Aksi Protes Besar Iringi Pengesahan UU Kewarganegaraan Baru di India

Pengesahan UU Kewarganegaraan oleh majelis rendah India picu aksi protes meluas karena dituding membawa asas keadilan.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 09 Jan 2019, 12:03 WIB
Diterbitkan 09 Jan 2019, 12:03 WIB
Aksi unjuk rasa semakin meluas di negara bagian Assam, menentang pengesahan UU Kewarganegaraan terbaru (AFP/Biju Boro)
Aksi unjuk rasa semakin meluas di negara bagian Assam, menentang pengesahan UU Kewarganegaraan terbaru (AFP/Biju Boro)

Liputan6.com, New Delhi - Majelis rendah pada parlemen India telah menyetujui rancangan undang-undang, yang akan memberikan hak tinggal dan kewarganegaraan bagi imigran non-muslim.

Hal itu memicu protes luas, khususnya di negara bagian Assam yang banyak didatangi oleh pengungsi dari Bangladesh dan Myanmar.

Undang-undang, yang masih membutuhkan persetujuan majelis tinggi, berupaya memberikan hak kepada imigran Hindu, Jain, Parsis, dan beberapa kelompok agama non-muslim lainnya yang bermigrasi ke India tanpa dokumen resmi.

"Mereka tidak punya tempat untuk pergi kecuali India," Menteri Dalam Negeri Rajnath Singh mengatakan kepada parlemen pada Selasa 8 Januari.

"Penerima manfaat dari undang-undang tersebut dapat tinggal di negara bagian mana pun," lanjutnya sebagaimana dikutip dari Al Jazeera pada Rabu (9/1/2019).

Para kritikus menyebut RUU itu, yang akan berada di bawah Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan 2019, secara terang-terangan memberlakukan kebijakan anti-muslim, dan dituding menjadai upaya partai penguasa Partai Bharatiya Janata (BJP) dalam meningkatkan basis pemilih Hindu menjelang pemilu India, yang akan berlangsung pada Mei nanti.

RUU itu memicu protes hari kedua di negara bagian Assam di wilayah timur laut, tempat hampir empat juta orang --yang dituduh sebagai orang asing-- secara efektif dicabut kewarganegaraan mereka pada tahun lalu.

Para demonstran di sana marah bukan karena RUU itu, melainkan tentang tidak dimasukkannya kelompok penganut muslim. Mereka khawatir pemberian kewarganegaraan pada orang-orang Hindu yang tidak berdokumen resmi, membuat legitimasi Daftar Warga Negara (WRC) yang didapat pada Juli lalu, hangus seketika.

WRC adalah sebuah dokumen prasyarat yang dibutuhkan bagi imigran untuk mendapat izin tinggal hingga status warga negara tetap dari India. Tadinya, rencana kebijakan yang dikenalkan sekitar dua tahun lalu itu akan disahkan pada 30 Juni mendatang.

Namun, menurut Suhas Chakma, direktur lembaga think-tank Rights and Risks Analysis Group yang berbasis di New Delhi, mengatakan RUU kewarganegaraan itu "benar-benar tidak konstitusional karena menargetkan kelompok-kelompok tertentu".

RUU itu tidak mungkin melewati majelis tinggi India, katanya kepada Al Jazeera, karena lembaga pemerintahan itu tidak dikendalikan oleh partai yang berkuasa.

"Ini akan menjadi bumerang bagi BJP," katanya, menunjuk pada kemarahan di negara bagian Assam.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Konflik Meluas di Negara Bagian Assam

Bendera India
Bendera India (iStock)

Lebih dari tiga juta orang tengah menghadapi kondisi tanpa kewarganegaraan di negara bagian Assam, di mana minoritas Muslim dan Hindu Bengali khawatir dideportasi atau ditahan, dalam sebuah krisis yang disebut serupa dengan nasib Rohingya.

Secara bersamaan, pemerintah India terus memperbarui sistem catatan sipil, guna menekan arus imigrasi ilegal dari Bangladesh, menyusul ledakan sentimen anti-migran di negara perbatasan Assam.

Meskipun pemerintah nasionalis Hindu mengatakan bahwa para migran Hindu dari Bangladesh harus dilindungi, namun mereka justru menyerukan pengusiran kelompok muslim yang diketahui datang secara ilegal.

Di bawah amandemen yang diusulkan oleh BJP, kewarganegaraan hanya akan diberikan kepada orang Hindu dan minoritas non-Muslim lainnya yang bermigrasi dari Afghanistan, Pakistan dan Bangladesh.

RUU itu, bahkan ketika telah disahkan oleh majelis rendah India, memancing reaksi keras di Assam, di mana banyak warga ingin mengusir semua imigran gelap dari Bangladesh, tanpa memandang afiliasi keagamaan mereka.

Sementara itu, dalam aksi unjuk rasa pada hari Selasa, para demonstran membuat blokade dengan membakar ban dan merusak dua kantor perwakilan BJP ibu kota negara bagian Assam, Dispur. Aksi protes itu juga mengganggu lalu lintas dan kegiatan bisnis dari pagi hingga sore.

Mukesh Agarwal, juru bicara kepolisian Assam, mengatakan lebih dari 700 demonstran ditangkap. Polisi menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa.

Dituding Mengancam Masyarakat Adat

Samujjal Bhattacharya, pemimpin Persatuan Mahasiswa Assam, mengatakan bahwa memberikan hak tinggal dan kewarganegaraan untuk imigran tidak berdokumen dari Bangladesh --yang berbagi perbatasan dengan negara bagian Assam-- akan mengancam masyarakat adat.

"Sudah, kami memiliki banyak sekali imigran muslim dari Bangladesh yang memasuki Assam secara ilegal selama bertahun-tahun. Sekarang, pemerintah berusaha membuat undang-undang untuk memberikan kewarganegaraan kepada umat Hindu dari Bangladesh. Kami ingin semua imigran ilegal terdeteksi dan dideportasi, terlepas apapun agama mereka," kata Bhattacharya.

Masalah imigrasi dari Bangladesh telah memicu pemberontakan publik secara berkala di Assam, sejak pemerintah India memberikan hak memasuki negara itu sebelum 1971, tahun di mana negara yang beribukota di Dhaka itu meraih kemerdekaan dari Pakistan.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya