Liputan6.com, Gaza - Hamas, kelompok yang secara de facto memerintah wilayah Palestina di Jalur Gaza, menggambarkan pengunduran diri Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman sebagai "kemenangan politik bagi Gaza". Lieberman mengundurkan diri pada 14 November 2018, sebagai bentuk penolakannya terhadap gencatan senjata antara Hamas-Israel --yang dimediasi Mesir-- di Jalur Gaza.
Hamas telah menggambarkan gencatan senjata sebagai kemenangan. Sementara beberapa ratus warga Israel yang tinggal di jalan-jalan yang diblokir di selatan negara itu, membakar ban pada Selasa malam sebagai protes atas perjanjian tersebut
Juru Bicara Hamas, Sami Abu Zuhri, mengatakan pada hari Rabu 14 November bahwa pengunduran diri Lieberman mengisyaratkan "pengakuan kekalahan dan kegagalan (Israel) untuk menghadapi perlawanan Palestina", demikian seperti dikutip dari Al Jazeera, Jumat (16/11/2018).
Advertisement
Zuhri juga menambahkan bahwa pengunduran diri Lieberman menunjukkan "ketabahan Gaza dalam menghadapi gelombang kejut politik" Israel.
Baca Juga
Dalam mengumumkan keputusannya untuk mengundurkan diri, Lieberman menegaskan bahwa kesepakatan yang diperantarai oleh Mesir dengan kelompok militan Palestina Hamas adalah "sebuah kapitulasi untuk teror" dan menyerukan pemungutan suara segera dilakukan.
"Apa yang terjadi kemarin --gencatan senjata dan proses perundingan dengan Hamas-- adalah kapitulasi untuk teror. Itu tidak memiliki arti lain," kata Lieberman kepada para wartawan, sebagaimana dikutip dari The Guardian.
Lieberman telah lama menuntut kebijakan Israel yang lebih agresif di Gaza, dan pengumuman pengunduran dirinya disebut menyusul pertempuran paling sengit sejak perang tahun 2014.
Serangan sengit yang berlangsung selama dua hari meletus setelah pasukan khusus Israel terlibat baku tembak dengan orang-orang bersenjata pada Minggu 11 November, dalam apa yang disebut oleh pengamat, telah menjadi misi intelijen di luar batas saat melewati pos pemeriksaan Hamas.
Israel dan Hamas sering adu serangan roket dan udara selama berbulan-bulan, memicu meningkatnya ketegangan yang berujung pertumpahan darah di sepanjang perbatasan.
Menurut Hamas, tentara Israel telah menewaskan sekitar 170 orang demonstran dan melukai ribuan lainnya di sepanjang tahun ini.
Pada Rabu 14 November 2018, para pejabat di Gaza mengatakan pasukan Israel telah membunuh seorang nelayan Palestina berusia 20 tahun, saat ia bekerja di dekat utara jalur itu.
Militer Israel mengatakan pasukannya menembaki pria tersebut di area yang sama setelah dia mendekati pagar.
Simak video pilihan berikut:
PM Netanyahu Mendapat Tekanan
Perdana Menteri Benyamin Netanyahu dikabarkan menerima tekanan besar dari komunitas Israel yang tinggal di dekat Gaza, karena area pertaniannya terus diserang oleh kaleng bensin menyala yang melekat pada balon dan layang-layang selama kampanye gencata senjata.
Desakan keras serupa juga muncul dari anggota pemerintahannya sendiri, termasuk Lieberman yang berada di garis terdepan.
Tokoh-tokoh kabinet Israel juga mengkritik keputusan untuk mencabut sebagian blokade di Gaza bulan ini, guna memungkinkan pengiriman bahan bakar serta bantuan senilai US$ 15 juta (setara Rp 221 miliar) dari Qatar. Dana tersebut digunakan untuk membayar gaji ribuan pegawai sipil Palestina yang tertahan selama berbulan-bulan.
Netanyahu sebelumnya membela keputusannya untuk mengizinkan penyaluran uang tunai ke Gaza sebagai cara untuk mencegah "perang yang tidak perlu", dan menghindari risiko bencana kemanusiaan.
Dia juga mengklaim pada hari Rabu, bahwa penguasa Hamas "memohon gencatan senjata"..
Lieberman juga mengatakan partainya meninggalkan koalisi Netanyahu, yang meninggalkan perdana menteri dengan hanya satu kursi di parlemen.
"Kami harus menyetujui tanggal untuk pemilu sedini mungkin," katanya kemudian.
Pemilu tidak akan jatuh tempo sampai November 2019, tetapi pengunduran diri Lieberman meningkatkan kemungkinan pemungutan suara bisa diajukan lebih cepat.
Advertisement