Presiden Iran Berduka Atas Tragedi Pesawat Jatuh Lion Air JT 610

Tragedi pesawat jatuh Lion Air JT 610 menarik simpati Presiden Iran Hassan Rouhani.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 30 Okt 2018, 18:01 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2018, 18:01 WIB
Keakraban Erdogan, Putin, Rouhani Saat Bahas Perdamaian Suriah
Presiden Iran Hassan Rouhani berbicara dalam pertemuan dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Rusia Vladimir Putin terkait perdamaian Suriah di Ankara, Turki, Rabu (4/4). (AFP PHOTO/ADEM ALTAN)

Liputan6.com, Teheran - Tragedi pesawat jatuh Lion Air JT 610 di Tanjung Karawang pada Senin 29 Oktober 2018 menarik simpati dari pemimpin dunia, salah satunya, Iran.

Presiden Iran Hassan Rouhani, seperti dikutip media terafiliasi pemerintah Iran, mengatakan, "menyampaikan belasungkawa kepada Presiden RI Joko Widodo atas kecelakaan pesawat penumpang dengan 189 orang di dalamnya."

Rouhani juga mengatakan "sangat bersedih dengan insiden tragis kecelakaan pesawat itu, yang menyebabkan kematian warga negara, termasuk sejumlah pejabat pemerintah," ujarnya, seperti dikutip dari Press TV, Selasa (30/10/2018).

Ucapan Duka dari PM Malaysia

Sebelumnya, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad, melalui akun Twitter resmi, pada Senin 29 Oktober 2018 ikut menyampaikan belasungkawa kepada para korban tewas dan keluarga yang ditinggalkan akibat tragedi Lion Air JT 610.

Sampai hari ini, tim Search And Rescue (SAR) masih terus mencari badan pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat. Kasi Ops Basarnas Jakarta Made Oka mengatakan tim gabungan hari ini menerjunkan tim penyelam lebih dari 100 orang.

"Jumlah penyelam gabungan Basarnas hampir 30 kemudian dari Kopaska sama Marinir kemudian, Denjaka hampir 70. Kemudian dari Polair hampir 34, kemudian dari KLPP 15 orang," kata Oka di kapal KN SAR Basudewa saat mengarungi perairan Karawang, Selasa 30 Oktober 2018.

Dia mengatakan, pencarian difokuskan pada badan pesawat Lion Air JT 610. Basarnas sudah mengendus area yang diduga menjadi area tenggelamnya pesawat. KRI Rigel juga terus mencari badan pesawat dengan scan sonar.

"Nanti yang utama adalah panemuan body pesawat Lion Air JT 610 terlebih dahulu," ucapnya.

 

Simak video pilihan berikut:

Menyisakan Pertanyaan

Ini Foto Hasil Temuan Tim Sar Saat Mencari Korban Lion Air JT610
(Foto: Twitter /@SAR_NASIONAL)

Kecelakaan pesawat itu cukup mengejutkan karena Lion Air JT 610 menggunakan pesawat terbang keluaran terbaru Boeing yang lebih canggih, tipe Boeing 737 MAX 8 registrasi PK-LQP. Menurut laporan situs pemantau kedirgantaraan Flight Radar 24, burung besi tersebut baru dikirim dari Seattle --markas Boeing-- ke Indonesia pada Agustus 2018.

Apalagi pilot dan kopilot Lion Air JT 610 itu juga memiliki jam terbang yang tergolong senior di dunia penerbang, masing-masing mengantongi 6.000 dan 5.000 jam terbang.

Tanda tanya besar pun menyeruak, mengapa di balik burung besi baru maupun keandalan pilot dan kopilotnya pesawat Lion Air JT 610 masih bisa celaka?

Padahal dengan kelebihan tersebut, faktor 'human error' dan malfungsi pesawat seharusnya bisa dikesampingkan.

Menurut perusahaan Boeing, seri 737 MAX adalah pesawat dengan penjualan tercepat dalam sejarahnya, dan telah mengumpulkan hampir 4.700 pesanan. Seri MAX 8 telah dipesan oleh berbagai maskapai penerbangan termasuk American Airlines, United Airlines, maskapai Norwegia, dan FlyDubai.

Mengutip BBC, Selasa (30/10/2018), diduga kuat pesawat Boeing 737 MAX 8 yang digunakan Lion Air JT 610 mengalami masalah teknis --yang dialami usai pesawat itu menyelesaikan penerbangan kedua dari terakhirnya pada Minggu 28 Oktober 2018 tujuan Denpasar-Jakarta.

Hal itu mengarah pada laporan bahwa sebelum Lion Air JT 610 jatuh, pilot menghubungi pengatur lalu-lintas udara di Jakarta untuk meminta izin kembali (return to base), tak lama setelah lepas landas.

Berdasarkan log teknis yang diperoleh BBC untuk penerbangan kedua dari terakhir pesawat itu, diketahui bahwa pembacaan kecepatan udara pada instrumen kapten tidak dapat diandalkan, dan pembacaan altitudo pada instrumen pilot dan kopilot mengalami perbedaan.

Kondisi tersebut membuat pilot menyerahkan kontrol pesawat ke kopilot. Beruntung, penerbangan tersebut berjalan aman dan mendarat dengan selamat di Jakarta pada 28 Oktober 2018.

Lion Air belum mengonfirmasi laporan itu, tetapi hal tersebut mungkin menyiratkan terjadi masalah teknis dalam penerbangan tersebut. Kendati demikian pimpinan perusahaan Lion Air ketika pesawat itu membenarkan bahwa burung besi tersebut telah 'mengalami masalah' saat terbang dari Denpasar ke Jakarta.

CEO Lion Air, Edward Sirait mengatakan bahwa kendala tersebut "telah diselesaikan sesuai prosedur". Menurutnya, saat ini Lion Air mengoperasikan 11 pesawat dengan model yang sama dan tak ada rencana untuk "memensiunkan" seluruh armada usai insiden nahas yang menimpa Lion Air JT 610.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya