demikian seperti dilansir Associated Press via USA Today (21/5/2018).
Sementara itu, oposisi sekaligus pesaing terdekat Maduro, Henri Falcon hanya memperoleh kurang dari 40 persen suara.
Advertisement
Sedangkan di posisi ketiga ada Javer Bertucci dengan perolehan suara sekitar 11 persen.
Oposisi Maduro mempertanyakan legitimisasi pemungutan suara, menyebut adanya ketidakwajaran dalam proses voting dan menganjurkan agar pemungutan suara diulang.
Apalagi, menurut catatan, tahun ini merupakan pemilu dengan jumlah pemilih terendah sejak dua dekade terakhir.
"Jelas, pemilu itu tak memiliki legitimasi dan kami dengan tegas menolak untuk mengakui hasil tersebut," kata Falcon kepada para pendukungnya.
Baca Juga
Falcon menuduh bahwa simpatisan Maduro melakukan intimidasi atau bujuk rayu yang tersistematis terhadap kelompok masyarakat miskin sepanjang proses pemungutan suara. Tujuannya, agar kelompok masyarakat miskin -- yang berjumlah cukup banyak -- itu menggunakan hak suaranya untuk memilih Maduro.
Teknik intimidasi atau bujuk rayu itu dilakukan dengan mendirikan 'tenda merah' di dekat tempat pemungutan suara.
Falcon pun mengklaim, 'tenda merah' itu tersebar di 86 persen dari total tempat pemungutan suara di Venezuela.
Kendati demikian, Presiden Dewan Pemilu Nasional Venezuela, Tibisay Lucena menyangsikan aktivitas semacam itu. Tapi, ia tak menyangkal bahwa ada berbagai komplain atas laporan tersebut.
Lebih lanjut, Bertucci juga menentang hasil pemilu dan mengatakan bahwa Maduro harus 'berani untuk mengundurkan diri'.
"Jika Maduro terus bertahan, hal itu akan mengakibatkan ledakan krisis sosial yang diakibatkan oleh kelangkaan makanan dan inflasi besar- besaran, sebelum masa jabatan 6 tahunnya habis pada Januari 2019 mendatang," lanjut Bertucci.
Di sisi lain, Maduro justru menolak untuk diadakannya pemilu ulang seperti yang didesak para oposisi. Kendati demikian, ia mau berdialog dengan Falcon dan Bertucci guna berupaya menyudahi krisis yang terjadi di Venezuela.
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Akan Memicu Sanksi dari AS
Sementara itu, kemenangan yang kontroversial itu kemungkinan besar akan meningkatkan tekanan komunitas internasional terhadap rezim Nicolas Maduro. Selama ini, sanksi tersebut diberikan oleh AS dan beberapa negara lain sebagai bentuk protes atas kebijakan dalam negeri Maduro yang dianggap 'mengancam stabilitas' di Amerika Selatan.
Bahkan, saat pemungutan suara berlangsung hari Minggu kemarin, seorang pejabat senior Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat memperingatkan bahwa AS mungkin akan meneruskan dan meningkatkan pemberian sanksi ekonomi terhadap sektor ekspor minyak Venezuela.
Sanksi itu telah lama dinilai akan melumpuhkan perekonomian Venezuela, mengingat, ekspor komoditas itu memberikan pemasukan besar bagi kas negara yang berstatus sebagai salah satu pemilik cadangan minyak mentah terbesar dunia.
Advertisement