Liputan6.com, Sydney - Larangan total menyalakan api diberlakukan di New South Wales (NSW) Australia pada 2 November 2018 guna mengantisipasi perkiraan cuaca yang mencapai 40 derajat Celcius di bagian barat negara bagian itu.
Dinas Pemadam Kebakaran Pedesaan NSW (RFS) memperingatkan suhu udara tinggi serta angin kencang dengan kecepatan hingga 60 kilometer per jam di beberapa wilayah, akan memudahkan terjadinya kebakaran dengan cepat.
"Kita kini rasakan suhu 30-an lebih. Itu merupakan gelombang panas pertama musim ini," kata Inspektur Ben Shepherd dari RFS, seperti dikutip dari ABC Indonesia, Senin (5/11/2018).
Advertisement
Baca Juga
"Dalam kondisi semacam ini, kebakaran bisa menjadi tak menentu, bergerak sangat cepat," tambahnya.
Pakar meteorologi Australia, Ashleigh Lange menjelaskan kondisi panas, kering dan berangin mendahului cuaca dingin akan meningkatkan bahaya kebakaran.
Peringatan cuaca angin buruk juga telah dikeluarkan untuk wilayah Southwest, Snowy Mountains, dan daerah khusus ibukota Canberra (ACT).
Wilayah terpanas akan terjadi di bagian barat NSW, dengan suhu diperkirakan antara 30-an dan 40-an.
Dengan adanya larangan total menyalakan api, kegiatan BBQ dengan bahan bakar padat dilarang, begitu pula tukang las hanya diperbolehkan dalam ruangan.
Inspektur Shepherd mengatakan BBQ dengan bahan bakar gas dan listrik tetap diperbolehkan di perumahan atau di area yang ditentukan di taman.
"Dalam cuaca seperti ini kita tak ingin melihat orang sembrono dan menyalakan api di luar," katanya.
Pasalnya, kata dia, api tersebut jelas akan berkembang dan menjalar dengan cepat.
Shepherd memperingatkan warga Australia untuk mempersiapkan rumah dan properti mereka menghadapi kebakaran hutan.
Pada Agustus dan September lalu, angin kencang telah memicu kebakaran hutan namun menurut Rob Rogers dari RFS, pemicunya adalah kemarau karena saat itu belum memasuki musim panas.
Simak video pilihan berikut:
Musim Hujan di Indonesia Mulai Tiba
Hujan tak kunjung datang dan matahari sedang terik-teriknya pada sebulan terakhir. Alhasil, masyarakat di Pulau Jawa termasuk DKI Jakarta dan Bali, merasakan cuaca panas.
Seharusnya, sebagian wilayah di Tanah Air sudah memasuki musim hujan pada Oktober ini.
Akan tetapi, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat BMKG, Hary Tirto Djatmiko mengatakan, awan-awan hujan sudah terbentuk, dan tak lama lagi, musim penghujan tiba.
"Terkait awal musim, secara bertahap di Oktober sudah ada pembentukan hujan, ditandai dengan adanya hujan lokal. Baru meratanya di November dan Desember," kata Hary, di Kantor BMKG, Jakarta, pertengahan Oktober lalu.
Dia mengatakan, beberapa wilayah memang seharusnya sudah memasuki musim hujan pada Oktober-Desember ini, seperti di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Namun mundur ke November-Desember. Dia mengatakan, kemunduran awal musim hujan di beberapa wilayah, maksimal hanya satu bulan.
Menurut dia panas yang dirasakan akhir-akhir ini disebabkan oleh gerak semu matahari di belahan bumi selatan.
"Artinya, yang dirasakan oleh masyarakat sekarang ini adalah penyinaran matahari optimal. Manakala kelembapan udara relatif tidak basah, yang dirasakan panasnya cukup terik," ujar Hary.
Namun, suhu udara di tengah panas terik sekaran ini masih tercatat normal. Suhu rata-rata pada pekan ini masih 32-37 derajat Celcius.
"Kalau basah, itu potensi pembentukan hujan yang lebat dan sifatnya lokal tidak merata. Masyarakat tidak perlu resah terkait isu yang ada. Berdasarkan catatan harian, 32-37 derajat celcius ini normal," ucap Hary.
Advertisement