Liputan6.com, Washington, DC - Pada hari Minggu kemarin, Donald Trump mengumumkan bahwa tim Amerika Serikat telah berada di Korea Utara untuk merencanakan pertemuan puncaknya dengan Kim Jong-un.
Sejauh ini, belum ada konfirmasi bahwa KTT Korea Utara-Amerika Serikat akan berjalan sesuai rencana, yakni pada 12 Juni 2018 di Singapura.
Seperti dikutip dari CBS SF Bay Area, Senin (28/5/2018), Kementerian Luar Negeri AS sebelumnya mengatakan bahwa sebuah tim telah berada di Panmunjom, yang melintasi perbatasan di dalam Zona Demiliterisasi (DMZ), yang memisahkan Korea Utara dan Korea Selatan.
Advertisement
Seseorang dapat menyeberangi perbatasan kedua negara hanya dengan melangkahi garis bercat, namun bergerak melampaui beberapa langkah ke utara di Panmunjom jarang dilakukan oleh para pejabat AS.
Rencana pertemuan Kim Jong-un dan Trump maju mundur setelah pada Kamis lalu presiden ke-45 itu mengumumkan pembatalan sepihak. Namun, tidak lama, Trump menyatakan bahwa KTT Amerika Serikat-Korea Utara tidak menutup kemungkinan dapat terlaksana.
Dalam pernyataan terbarunya, Trump tidak hanya mengumumkan bahwa sebuah tim telah tiba di Panmunjom, ia juga mengungkapkan kepercayaannya kepada Korea Utara.
Our United States team has arrived in North Korea to make arrangements for the Summit between Kim Jong Un and myself. I truly believe North Korea has brilliant potential and will be a great economic and financial Nation one day. Kim Jong Un agrees with me on this. It will happen!
— Donald J. Trump (@realDonaldTrump) May 27, 2018
Sementara itu, di Semenanjung Korea, perkembangan baru tercipta pasca-pertemuan Kim Jong-un dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in untuk kedua kalinya. Tatap muka keduanya berlangsung di Panmunjom pada hari Sabtu lalu.
Dalam pernyataannya, Presiden Moon menegaskan bahwa Kim Jong-un berkomitmen melakukan pertemuan dengan Trump dan denuklirisasi penuh Semenanjung Korea.
Moon menjelaskan bahwa Kim Jong-un, sekali lagi, menegaskan komitmennya terhadap denuklirisasi penuh Semenanjung Korea. Ia menambahkan pula bahwa Kim Jong-un bersedia bekerja sama untuk mengakhiri konfrontasi dan menuju perdamaian demi keberhasilan KTT Amerika Serikat-Korea Utara.
Adapun kepada Kim Jong-un, Moon menyampaikan bahwa Trump memiliki tekad kuat untuk mengakhiri hubungan permusuhan dengan Korea Utara dan memulai kerja sama ekonomi jika Pyongyang menerapkan denuklirisasi penuh.
"Kim Jong-un memiliki kekhawatiran soal apakah negaranya bisa memercayai Amerika Serikat atas janjinya untuk mengakhiri hubungan bermusuhan (dengan Korea Utara) untuk memberikan jaminan keamanan jika mereka melakukan denuklirisasi," kata Moon.
"Selama KTT Korea Selatan-Amerika Serikat, Presiden Trump mengatakan bahwa AS bersedia mengakhiri sikap permusuhan (antara AS dan Korea Utara) serta membantu (Pyongyang) mencapai kemakmuran ekonomi jika mereka melakukan denuklirisasi," imbuhnya.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dilaporkan menunjuk diplomat veteran AS, Sung Kim untuk menangani negosiasi pra-KTT. Pada jalur terpisah, namun saling melengkapi adalah tim CIA yang dibentuk Pompeo tahun lalu ketika dirinya masih memimpin lembaga intelijen itu.
Dan tim lainnya adalah yang berasal dari logistik Gedung Putih. Mereka dikirim ke Singapura pada hari Minggu untuk bersiap jika pertemuan Trump dan Kim Jong-un benar-benar terjadi. Tim ini dipimpin oleh Joe Hagin, Wakil Kepala Staf Gedung Putih untuk operasi.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Kim Jong-un Ingin KTT Amerika Serikat-Korea Utara Terwujud
Kantor berita pemerintah Korea Utara, KCNA, pada Minggu pagi menyatakan bahwa Kim Jong-un "tetap menginginkan KTT Amerika Serikat-Korea Utara" berlangsung.
Selama pertemuan antar pemimpin dua Korea, Kim Jong-un dan Moon Jae-in sepakat untuk secara positif bekerja sama satu sama lain demi memperbaiki hubungan AS-Korea Utara dan membangun mekanisme perdamaian permanen dan tahan lama.
Moon dan Kim Jong-un juga setuju untuk menggelar pembicaraan antar kedua pejabat mereka pada 1 Juni 2018. Jenderal militer dan Palang Merah kedua negara pun akan bertatap muka untuk membahas bagaimana meredakan ketegangan militer dan melanjutkan reuni keluarga yang dipisahkan oleh Perang Korea.
Advertisement