70 Tahun Israel dan Fenomena Blood Moon 27 Juli 2018 Picu Ramalan Kiamat

Sebuah fenomena astronomi langka akan terjadi pada 27 hingga 28 Juli 2018, yakni gerhana bulan terlama sepanjang Abad ke-21, dengan durasi 1 jam 43 menit.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 25 Jun 2018, 21:00 WIB
Diterbitkan 25 Jun 2018, 21:00 WIB
Bulan Menjadi Merah Darah Saat Gerhana
Gerhana bulan kali ini adalah bagian dari rangkaian 4 gerhana bulan total yang berurutan (gerhana bulan tetrad). Dua gerhana terjadi pada 2014 dan dua lainnya pada 2015, Jakarta, (8/10/14).(Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah fenomena astronomi langka akan terjadi pada 27 hingga 28 Juli 2018, yakni gerhana bulan terlama sepanjang Abad ke-21, dengan durasi 1 jam 43 menit.

Durasi tersebut lebih panjang hampir 40 menit dari fenomena Super Blue Blood Moon yang terjadi pada 31 Januari 2018 lalu.

Pada saat itu, penampakan Bulan tak akan seperti biasanya. Rembulan akan berwarna semerah darah atau dikenal sebagai fenomena blood moon.

Fenomena langit tersebut terjadi saat Bulan tepat di tengah umbra Bumi. Rona merah kecokelatan pada rembulan disebabkan oleh hamburan rayleigh -- efek atmosfer yang serupa dengan efek yang menyebabkan langit memerah saat Matahari terbenam -- pada atmosfer Bumi yang sampai ke bayangan umbranya

Mars juga akan tampak sangat besar dan cerah pada 27 Juli malam, ketika planet merah menuju titik terdekat dengan Bumi dalam kurun waktu 15 tahun terakhir.

Jika cuaca cerah, para pengamat langit akan menyaksikan pemandangan Mars yang indah di samping bulan yang bersinar merah.

Gerhana bulan merah darah tersebut akan terlihat di belahan bumi timur (eastern hemisphere) yakni di Eropa, Afrika, Asia, Australia dan Selandia Baru.

Orang-orang yang ada di Amerika Utara dan wilayah Arktik-Pasifik tak akan menyaksikan fenomena langit tersebut.

Seperti dikutip dari Indian Express, Senin (25/6/2018), di Asia, Australia, dan Indonesia pemandangan terbaik dari gerhana langka tersebut bisa disaksikan pada dini hari. Sementara, warga di Eropa dan Afrika bisa menyaksikannya saat malam hari, antara matahari terbenam hingga tengah malam, 27 Juli 2018.

Namun, bagi sejumlah orang, blood moon bukan hanya fenomena langit, melainkan pertanda mengerikan tentang akhir dunia. 

Seperti sebelumnya, ramalan kiamat terkait fenomena blood moon pun bermunculan

 

*Pantau hasil hitung cepat atau Quick Count Pilkada 2018 untuk wilayah Jabar, Jateng, Jatim, Sumut, Bali dan Sulsel. Ikuti juga Live Streaming Pilkada Serentak 9 Jam Nonstop hanya di liputan6.com.

 

Saksikan video menarik tentang blood moon di bawah ini:

Ramalan Kiamat

Bulan Menjadi Merah Darah Saat Gerhana
Seorang petugas menerangkan gambaran proses gerhana bulan total di Planetarium Taman Ismail Marzuki, Jakarta, (8/10/14).(Liputan6.com/Johan Tallo)

Seorang pemuka agama, Paul Begley menganggap fenomena blood moon kali ini bukan peristiwa biasa, melainkan tanda-tanda akhir zaman. Dengan kata lain, peristiwa langit itu konon adalah petunjuk bahwa kiamat sudah dekat.

"Ini adalah tanda akhir zaman. Fenomena blood moon terpanjang abad ini, terjadi tepat tahun ke-70 Israel menjadi sebuah bangsa," kata dia, seperti dikutip dari express.co.uk.

"Itu juga terjadi pada tahun yang sama ketia Yerusalem telah dinyatakan sebagai kota Tuhan yang kekal, bertepatan dengan letusan gunung berapi di Hawaii."

Ia kemudian mencocokkan ramalannya itu dengan petikan kitab suci Yoel 2:30-31. "Matahari akan berubah menjadi gelap gulita dan bulan menjadi darah sebelum datangnya hari Tugan yang hebat dan dahsyat itu."

Ramalan senada juga pernah muncul saat fenomena serupa pada 2015. Kebetulan gerhana bulan kala itu berdekatan dengan Paskah 5 April 2015.

Fenomena itu menjadi bagian dari rangkaian empat gerhana bulan total -- 15 April 2014, 8 Oktober 2014, 4 April 2015, dan 28 September 2015. Yang disebut lunar tetrad.

Seorang pemuka agama, John Hage yakin, momen tersebut akan mengubah dunia, seperti yang diramalkan -- nurbuat tentang tanda-tanda 'hari Tuhan yang dahsyat'. Yakni, "matahari menjadi gelap dan bulan menjadi semerah darah."

Penulis buku 'Four Blood Moons' tersebut berpendapat, gerhana yang jatuh pada akhir pekan Paskah adalah tanda bahwa 'sesuatu yang dramatis' akan terjadi. Mungkin bukan kiamat, namun, pastinya akan mengubah seluruh dunia.

"Saya yakin, kita akan melihat sesuatu yang dramatis terjadi di Timur Tengah, yang melibatkan Israel. Peristiwa itu akan mengubah jalannya sejarah di Timur Tengah dan berdampak pada seluruh dunia," kata dia, seperti dikutip dari Daily Mail.

Hagee menyebut, tetrad yang berdekatan dengan Paskah atau hari keagamaan lain akan disusul peristiwa besar.

Pada 1493, terjadi pengusiran orang-orang Yahudi di Spanyol. Tetrad kedua terjadi pada tahun 1949, tepat setelah negara Israel didirikan. Dan yang terakhir, pada tahun 1967. Tetrad terjadi selama Perang Enam Hari antara Arab dan Israel.

Namun, Kepala Lapan, Thomas Djamaluddin berharap agar masyarakat Indonesia tidak mempercayai berbagai hal mistis maupun mitos terkait gerhana

"Itu semuanya mitos, ya semestinya masyarakat tidak mempercayai hal-hal seperti itu," ujar Thomas saat dihubungi Liputan6.com saat itu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya