Liputan6.com, Phnom Penh - Pemimpin oposisi Kamboja Kem Sokha secara tak terduga dibebaskan dari penjara. Selama ini ia mendekam dalam bui untuk menunggu persidangan atas tuduhan pengkhianatan terhadap negara.
Kem Sokha telah dibebaskan dengan jaminan dan tidak jelas apakah tuduhan terhadapnya akan dibatalkan, demikian seperti dilansir BBC, Senin (10/9/2018).
Dia ditangkap pada tahun 2017 dalam kasus yang secara luas dilihat bermotivasi politik, yang digagas oleh pemerintah berkuasa.
Advertisement
Partai yang dipimpinnya kemudian dibubarkan dan tanpa oposisi politik yang tersisa, partai berkuasa mutlak memenangkan pemilu pada awal tahun ini --sebuah kemenangan yang ditolak oposisi dan dikecam oleh negara asing.
Baca Juga
Penindasan terhadap oposisi memicu kecaman dan ancaman internasional untuk menarik bantuan dari negara tersebut.
Kem Sokha dituduh berkolusi dengan AS untuk berkonspirasi menentang pemerintah Kamboja. Jika terbukti bersalah, ia akan menghadapi hukuman penjara maksimal hingga 30 tahun.
Organisasi hak asasi manusia, Human Rights Watch telah meminta Kamboja untuk membatalkan tuntutan terhadap Kem Sokha tanpa syarat dan membalikkan pembubaran partainya.
"Tidak ada keadilan yang disajikan di sini, yang ada hanya pelepasan sementara seorang pemimpin politik oposisi yang dapat kembali diseret ke ranah hukum oleh jaksa kapan saja sekehendak mereka," kata Deputi Direktur untuk Wilayah Asia Human Rights Watch Phil Robertson pada Senin 10 September 2018.
"Pembebasan itu masih jauh dari upaya pemulihan demokrasi yang bermakna dan penghormatan terhadap hak asasi manusia di Kamboja," lanjutnya.
Simak video pilihan berikut:
Momok Bagi Pemerintahan Satu Partai PM Hun Sen
Kem Sokha adalah kepala Partai Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP), yang dipandang sebagai satu-satunya pesaing bagi partai yang berkuasa yang dipimpin oleh Perdana Menteri Hun Sen, yang telah berkuasa selama lebih dari 30 tahun.
CNRP dibubarkan paksa oleh Mahkamah Agung Kamboja atas prakarsa Hun Sen pada November 2017, yang memungkinkan Partai Rakyat Kamboja (CPP) yang berkuasa untuk memenangkan semua kursi dalam pemilihan umum Juli 2018, membuat Kamboja menjadi negara satu partai secara de facto.
Negara-negara Barat dan organisasi hak asasi manusia telah menggambarkan pemenjaraan Hun Sen sebagai sewenang-wenang dan menyerukan pembebasannya segera.
Setelah pemilu Kamboja Juli 2018 lalu, Uni Eropa mengatakan sedang mempertimbangkan sanksi ekonomi terhadap negara Asia Tenggara itu, sementara AS mengatakan pihaknya mempertimbangkan menempatkan pembatasan visa pada pejabat pemerintah.
Hun Sen, mantan tentara Khmer Merah yang kemudian menentang balik rezim itu, telah berkuasa sejak 1985. Dia naik ke pucuk kekuasaan berkat bantuan pasukan Vietnam setelah mereka menggulingkan rezim genosida Khmer Merah.
Dia memimpin periode pertumbuhan ekonomi yang cepat namun telah lama dituduh menggunakan pengadilan dan pasukan keamanan untuk menghancurkan perbedaan pendapat dan mengintimidasi para oposisi dan pengkritik.
Advertisement