Liputan6.com, Riyadh - Arab Saudi dilaporkan telah menangkap belasan aktivis hak asasi manusia, banyak di antaranya perempuan, dalam sebuah operasi penegakan hukum yang kontroversial yang digelar sejak pekan lalu.
Sejak Jumat, 18 Mei, muncul kabar bahwa pemerintah Arab Saudi menahan tujuh aktivis terkemuka -- lima perempuan dan dua pria. Demikian seperti dikutip dari BBC (24/5/2018).
Baca Juga
Kemudian, sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada hari berikutnya oleh Presidensi Keamanan Negara -- yang melapor langsung ke kantor raja -- mengatakan bahwa mereka yang ditangkap menghadapi tuduhan "melakukan kontak komunikasi yang mencurigakan dengan pihak asing" dan merusak "keamanan serta stabilitas" negara.
Advertisement
Di sisi lain, surat kabar pro-pemerintah dan akun media sosial di Arab Saudi mencap mereka sebagai "pengkhianat".
Human Rights Watch (HRW) melaporkan pada Jumat 18 Mei, mereka yang ditangkap antara lain; aktivis perempuan Loujain al-Hathloul, Aziza al-Yousef, dan Eman al-Nafjan.
Mereka ditangkap bersama dengan Mohammed al-Rabea, seorang aktivis dan Ibrahim al-Modaimeegh, seorang pengacara HAM.
Kemudian pada Rabu 23 Mei, HRW yang mengutip aktivis Saudi mengatakan, setidaknya empat aktivis hak perempuan lainnya telah ditahan, sehingga jumlah total yang ditangkap berkisar 10 orang.
Amnesty International juga mengatakan, tujuh perempuan dan dua pria sekarang telah ditahan, di samping "satu aktivis yang tidak diketahui identitasnya".
Tidak Diberikan Akses Bantuan Hukum
Sementara itu, Associated Press mengutip orang-orang yang akrab dengan penangkapan mengatakan, para aktivis yang ditahan tidak diberi akses ke pengacara, dan mereka hanya diizinkan melakukan satu panggilan telepon ke keluarga mereka pekan lalu.
Associated Press juga menyebut, salah satu perempuan ditahan sepenuhnya tanpa komunikasi.
Para aktivis juga mengatakan kepada Associated Press bahwa tujuh dari mereka yang ditahan baru-baru ini mengajukan permintaan kepada pemerintah untuk membentuk sebuah organisasi non-pemerintah yang disebut "Amina" yang akan menawarkan dukungan dan tempat tinggal bagi para korban kekerasan dalam rumah tangga.
Di sisi lain, aktivis lain mengatakan bahwa penangkapan itu sangat 'mengejutkan' dan 'belum pernah terjadi sebelumnya'.
Sementara itu, Amerika Serikat telah menyatakan keprihatinan tentang penahanan para aktivis di Arab Saudi dan mengatakan bahwa pihaknya telah 'mengawasi dengan seksama' tentang kemajuan reformasi di sana -- di mana kedua negara merupakan sekutu.
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Menunjukkan Inkonsistensi Reformasi HAM di Saudi?
Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud dan putranya, Putra Mahkota Mohammed bin Salman, mendapat pujian luas tahun lalu ketika mereka mengumumkan bahwa kebijakan larangan perempuan mengemudi -- yang sudah berlangsung selama beberapa dasawarsa -- akan berakhir pada 24 Juni.
Aktivis hak-hak perempuan Saudi, termasuk mereka yang telah dipenjarakan karena menentang larangan tersebut, merayakan keputusan itu. Namun, mereka juga berjanji untuk terus berkampanye demi mengakhiri undang-undang lain yang mereka anggap diskriminatif.
Perempuan harus mematuhi aturan berpakaian, dipisahkan dari laki-laki yang bukan muhrim, dan didampingi atau mendapat izin tertulis dari wali laki-laki jika mereka ingin bepergian, bekerja atau mengakses layanan kesehatan.
Selama wawancara dengan CBS News pada bulan Maret sebelum perjalanan ke AS, putra mahkota menyatakan, "Perempuan Saudi masih belum menerima hak penuh mereka. Ada hak yang diatur dalam Islam yang masih belum mereka miliki. Namun kami telah melakukan hal serta mengambil sejumlah jalan pintas."
Kendati demikian, para aktivis HAM internasional menilai bahwa apa yang dilakukan oleh sang pangeran untuk mereformasi hak asasi di Saudi belum cukup, dan bahkan, menunjukkan inkonsistensi menyusul penangkapan belasan aktivis baru-baru ini.
"Putra mahkota, yang telah menata dirinya sebagai seorang reformis dengan sekutu dan investor Barat, harus berterima kasih kepada para aktivis atas kontribusi mereka terhadap gerakan hak perempuan Saudi," kata Sarah Leah Whitson, direktur Timur Tengah HRW.
"Sebaliknya, pihak berwenang Saudi tampaknya menghukum para aktivis hak-hak perempuan ini karena mempromosikan tujuan bin Salman."
Putra mahkota berusia 32 tahun itu juga mengawasi tindakan keras terhadap ulama dan intelektual berpengaruh sejak terpilih menjadi pewaris takhta Juni lalu.
Dia juga memelopori gerakan anti-korupsi yang mengakibatkan puluhan pangeran, menteri dan pengusaha ditahan pada bulan November dan menghasilkan sekitar US$ 107 miliar sebagai biaya denda atas kasus tersebut.
Advertisement