Ini Dentuman Suara Terkeras yang Pernah Terdengar dalam Sejarah Manusia Modern

Dentuman suara ini disebut paling keras yang pernah didengar manusia di sepanjang era modern.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 27 Des 2018, 18:35 WIB
Diterbitkan 27 Des 2018, 18:35 WIB
Gunung Anak Krakatau
Gunung Anak Krakatau. (dok BNPB)

Liputan6.com, Jakarta - Pada 27 Agustus 1883, Bumi mengeluarkan suara lebih keras dari yang pernah tercatat sebelumnya. Saat itu, pukul 10.02 pagi waktu setempat ketika suara muncul dari pulau Krakatau, yang terletak di antara Jawa dan Sumatra.

Dentuman yang muncul terdengar hingga 1.300 mil (setara 2.092 kilometer) jauhnya di pulau Andaman dan Nikobar, yang suaranya disebut begitu keras layaknya tembakan senjata.

Selain itu, dentuman samar-samar juga dilaporkan terdengar hingga Papua Nugini dan negara bagian Australia Barat, yang berjarak kira-kira 2.000 mil, atau setara 3.218 kilometer jauhnya.

Bahkan, sebagaimana dikutip dari situs web Discover Magazine pada Kamis (27/12/2018), gaung dentuman suara tersebut terdengar seperti suara tembakan artileri di kejauhan oleh banyak warga di Pulau Rodrigues, yang terletak di tengah Samudera Hindia, dekat dengan kepulauan Mauritius. Jaraknya diperkirakan sejauh 3.000 mil, atau setara 4.828 kilometer.

Secara keseluruhan, dentuman ledakan Gunung krakatau didengar oleh orang-orang di lebih dari 50 lokasi geografis yang berbeda, bersama-sama menjangkau sebuah wilayah yang meliputi sepertiga belas dunia.

Menurut beberapa penelitian, dentuman suara erupsi Gunung Krakatau membutuhkan 4 jam perjalanan dengan kecepatan suara, hingga mampu terdengar pada jarak 5.000 kilometer dari titik ledakan.

Secara umum, menurut beberapa penelitian, jauhnya jangkauan dentuman suara disebabkan oleh fluktuasi tekanan udara. Sebuah barometer di pabrik gas Batavia (nama Jakarta di era kolonial) mencatat lonjakan tekanan hingga lebih dari 2,5 inci air raksa.

Kondisi di atas mengkonversi ke lebih dari 172 desibel tekanan suara, di mana menghasilkan dentuman keras yang tak terbayangkan. Untuk menempatkannya dalam konteks, jika Anda mengoperasikan jack hammer (alat penghancur beton portabel), maka Anda akan mendapat tekanan suara sekitar 100 desibel.

Adapun ambang toleransi suara bagi telinga manusia adalah mendekati 130 desibel, dan sebagai contoh, jika Anda mengalami kesialan berdiri di samping mesin jet, Anda akan mengalami 150 desibel suara.

Sementara itu, kenaikan 10 desibel dianggap oleh sebagian besar orang, terdengar kira-kira dua kali lebih keras dari suara tertinggi yang bisa diterima telinga.

Ledakan Krakatau memicu 172 desibel pada jarak 100 mil dari sumbernya, di mana hal itu terdengar sangat luar biasa keras. Dentuman tersebut beringsut melawan batas dari apa yang umum manusia pahami sebagai "suara."

 

Simak video pilihan berikut: 

 

Suara Dentuman Menyebar Ribuan Kilometer

Begini Penampakan Erupsi Gunung Anak Krakatau
Aktivitas Gunung Anak Krakatau dari udara yang terus mengalami erupsi, Minggu (23/12). Tsunami yang menerjang wilayah Selat Sunda, Pandeglang, Serang, dan Lampung Selatan merusak ratusan bangunan dan kapal. (Liputan6.com/Pool/Susi Air)

Lebih dekat ke Krakatau, menurut Rogier Verbeek, mendiang ahli geologi Belanda yang pernah menjadi saksi hidup, suaranya jauh di atas batas yang disebut sebelumnya. Erupsi Gunung Krakatau menghasilkan semburan udara bertekanan tinggi yang begitu kuat, sehingga konon memecah gendang pelaut pada posisi 40 mil (setara 64,3 kilometer) jauhnya.

Ketika suara dentuman itu menyebar ribuan kilometer, mencapai Australia dan Samudra Hindia, goyangan tekanan mulai mereda, terdengar lebih seperti suara tembakan dari jauh.

Lebih dari 4.800 kilometer dalam perjalanannya, gelombang tekanan menjadi terlalu sunyi untuk didengar oleh telinga manusia, tetapi terus menyapu ke depan, bergema selama berhari-hari di seluruh dunia. Suasana itu berdering seperti bel, tidak terlihat oleh kita tetapi dapat dideteksi oleh instrumen penangkap suara.

Pada 1883, stasiun cuaca di sejumlah kota di seluruh dunia menggunakan barometer untuk melacak perubahan tekanan atmosfer. Enam jam dan 47 menit setelah ledakan Krakatau, lonjakan tekanan udara terdeteksi di Kolkata. Setelah 8 jam kemudian, gaung dentuman mencapai Mauritius di barat, serta Melbourne dan Sydney di timur.

Pada 12 jam setelah letusan Krakatau, Kota St. Petersburg di barat laut Rusia melaporkan temuan gaung dentuman serupa, yang diikuti oleh Wina, Roma, Paris, Berlin, dan Munich.

Bahkan, pada jam ke-18, gaung dentuman terdengar oleh sebagian masyarakat New York, Washington DC, dan Toronto. Hebatnya, selama 5 hari setelah ledakan, stasiun cuaca di 50 kota di seluruh dunia mengamati lonjakan tekanan yang belum pernah terjadi, kira-kira setiap 34 jam.

 

Memicu Gelombang Tsunami Dahsyat

Ilustrasi tsunami
Ilustrasi tsunami (Pixabay)

Adapun kecepatan suara sendiri memiliki jarak 766 mil (setara 1.233 kilometer) per jamnya. Ini menjadikan dentuman erupsi Gunung krakatau sebagai gaung terjauh yang pernah terdengar dalam catatan sejarah manusia modern.

Namun di pusat letusan vulkanis, letusan Krakatau memuntahkan benda-benda vulkanis dengan kecepatan hingga 1.600 mil per jam (setara 2.575 kilometer per jam), atau kurang lebih hampir dua kali kecepatan suara.

Kapal Inggris Kastil Norham berjarak 40 mil dari Krakatau pada saat ledakan. Kapten kapal menulis dalam catatannya, "Begitu dahsyatnya ledakan sehingga gendang telinga lebih dari setengah kru saya hancur. Pikiran terakhir saya bersama istri tercinta. Saya yakin bahwa hari kiamat telah tiba."

Sementara itu, stasiun pasang surut sejauh India, Inggris, dan San Francisco sama-sama mendapati kenaikan gelombang laut secara simultan, seiring dengan kemunculan terus menerus gaung dentuman selama lebih dari tiga hari.

Erupsi Krakatau juga menciptakan tsunami mematikan dengan gelombang setinggi lebih dari seratus kaki (setara 30 meter). Sebanyak 165 desa pesisir dan pemukiman hancur total. Secara keseluruhan, pemerintah kolonial Belanda kala itu memperkirakan korban tewas mencapai 36.417 jiwa, sementara perkiraan lainnya melebihi 120.000 orang.

Dahsyatnya erupsi Krakatau pada 27 Agustus 1883 adalah ledakan paroksismal keempat, yang kemudian memunculkan gelombang tsunami destruktif di Selat Sunda.

Ledakan paroksismal ini menghanyutkan dua pertiga bagian utara pulau Krakatau dan hdengan cepat diikuti oleh runtuhnya kamar vulkanik yang membentuk kaldera bawah air berukuran sangat besar.

Gelombang tsunami besar menghancurkan semua kota dan desa pesisir di Selat Sunda, dalam satu atau dua jam setelah ledakan dan keruntuhan gunung berapi. Ombaknya begitu dahsyat hingga balok karang seberat 600 ton terlempar ke darat.

Bahkan, kapal perang di daerah itu tersapu hingga sejauh tiga kilometer ke daratan oleh gelombang tsunami, yang diendapkan pada ketinggian 10 meter di atas permukaan laut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya