Laporan CPJ: Banyak Wartawan Tewas dalam Perang Israel-Hamas

CPJ mengatakan di seluruh dunia, 124 wartawan tewas terbunuh pada tahun 2024.

oleh Tim Global diperbarui 15 Feb 2025, 21:02 WIB
Diterbitkan 15 Feb 2025, 21:02 WIB
Ilustrasi Jurnalis
Ilustrasi Jurnalis (The Climate Reality Project /Unsplash).... Selengkapnya

Liputan6.com, New York - Selama dua tahun berturut-turut, perang Israel-Hamas menjadi penyebab utama kematian wartawan, demikian menurut data yang dirilis oleh Committee to Protect Journalists (CPJ) pada Rabu (12/2).

CPJ mengatakan di seluruh dunia, 124 wartawan tewas terbunuh pada tahun 2024. Ini menandai tahun paling banyak menewaskan wartawan yang pernah tercatat bagi para pekerja media sejak kelompok kebebasan pers tersebut mulai mencatatnya pada tahun 1992.

Setelah 82 wartawan yang terbunuh di Gaza, negara dengan tingkat kematian tertinggi adalah Sudan dan Pakistan dengan masing-masing enam kasus dan Meksiko dengan lima kasus.

CEO CPJ Jodie Ginsberg mengatakan kepada VOA, "Ini merupakan indikasi meningkatnya kerentanan bagi para wartawan secara global."

CPJ mencatat pembunuhan seorang wartawan dalam basis datanya jika ada alasan yang masuk akal untuk meyakini bahwa wartawan itu dibunuh terkait dengan pekerjaannya. Para peneliti kelompok ini memiliki beberapa kasus lain di mana mereka memverifikasi secara independen apakah wartawan merupakan faktor penyebab kematian.

Orang-orang harus peduli dengan pembunuhan wartawan, kata Ginsberg, karena "membunuh seorang wartawan adalah bentuk penyensoran yang paling ekstrem.”

"Wartawanlah yang menyediakan informasi dan mencari informasi yang ingin disembunyikan oleh orang lain dari kita," kata dia, seperti korupsi dan kesalahan pemerintah seperti dikutip dari VOA Indonesia, Sabtu (15/2/2025).

Keamanan Media

Penelitian CPJ menemukan bahwa Israel bertanggung jawab atas 85 kasus tahun lalu, yang mencakup 82 kasus di Gaza dan tiga kasus di Lebanon.

Perang Israel-Hamas merupakan konflik paling menelan banyak korban jiwa yang pernah terjadi bagi para wartawan. Hingga Selasa (11/2) setidaknya 169 pekerja media telah terbunuh sejak serangan teror Hamas pada 7 Oktober 2023 terhadap Israel dan serangan balasan Israel. Hampir semua wartawan yang terbunuh adalah warga Palestina.

Pembunuhan wartawan ini terjadi di tengah-tengah jumlah korban tewas yang lebih luas. Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza mengatakan serangan balasan Israel telah menewaskan lebih dari 47.500 orang dan melukai lebih dari 100.000 orang lainnya di Gaza.

Militer Israel mengatakan telah menewaskan lebih dari 17.000 militan.

Pertukaran Sandera

Penyambutan Ratusan Tahanan Palestina yang Dibebaskan Israel
Pembebasan itu menjadi bagian dari gencatan senjata dan kesepakatan penyanderaan dengan Hamas. (Ahmad GHARABLI/AFP)... Selengkapnya

Perjanjian gencatan senjata yang rapuh telah diberlakukan di Gaza sejak 19 Januari untuk memungkinkan pertukaran sandera dan tahanan.

Para pengawas pelaksanaan gencatan senjata itu mengatakan dalam beberapa kasus, Israel sengaja menargetkan wartawan, dan PBB telah menandai lingkungan kerja yang membatasi dan tidak aman bagi media, dengan mengatakan bahwa kebebasan wartawan dan pers perlu "dilindungi.”

Kementerian luar negeri dan militer Israel tidak membalas email VOA yang meminta komentar, namun Israel sebelumnya membantah membunuh wartawan.

Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel pada bulan Desember menolak data yang dikeluarkan oleh pengawas mengenai pembunuhan media.

"Kami tidak menerima angka-angka ini. Kami tidak yakin angka-angka itu benar," kata juru bicara David Mercer pada konferensi pers. Dia menambahkan, tanpa bukti, bahwa Israel yakin "sebagian besar wartawan di Gaza beroperasi di bawah naungan Hamas.”

Di balik tingginya angka kematian wartawan di Gaza terdapat pertanyaan tentang bagaimana mereka yang berkuasa akan dimintai pertanggungjawaban ketika daerah kantong tersebut mulai dibangun kembali.

"Serangan terhadap wartawan di negara mana pun dapat memiliki dampak jangka panjang, dan tentu saja kehancuran korps pers di Gaza akan berarti bahwa kita memiliki lebih sedikit wartawan yang dapat meminta pertanggungjawaban mereka yang berkuasa,” kata Ginsberg.

 

Tren Global

Pengungsi Palestina Lintasi Koridor Netzarim
Kembalinya warga Palestina itu terjadi setelah adanya kesepakatan gencatan senjata antara milisi Hamas dan Israel serta pembebasan sandera oleh kedua pihak beberapa waktu lalu. (Eyad BABA/AFP)... Selengkapnya

Di luar perang Israel-Hamas, CPJ mendokumentasikan pembunuhan 39 wartawan lainnya di 16 negara. Di negara-negara yang lembaga pengawasnya telah lama mendokumentasikan kekerasan terhadap media, pembunuhan terhadap wartawan dapat menimbulkan dampak yang mengerikan.

Di Meksiko dan Pakistan, para wartawan telah lama menggambarkan bagaimana mereka menjadi khawatir dalam meliput isu-isu sensitif seperti kejahatan terorganisir setelah rekan-rekan mereka terbunuh.

"Pakistan benar-benar seperti ladang ranjau,” kata wartawan Pakistan Munizae Jahangir kepada VOA tahun lalu. "Anda tidak tahu apa saja area yang dilarang untuk dikunjungi. Anda tidak tahu begitu Anda menginjakkan kaki di suatu tempat apa yang akan meledak, apa yang akan terjadi pada Anda selanjutnya. Anda hanya perlu mencari tahu.”

CPJ mendokumentasikan enam pembunuhan media di Pakistan. Namun kelompok media lokal, yang menggunakan kriteria berbeda, menyebutkan sepuluh pembunuhan.

Masalah keamanan merupakan faktor umum yang menghubungkan negara-negara di mana wartawan dibunuh, termasuk di Sudan, Pakistan, Haiti dan Meksiko.

Salah satu dari dua wartawan yang terbunuh di Haiti – Marckendy Natoux – melakukan pekerjaan pemasaran untuk Siaran VOA Bahasa Creole.

Tren tambahan dalam data tahun 2024 adalah kerentanan wartawan lepas yang sering kali tidak memiliki sumber daya dan dukungan keselamatan yang sama dengan yang diterima staf reporter.

Setidaknya 43 orang, atau lebih dari sepertiga jumlah kematian global, adalah pekerja lepas. Sekali lagi, sebagian besar dari mereka – 31 wartawan – bekerja di Gaza.

"Sangat penting bahwa para pekerja lepas tersebut diberikan tingkat pelatihan dan dukungan keamanan yang sama seperti yang diberikan kepada anggota staf mana pun,” kata Ginsberg.

CPJ, pada bagiannya, berupaya membantu wartawan lepas secara global melalui hibah keuangan darurat, yang digunakan untuk terapi, biaya medis dan hukum, atau relokasi demi alasan keamanan. Kelompok lain, seperti Rory Peck Trust, menawarkan pelatihan keselamatan bagi wartawan lepas.

Konteksnya berbeda-beda di setiap negara, namun Ginsberg mengatakan impunitas yang mengakar, atau kurangnya keadilan, adalah salah satu penyebab mengapa negara-negara tertentu lebih berbahaya.

CPJ menggarisbawahi bahwa Haiti, Israel, Irak, Suriah, Meksiko, Myanmar dan Pakistan juga merupakan negara-negara terburuk di dunia dalam hal impunitas dalam pembunuhan wartawan.

Infografis Gencatan Senjata Hamas dan Israel Berlaku 19 Januari 2025
Infografis Gencatan Senjata Hamas dan Israel Berlaku 19 Januari 2025. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya